TELAH DIBUKA UJIAN KEJAR PAKET A, B DAN C SELURUH INDONESIA, RESMI. INFORMASINYA DI SINI
Diberdayakan oleh Blogger.

Kumpulan Video Pembelajaran

Pemotongan Sertifikasi Guru

Nasibmu guru tiada henti, mungkin ini yang cocok untuk kita wahai guru yang tertindas oleh kebijakan-kebijakan dari oknum Pemilik Sekolah ( Yayasan atau Kepala Sekolah ) Ternyata pemotongan tunjangan Sertifikasi guru yang merupakan hak guru dan bentuk penghargaan negara kepada guru tidak diberikan utuh kepada guru. Berawal dari cerita rekan guru di sekolah yang mengajar di sekolah yang lain, menggugah hati saya untuk melakukan postingan di blog saya ini. Miris memang dan mungkin bapak-bapak pejabat ( bukan penjahat ) yang memegang kebijakan dan kepentingan ini mendengar.
Awal keluhan teman guru bercerita tentang status saya terhadap sertifikasi, sebab beliau sudah melihat kiprah saya di sekolah ini sejak tahuun 2002. Sentak saya merespon jawaban kepada beliau dengan kata " saya kan guru agama....proses di instansi yang mengurus sertifikasi saya tidak jelas....wajarlah saya belum sertifikasi" lalu pertanyaan ini saya balikkan kepadanya. " bagaimana dengan sertifikasi mu? apakah sudah ada titik terang?" beliau menjawab dan langsung bercerita.
Di sekolah kami ( tepatnya di daerah Medan Tembung ) nama sekolahnya ber inisial " P", yayasan memiliki keyakinan bahwa sertifikasi itu merupakan tugas tambahan sehingga kasus-kasus yang menimpah guru-guru disekolah itu beraneka ragam. Ada yang dipotong, ada yang tidak diberikan gaji ( sebab guru sudah mendapat gaji dari negara ).
Pemotongan jelas dilakukan oleh Yayasan tempat beliau mengajar, hal ini yang membuat saya menilai bahwa tidak ada pengawasan oleh Pemerintah tentang penyaluran dana Sertifikasi guru. Guru menjadi sapi perahan oleh yayasan, menjadi buruh kerja rodi, yang mereka anggap sudah digaji oleh negara.
saya berharap kepada Pemerintah, khususnya Dinas pendidikan kota maupun provinsi atau Kementrian Pendidikan dan Kebudayaan yang mengawasi tentang qualitas guru dalam mengajar, hendaknya melakukan kunjungan ke bawah, sehingga para guru yang merasa terzholimin tidak terjadi kembali. Pemerintah hanya bersifat tajam ke bawah, namun tumpul ke atas. 
Mari para guru, kita buat gerakan baru untuk menindas kesewenangan kepala sekolah, yayasan dalam hal hak-hak guru. Terima kasih...
( silahkan komentar di bawah ini... dengan kata kunci : Pemotongan Sertifikasi guru, Pemotongan dana Sertifikasi guru, sertifikasi guru, )


Guru Tidak DIsiplin AKan Dicabut Sertifikasinya

SERTIFIKASI GURU DICABUT
Sertifikasi guru merupakan hal yang sangat mengiurkan bagi guru - guru yang mengajar di sekolah swasa yang pendapatannya sangat memprihatinkan, namun kalau pengakuan negara ini disia - siakan maka pemerintah akan sangat tegas akan menindak dengan cara mencabut sertifikasinya.Tidak itu saja bahkan ketika guru mengajar, ketika kebohongan yang dilakukan oleh seorang guru di sekolah atas sertifikasi yang diperolehnya. 
Hal yang tidak aneh ketika guru yang mendapat setifikasi diperoleh dengan kecurangan, yaitu dengan membayar kepada beberapa oknom dinas pendidikan agar sertifikasinya cepat dipanggil dan dinyatakan lulus.
Saat ini banyak guru hanya mengajar siswa mereka. Guru sekedar memberikan materi pelajaran secara singkat dan tidak efektif. 
Padahal, menurut Konsultan Pendidik Karakter Bangsa, Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan (Kemendikbud), Rahmat, tugas guru bukan hanya mengajar, guru juga bertanggung jawab memastikan siswanya memahami materi belajar yang diberikan kepada mereka sekaligus mendidik mereka menjadi pelajar berkarakter. 
"Pusat kurikulum dan perbukuan saat ini tengah melakukan kajian penataan kurikulum. Rencananya, pada 2014 sudah diberlakukan kurikulum baru. Bagi guru yang sekedar memberikan materi pelajaran, maka sertifikasinya akan dicabut. Ini dilakukan agar guru memiliki tanggungjawab terhadap muridnya," kata Rahmat dalam Seminar Pendidikan Karakter dan Sosialisasi Program Pembinaan Akhlak Siswa di Balai Rakyat, Depok, kemarin.
Menurut Rahmat, sesuai dengan kurikulum baru nanti, para guru diharuskan melakukan pendekatan secara personal kepada siswanya. Tujuannya adalah agar para siswa itu memahami materi pelajar dan guru mengetahui kondisi psikologi muridnya. Hal ini dilakukan agar para pelajar mampu berkompetisi serta terhindar dari prilaku seks bebas, tawuran, dan penggunaan narkotika. 
"Nanti guru harus memiliki catatan tentang perkembangan akademis dan perilaku setiap siswanya. Misalnya apakah guru dapat membuat siswa mengerti tentang hukum pitagoras. Guru itu akan diawasi," tandasnya. 
Guru harus mampu memberikan pendidikan berkarakter kepada siswa, pendidikan ekonomi, dan kewirausahawan. Kemudian pihak sekolah harus memberikan aplikasi dari tiga materi tersebut kepada siswa. "Terpenting juga adalah orangtua. Orangtua tidak boleh memberikan contoh negatif kepada anaknya. Seperti marah-marah dan membuang sampah sembarangan," imbuhnya

Cocokkah Guru Tak Paham IT Mendapat Sertifikasi Guru?


Sertifikasi Guru selama ini hanya sebagai tujuan akhir bagi guru di Indonesia. Berbagai cara untuk mencapatkannya, seluruhnya itu mnenghasilkan guru karbitan yang tidak memiliki standar. Informasi dari KOMPAS.com menginformasikan bahwa Persatuan Guru Republik Indonesia (PGRI) meminta pemerintah mengkaji ulang uji kompetensi awal untuk penentuan peserta sertifikasi guru. Sebab, sesuai amanah Undang-Undang Guru dan Dosen, sertifikasi merupakan hak guru. Namun, terlihat upaya pemerintah untuk menghalangi guru mendapat haknya.

"Kami tidak tahu apakah uji kompetensi awal untuk menyeleksi guru yang hendak disertifikasi tetap dilanjutkan setelah ada program uji kompetensi guru. Tetapi kami tetap meminta supaya hak guru untuk disertifikasi tidak dipersulit," kata Ketua Umum Pengurus Besar PGRI Sulistiyo, usai rapat kerja nasional PGRI di Jakarta, Minggu (21/10/2012).

Sulistiyo mengatakan, PGRI telah melakukan kajian berkaitan dengan penyelenggaraan uji kompetensi itu. Uji kompetensi untuk menyeleksi dan menetapkan peserta sertifikasi guru tidak sejalan dengan UU Nomor 14 Tahun 2005 tentang Guru dan Dosen dan tidak sesuai dengan Pasal 12 Peraturan Pemerintah Nomor 74 Tahun 2008 tentang Guru.

Dalam pasal 12 itu disebutkan, yang dimaksud uji kompetensi adalah dengan portofolio dan jika belum cukup dilengkapi dengan pendidikan dan pelatihan. "Setelah pendidikan dan pelatihan dilaksanakan, bisa dimengerti jika dilakukan ujian, tetapi bukan sebelum pendidikan dan pelatihan dilaksanakan," kata Sulistiyo, yang juga anggota Dewan Perwakilan Daerah (DPD).

Secara akademik uji kompetensi seperti itu, menurut dia, mestinya tidak digunakan untuk mengeksekusi guru sehingga mereka berpeluang gagal untuk mengikuti sertifikasi guru yang menjadi haknya sesuai peraturan perundang-undangan. Oleh karena itu, uji kompetensi yang digunakan untuk memilih dan menetapkan peserta sertifikasi guru adalah tidak sesuai dengan peraturan perundang-undangan dan tidak tepat secara akademik.

"Dari awal kami sudah meminta ke Mendikbud supaya uji kompetensi untuk menyeleksi dan menetapkan peserta sertifikasi guru itu ditiadakan. Tetapi, jika uji kompetensi seluruh guru yang digunakan untuk memetakan kemampuan kompetensi guru sebagai dasar pelaksanaan pembinaan kinerja dan profesi guru pada masa datang, PGRI memberi dukungan penuh," tutur Sulistiyo.

Rendahnya kompetensi guru juga merupakan kelalaian pemerintah. "Terlebih pemerintah daerah selama otonomi, hampir tidak pernah melakukan kegiatan pembinaan kompetensi guru yang memadai," ungkap Sulistiyo.

Nasib Guru Agama Terhadap Sertifikasi

Oleh Rekan Blog Guru Tengku Imam Kobul Moh Yahya S, ST
di Blog SertifikasiGuru Agama atau Guru Pendidikan Agama Islam (PAI) adalah guru atau tenaga pendidik yang mengajarkan mata pelajaran agama baik di madrasah maupun di sekolah umum. Guru agama ada yang menjadi binaan Departemen Agama dengan NIP 15 dan ada yang binaan Departemen Pendidikan Nasional dengan NIP 13.

Banyak yang percaya dan mungkin bukan rahasia umum lagi, guru agama terutama yang mengajar dan mengabdi di madrasah dianggap sebagai guru kelas dua. Mereka bahkan terlupakan mulai dari tunjangan, honor, dan gaji yang sangat jauh berbeda dengan guru agama binaan Depdiknas.

Pemerintah lewat Peraturan Menteri Pendidikan Nasional Nomor 18 Tahun 2007 tentang Sertifikasi Guru Dalam Jabatan memberikan iming-iming tentang menaikkan kesejahteraan guru hingga 100 persen atau naik satu bulan gaji. Iming-iming ini diimplementasikan dengan program Sertifikasi Guru, yang dimulai sejak 2006 dan diperkirakan selesai pada tahun 2015. Pelaksanaan sertifikasi guru PAI kemudian tertuang dalam Surat Edaran antara Ditjen PMPTK dengan Sekjen Depag. Dalam SE tersebut ada 6 poin yang disepakati mengenai proses sertifikasi terhadap guru PAI

Pertama; Sertifikasi pendidik bagi guru yang mengajar di sekolah umum di bawah binaan Departemen Pendidikan Nasional, selain guru agama, dilaksanakan melalui Departemen Pendidikan Nasional, kedua; Sertifikasi pendidik bagi guru agama yang mengajar di sekolah umum, baik yang diangkat oleh Departemen Agama, Departemen Pendidikan Nasional, maupun Pemerintah Daerah dilaksanakan melalui Departemen Agama.

Ketiga; Sertifikasi pendidik bagi guru yang mengajar di madrasah, baik yang diangkat oleh Departemen Agama, Departemen Pendidikan Nasional, maupun Pemerintah Daerah dilaksanakan melalui Departemen Agama, keempat; Mekanisme dan instrumen sertifikasi guru di lingkungan Departemen Agama pada prinsipnya mengikuti mekanisme dan instrumen yang telah di kembangkan oleh Departemen Pendidikan Nasional, sesuai dengan Peraturan Menteri Pendidikan Nasional Nomor 18 Tahun 2007 tentang Sertifikasi Guru dalam Jabatan.

Kelima; Pelaksanaan sertifikasi guru agama dilakukan oleh perguruan tinggi agama yang telah ditetapkan oleh Menteri Pendidikan Nasional, dan keenam; Bagi guru agama yang sudah terdaftar dalam kuota Departemen Pendidikan Nasional pada tahun 2006 agar disampaikan secara tertulis ke Kandepag Kabupaten/Kota setempat untuk didaftarkan sebagai peserta sertifikasi guru tahun 2007 oleh Departemen Agama.

Setelah proses sertifikasi berjalan hingga tahun ke-3, guru PAI hingga saat ini banyak yang belum mendapatkan haknya sesuai janji pemerintah menambah tunjangan profesi pendidik (TPP) hingga satu bulan gaji tersebut. Entah persoalan itu letaknya dimana? Yang jelas guru PAI itu sedianya sudah hampir putus asa, sebab guru umum yang disertifikasi dari kuota 2006, 2007, 2008 sudah mendapatkan haknya. Sedangkan guru PAI hanya dapat meradang.

Pada tahun 2009, Departemen Agama akan menyelenggarakan sertifikasi bagi 100 ribu guru lagi di lingkungan Depag, setelah 33.851 guru disertifikasi pada 2008. Diplomasi petinggi depag sempat mengumbar janji, kira-kira begini; “Depag terus berupaya meningkatkan kesejahteraan guru. Tunjangan Profesi Guru diberikan kepada 26.869 guru yang telah disertifikasi pada 2008 setara gaji pokok PNS yang dibayarkan pada 2009,”. Ucapan ini disampaikan oleh Prof Dr Mohammad Ali Dirjen Pendidikan Islam Depag.

Menurut data Depag menunjukkan bahwa seluruh guru yang telah memiliki kualifikasi akademik minimal S1 di madrasah pada 2006 mencapai 224.886 orang, namun dari jumlah itu yang mendaftar pada 2007 untuk mengikuti sertifikasi hanya 73 persen atau 165.967 orang. Dari daftar itu, ditetapkan 25.761 orang (11,46 persen) dari guru yang berkualifikasi S1 menjadi peserta sertifikasi tahap pertama, yakni 4.000 peserta masuk kategori kuota 2006 dan 21.761 lainnya dalam kategori kuota 2007.

Depag juga memberi tunjangan fungsional guru non-PNS bagi 501.831 orang sejak 2008 sebesar Rp 200 ribu per orang untuk guru non S1 per bulan yang pada 2009 naik menjadi Rp 250 ribu. Sedangkan tunjangan fungsional bagi guru non-PNS yang S1, pada 2009 naik menjadi Rp 300 ribu per orang per bulan dari Rp 250 ribu pada 2008.

Untuk 2009, Depag berjanji bahwa total pagu definitif Depag sebesar Rp 26,66 triliun, yang terdiri dari anggaran fungsi pendidikan Rp 23,28 triliun dan fungsi non-pendidikan Rp 3,38 triliun.

Dari pagu definitif fungsi pendidikan Depag 2009 Rp 23,28 triliun itu ditetapkan alokasi untuk delapan program pembangunan pendidikan Islam antara lain yang terbesar Rp 8,87 triliun untuk program manajemen pelayanan pendidikan. Selain itu, Rp 7,29 triliun untuk program Wajar Dikdas sembilan tahun dan Rp 3,24 triliun untuk program peningkatan mutu pendidik dan tenaga kependidikan. Dari total anggaran yang dialokasikan bagi pendidikan Islam Rp 22 triliun, sebagian besar Rp 18,06 triliun dikelola Kanwil Depag Provinsi, Rp 2,55 triliun oleh Perguruan Tinggi Agama Islam Negeri (PTAIN), sisanya Rp 2,7 triliun dikelola Depag pusat.
Janji ini masih terngiang, namun tak satupun yang belum terbukti. Kenyataan di lapapangan guru PAI belum mendapatkan kepastian kapan mendapatkan tunjangan sertifikasi yang dijanjikan itu. Angan-angan memperbaiki hidup lewat sertifikasi, ternyata angan-angan itu belum kesampaian.


Kata Kunci/ keyword Terkait dengan artikel ini :  
guru agama, sertifikasi guru agama, guru agama islam, sertifikasi guru agama islam, guru agama kristen, lowongan guru agama, peranan guru agama.

APA ITU ANDRAGOGI = PENGERTIAN ANDRAGOGI

ANDRAGOGI
(Sebuah Konsep Teoritik)

A. Pengertian

Andragogi berasal dari dua kata dalam bahasa Yunani, yakni Andra berarti orang dewasa dan agogos berarti memimpin. Perdefinisi andragogi kemudian dirumuskan sebagau "Suatu seni dan ilmu untuk membantu orang dewasa belajar". Kata andragogi pertama kali digunakan oleh Alexander Kapp pada tahun 1883 untuk menjelaskan dan merumuskan konsep-konsep dasar teori pendidikan Plato. Meskipun demikian, Kapp tetap membedakan antara pengertian "Social-pedagogy" yang menyiratkan arti pendidikan orang dewasa, dengan andragogi. Dalam rumusan Kapp, "Social-pedagogy" lebih merupakan proses pendidikan pemulihan (remedial) bagi orang dewasa yang cacat. Adapun andragogi, justru lebih merupakan proses pendidikan bagi seluruh orang dewasa, cacat atau tidak cacat secara berkelanjutan.

B. Andragogi dan Pedagogi

Malcolm Knowles menyatakan bahwa apa yang kita ketahui tentang belajar selama ini adalah merupakan kesimpulan dari berbagai kajian terhadap perilaku kanak-kanak dan binatang percobaan tertentu. Pada umumnya memang, apa yang kita ketahui kemudian tentang mengajar juga merupakan hasil kesimpulan dari pengalaman mengajar terhadap anak-anak. Sebagian besar teori belajar-mengajar, didasarkan pada perumusan konsep pendidikan sebagai suatu proses pengalihan kebudayaan. Atas dasar teori-teori dan asumsi itulah kemudian tercetus istilah "pedagogi" yang akar-akarnya berasal dari bahasa Yunani, paid berarti kanak-kanak dan agogos berarti memimpin. Kemudian Pedagogi mengandung arti memimpin anak-anak atau perdefinisi diartikan secara khusus sebagai "suatu ilmu dan seni mengajar kanak-kanak". Akhirnya pedagogi kemudian didefinisikan secara umum sebagai "ilmu dan seni mengajar".

Untuk memahami perbedaan antara pengertian pedagogi dengan pengertian andragogi yang telah dikemukakan, harus dilihat terlebih dahulu empat perbedaan mendasar, yaitu :

1. Citra Diri

Citra diri seorang anak-anak adalah bahwa dirinya tergantung pada orang lain. Pada saat anak itu menjadi dewasa, ia menjadi kian sadar dan merasa bahwa ia dapat membuat keputusan untuk dirinya sendiri. Perubahan dari citra ketergantungan kepada orang lain menjadi citra mandiri. Hal ini disebut sebagai pencapaian tingkat kematangan psikologis atau tahap masa dewasa. Dengan demikian, orang yang telah mencapai masa dewasa akan berkecil hati apabila diperlakukan sebagai anak-anak. Dalam masa dewasa ini, seseorang telah memiliki kemauan untuk mengarahkan diri sendiri untuk belajar. Dorongan hati untuk belajar terus berkembang dan seringkali justru berkembang sedemikian kuat untuk terus melanjutkan proses belajarnya tanpa batas. Implikasi dari keadaan tersebut adalah dalam hal hubungan antara guru dan murid. Pada proses andragogi, hubungan itu bersifat timbal balik dan saling membantu. Pada proses pedagogi, hubungan itu lebih ditentukan oleh guru dan bersifat mengarah.

2. Pengalaman

Orang dewasa dalam hidupnya mempunyai banyak pengalaman yang sangat beraneka. Pada anak-anak, pengalaman itu justru hal yang baru sama sekali.Anak-anak memang mengalami banyak hal, namun belum berlangsung sedemikian sering. Dalam pendekatan proses andragogi, pengalaman orang dewasa justru dianggap sebagai sumber belajar yang sangat kaya. Dalam pendekatan proses pedagogi, pengalaman itu justru dialihkan dari pihak guru ke pihak murid. Sebagian besar proses belajar dalam pendekatan pedagogi, karena itu, dilaksanakan dengan cara-cara komunikasi satu arah, seperti ; ceramah, penguasaan kemampuan membaca dan sebagainya. Pada proses andragogi, cara-cara yang ditempuh lebih bersifat diskusi kelompok, simulasi, permainan peran dan lain-lain. Dalam proses seperti itu, maka semua pengalaman peserta didik dapat didayagunakan sebagai sumber belajar.

3. Kesiapan Belajar

Perbedaan ketiga antara pedagogi dan andragogi adalah dalam hal pemilihan isi pelajaran. Dalam pendekatan pedagogi, gurulah yang memutuskan isi pelajaran dan bertanggung jawab terhadap proses pemilihannya, serta kapan waktu hal tersebut akan diajarkan. Dalam pendekatan andragogi, peserta didiklah yang memutuskan apa yang akan dipelajarinya berdasarkan kebutuhannya sendiri. Guru sebagai fasilitator.

4. Nirwana Waktu dan Arah Belajar

Pendidikan seringkali dipandang sebagai upaya mempersiapkan anak didik untuk masa depan. Dalam pendekatan andragogi, belajar dipandang sebagai suatu proses pemecahan masalah ketimbang sebagai proses pemberian mata pelajaran tertentu. Karena itu, andragogi merupakan suatu proses penemuan dan pemecahan masalah nyata pada masa kini. Arah pencapaiannya adalah penemuan suatu situasi yang lebih baik, suatu tujuan yang sengaja diciptakan, suatu pengalaman pribadi, suatu pengalaman kolektif atau suatu kemungkinan pengembangan berdasarkan kenyataan yang ada saat ini. Untuk menemukan "dimana kita sekarang" dan "kemana kita akan pergi", itulah pusat kegiatan dalam proses andragogi. Maka belajar dalam pendekatan andragogi adalah berarti "memecahkan masalah hari ini", sedangkan pada pendekatan pedagogi, belajar itu justru merupakan proses pengumpulan informasi yang sedang dipelajari yang akan digunakan suatu waktu kelak.

C. Langkah-langkah Pelaksanaan Andragogi

Langkah-langkah kegiatan dan pengorganisasian program pendidikan yang menggunakan asas-asas pendekatan andragogi, selalu melibatkan tujuh proses sebagai berikut :

1. Menciptakan iklim untuk belajar
2. Menyusun suatu bentuk perencanaan kegiatan secara bersama dan saling membantu
3. Menilai atau mengidentifikasikan minat, kebutuhan dan nilai-nilai
4. Merumuskan tujuan belajar
5. Merancang kegiatan belajar
6. Melaksanakan kegiatan belajar
7. Mengevaluasi hasil belajar (menilai kembali pemenuhan minat, kebutuhan dan pencapaian nilai-nilai.

Andragogi dapat disimpulkan sebagai :

1. Cara untuk belajar secara langsung dari pengalaman
2. Suatu proses pendidikan kembali yang dapat mengurangi konflik-konflik sosial, melalui kegiatan-kegiatan antar pribadi dalam kelompok belajar itu
3. Suatu proses belajar yang diarahkan sendiri, dimana kira secara terus menerus dapat menilai kembali kebutuhan belajar yang timbul dari tuntutan situasi yang selalu berubah.

D. Prinsip-prinsip Belajar untuk Orang Dewasa

1. Orang dewasa belajar dengan baik apabila dia secara penuh ambil bagian dalam kegiatan-kegiatan
2. Orang dewasa belajar dengan baik apabila menyangkut mana yang menarik bagi dia dan ada kaitan dengan kehidupannya sehari-hari.
3. Orang dewasa belajar sebaik mungkin apabila apa yang ia pelajari bermanfaat dan praktis
4. Dorongan semangat dan pengulangan yang terus menerus akan membantu seseorang belajar lebih baik
5. Orang dewasa belajar sebaik mungkin apabila ia mempunyai kesempatan untuk memanfaatkan secara penuh pengetahuannya, kemampuannya dan keterampilannya dalam waktu yang cukup
6. Proses belajar dipengaruhi oleh pengalaman-pengalaman lalu dan daya pikir dari warga belajar
7. Saling pengertian yang baik dan sesuai dengan ciri-ciri utama dari orang dewasa membantu pencapaian tujuan dalam belajar.

E. Karakteristik Warga Belajar Dewasa

1. Orang dewasa mempunyai pengalaman-pengalaman yang berbeda-beda
2. Orang dewasa yang miskin mempunyai tendensi, merasa bahwa dia tidak dapat menentukan kehidupannya sendiri.
3. Orang dewasa lebih suka menerima saran-saran dari pada digurui
4. Orang dewasa lebih memberi perhatian pada hal-hal yang menarik bagi dia dan menjadi kebutuhannya
5. Orang dewasa lebih suka dihargai dari pada diberi hukuman atau disalahkan
6. Orang dewasa yang pernah mengalami putus sekolah, mempunyai kecendrungan untuk menilai lebih rendah kemampuan belajarnya
7. Apa yang biasa dilakukan orang dewasa, menunjukkan tahap pemahamannya
8. Orang dewasa secara sengaja mengulang hal yang sama
9. Orang dewasa suka diperlakukan dengan kesungguhan iktikad yang baik, adil dan masuk akal
10. Orang dewasa sudah belajar sejak kecil tentang cara mengatur hidupnya. Oleh karena itu ia lebih suka melakukan sendiri sebanyak mungkin
11. Orang dewasa menyenangi hal-hal yang praktis
12. Orang dewasa membutuhkan waktu lebih lama untuk dapat akrab dan menjalon hubungan dekat dengan teman baru.

F. Karakteristik Pengajar Orang Dewasa

Seorang pengajar orang dewasa haruslah memenuhi persyaratan berikut :

1. Menjadi anggota dari kelompok yang diajar
2. Mampu menciptakan iklim untuk belajar mengajar
3. Mempunyai rasa tanggung jawab yang tinggi, rasa pengabdian dan idealisme untuk kerjanya
4. Menirukan/mempelajari kemampuan orang lain
5. Menyadari kelemahannya, tingkat keterbukaannya, kekuatannya dan tahu bahwa di antara kekuatan yang dimiliki dapat menjadi kelemahan pada situasi tertentu.
6. Dapat melihat permasalahan dan menentukan pemecahannya
7. Peka dan mengerti perasaan orang lain, lewat pengamatan
8. Mengetahui bagaimana meyakinkan dan memperlakukan orang
9. Selalu optimis dan mempunyai iktikad baik terhadap orang
10. Menyadari bahwa "perannya bukan mengajar, tetapi menciptakan iklim untuk belajar"
11. Menyadari bahwa segala sesuatu mempunyai segi negatif fan pisitif.

PENDIDIKAN BUDI PEKERTI = Masih Adakah?

MERANCANG PENDIDIKAN MORAL & BUDI PEKERTI


anusia Indonesia menempati posisi sentral dan strategis dalam pelaksanaan pembangunan nasional, sehingga diperlukan adanya pengembangan sumber daya manusia (SDM) secara optimal. Pengembangan SDM dapat dilakukan melalui pendidikan mulai dari dalam keluarga, hingga lingkungan sekolah dan masyarakat.

Salah satu SDM yang dimaksud bisa berupa generasi muda (young generation) sebagai estafet pembaharu merupakan kader pembangunan yang sifatnya masih potensial, perlu dibina dan dikembangkan secara terarah dan berkelanjutan melalui lembaga pendidikan sekolah. Beberapa fungsi pentingnya pendidikan sekolah antara lain untuk : 1) perkembangan pribadi dan pembentukan kepribadian, 2) transmisi cultural, 3) integrasi social, 4) inovasi, dan 5) pra seleksi dan pra alokasi tenaga kerja ( Bachtiar Rifai). Dalam hal ini jelas bahwa tugas pendidikan sekolah adalah untuk mengembangkan segi-segi kognitif, afektif dan psikomotorik yang dapat dikembangkan melalui pendidikan moral. Dengan memperhatikan fungsi pendidikan sekolah di atas, maka setidaknya terdapat 3 alasan penting yang melandasi pelaksanaan pendidikan moral di sekolah, antara lain : 1). Perlunya karakter yang baik untuk menjadi bagian yang utuh dalam diri manusia yang meliputi pikiran yang kuat, hati dan kemauan yang berkualitas, seperti : memiliki kejujuran, empati, perhatian, disiplin diri, ketekunan, dan dorongan moral yang kuat untuk bisa bekerja dengan rasa cinta sebagai ciri kematangan hidup manusia. 2). Sekolah merupakan tempat yang lebih baik dan lebih kondusif untuk melaksanakan proses belajar mengajar. 3).Pendidikan moral sangat esensial untuk mengembangkan sumber daya manusia (SDM) yang berkualitas dan membangun masyarakat yang bermoral (Lickona, 1996 , P.1993).

Pelaksanaan pendidikan moral ini sangat penting, karena hampir seluruh masyarakat di dunia, khususnya di Indonesia, kini sedang mengalami patologi social yang amat kronis. Bahkan sebagian besar pelajar dan masyarakat kita tercerabut dari peradaban eastenisasi (ketimuran) yang beradab, santun dan beragama. Akan tetapi hal ini kiranya tidak terlalu aneh dalam masyarakat dan lapisan social di Indonesia yang hedonis dan menelan peradaban barat tanpa seleksi yang matang. Di samping itu system [pendidikan Indonesia lebih berorientasi pada pengisian kognisi yang eqivalen dengan peningkatan IQ (intelengence Quetiont) yang walaupun juga di dalamnya terintegrasi pendidikan EQ (Emotional Quetiont). Sedangkan warisan terbaik bangsa kita adalah tradisi spritualitas yang tinggi kemudian tergadai dan lebih banyak digemari oleh orang lain di luar negeri kita, yaitu SQ (Spiritual Quetiont). Oleh sebab itu, perlu kiranya dalam pengembangan pendidikan moral ini eksistensi SQ harus terintegrasi dalam target peningkatan IQ dan EQ siswa.


Akibat dari hanyutnya SQ pada pribadi masyarakat dan siswa pada umumnya menimbulkan efek-efek social yang buruk. Bermacam-macam masalah sosial dan masalah-masalahh moral yang timbul di Indonesia seperti : 1). meningkatnya pembrontakan remaja atau dekadensi etika/sopan santun pelajar, 2). meningkatnya kertidakjujuran, seperti suka bolos, nyontek, tawuran dari sekolah dan suka mencuri, 3). berkurangnya rasa hormat terhadap orang tua, guru, dan terhadap figur-figur yang berwenang, 4). meningkatnya kelompok teman sebaya yang bersifat kejam dan bengis, 5) munculnya kejahatan yang memiliki sikap fanatik dan penuh kebencian, 6). berbahsa tidak sopan, 7). merosotnya etika kerja, 8). meningkatnya sifat-sifat mementingkan diri sendiri dan kurangnya rasa tanggung jawab sebagai warga negara, 9). timbulnya gelombang perilaku yang merusak diri sendiri seperti perilaku seksual premature, penyalahgunaan mirasantika/narkoba dan perilaku bunuh diri, 10). timbulnya ketidaktahuan sopan santun termasuk mengabaikan pengetahuan moral sebagai dasar hidup, seperti adanya kecenderungan untuk memeras tidak menghormati peraturan-peraturan, dan perilaku yang membahayakan terhadap diri sendiri atau orang lain, tanpa berpikir bahwa hal itu salah (Koyan, 2000, P.74).

Untuk merespon gejala kemerosotan moral tersebut, maka peningkatan dan intensitas pelaksanan pendidikan moral di sekolah merupakan tugas yang sangat penting dan sangat mendesak bagi kita, dan perlu dilaksanakan secara komprehensif dan dengan menggunakan strategi serta model pendekatan secara terpadu, yaitu dengan melibatkan semua unsur yang terkait dalam proses pembelajaran atau pendidikan seperti : guru-guru, kepala sekolah orang tua murid dan tokoh-tokoh masyarakat. Tujuan pendidikan moral tidak semata-mata untuk menyiapkan peserta didik untuk menelan mentah konsep-konsep pendidikan moral, tetapi yang lebih penting adalah terbentuknya karakter yang baik, yaitu pribadi yang memiliki pengetahuan moral, peranan perasaan moral dan tindakan atau perilaku moral (Lickona, 1992. P. 53 )

Pada sisi lain, dewasa ini pelaksanan pendidikan moral di sekolah diberikan melalui pembelajaran pancasila dan kewarganegaraan (PPKn) dan Pendidikan agama akan tetapi masih tampak kurang pada keterpaduan dalam model dan strategi pembelajarannya Di samping penyajian materi pendidikan moral di sekolah, tampaknya lebih berorientasi pada penguasaan materi yang tercantum dalam kurikulum atau buku teks, dan kurang mengaitkan dengan isu-isu moral esensial yang sedang terjadi dalam masyarakat, sehingga peserta didik kurang mampu memecahkan masalah-masalah moral yang terjadi dalam masyarakat Bagi para siswa,adalah lebih banyak untuk menghadapi ulangan atau ujian, dan terlepas dari isu-isu moral esensial kehidupan mereka sehari-hari. Materi pelajaran PPKn dirasakah sebagai beban, dihafalkan dan dipahami, tidak menghayati atau dirasakan secara tidak diamalkan dalam perilaku kehidupan hari-hari.

Dalam upaya untuk meningkatkan kematangan moral dan pembentukann karakter siswa. Secara optimal ,maka penyajian materi pendidikan moral kepada para siswa hendaknya dilaksanakan secara terpadu kepada semua pelajaran dan dengan mengunakan strategi dan model pembelajaran seccara terpadu, yaitu dengan melibatkan semua guru, kepala sekolah ,orang tua murid, tokoh-tokoh masyarakat sekitar. Dengan demikian timbul pertanyaan,bahan kajian apa sajakah yang diperlukan untuk merancang model pembelajaran pendidikan moral dengan mengunakan pendekatan terpadu ?

Untuk mengembangkan strategi dan model pembelajaran pendidikan moral dengan menggunakan pendekatan terpadu ,diperlukan adanya analisis kebutuhan (needs assessment) siswa dalam belajar pendidikan moral. Dalam kaitan ini diperlukan adanya serangkaian kegiatan, antara lain : (1) mengidentifikasikan isu-isu sentral yang bermuatan moral dalam masyarakat untuk dijadikan bahan kajian dalam proses pembelajaran di kelas dengan menggunakan metode klarifikasi nilai (2) mengidentifikasi dan menganalisis kebutuhan siswa dalam pembelajaran pendidikan moral agar tercapai kematangan moral yang komprehensif yaitu kematangan dalam pengetahuan moral perasaan moral,dan tindakan moral, (3) mengidentifikasi dan menganalisis masalah-masalah dan kendala-kendala instruksional yang dihadapi oleh para guru di sekolah dan para orang tua murid di tua murid dirumah dalam usaha membina perkembangan moral siswa,serta berupaya memformulasikan alternatif pemecahannya, (4) mengidentifikasi dan mengklarifikasi nilai-nilai moral yang inti dan universal yang dapat digunakan sebagai bahan kajian dalam proses pendidikan moral, (5) mengidentifikasi sumber-sumber lain yang relevan dengan kebutuhan belajar pendidikan moral.

Dengan memperhatikan kegiatan yang perlu dilakukan dalam proses aplikasi pendidikan moral tersebut, kaitannya dengan kurikulum yang senantiasa berubah sesuai dengan akselerasi politik dalam negeri, maka sebaiknya pendidikan moral juga dilakukan penngkajian ulang untuk mengikuti competetion velocities dalam persaingan global. Bagaimanapun negeri ini memerlukan generasi yang cerdas, bijak dan bermoral sehingga bisa menyeimbangkan pembangunan dalam keselarasan keimanan dan kemajuan jaman. Pertanyaannya adalah siapkah lingkungan sekolah (formal-informal), masyarakat dan keluarga untuk membangun komitmen bersama mendukung keinginan tersebut ? Karena nasib bangsa Indonesia ini terletak dan tergantung pada moralitas generasi mudanya. 


Kata Kunci/ keyword Terkait dengan artikel ini : pendidikan, pendidikan nasional, makalah pendidikan, pendidikan agama, menteri pendidikan, menteri pendidikan nasional, pendidikan usia dini, pengertian pendidikan, tujuan pendidikan, pendidikan di indonesia, departemen pendidikan, manajemen pendidikan, pendidikan teknologi, teknologi pendidikan, masalah pendidikan, pidato tentang pendidikan, tingkat pendidikan, pendidikan lingkungan hidup, evaluasi pendidikan, pendidikan pancasila, pentingnya pendidikan, pendidikan nasional indonesia, menteri pendidikan 2010, website pendidikan, pendidikan ppt, departemen pendidikan nasional, komunikasi pendidikan, standar nasional pendidikan, standar pendidikan nasional, pendidikan seks, logo pendidikan, pendidikan internet, kata kata pendidikan, teknologi dan pendidikan, uu pendidikan, inovasi pendidikan, pendidikan luar sekolah, pendidikan menurut islam, kementerian pendidikan nasional, journal pendidikan, aliran pendidikan, pendidikan tik, pendidikan dan kebudayaan, undang-undang pendidikan, pendidikan hukum, dinas pendidikan nasional, internet dalam pendidikan, internet untuk pendidikan, pendidikan jepang, pembiayaan pendidikan, artikel pendidikan indonesia, pendidikan kimia, lembaga pendidikan islam, perkembangan pendidikan indonesia, kementrian pendidikan, info pendidikan, blog pendidikan, uu pendidikan nasional, tujuan pendidikan jasmani, dasar-dasar pendidikan, pendidikan dan pembangunan, pendidikan pesantren, www.pendidikan, manajemen pendidikan islam, reformasi pendidikan, pendidikan diindonesia, hadits tentang pendidikan, komputer dalam pendidikan, menteri pendidikan indonesia, mentri pendidikan, depdiknas.go.id, macam-macam pendidikan, dasar pendidikan nasional, pendidikan sebagai sistem, kementrian pendidikan nasional, penilaian dalam pendidikan, pendidikan kewirausahaan, nilai-nilai pendidikan, aliran-aliran pendidikan, biaya pendidikan itb, faktor-faktor pendidikan, uud pendidikan, pendidikan tradisional, pendidikan sebagai ilmu, nama menteri pendidikan, pendidikan masa kini, jenis-jenis pendidikan, departemen pendidikan indonesia, tokoh-tokoh pendidikan, artikel pendidikan jasmani, pemerataan pendidikan, pendidikan.com, unsur-unsur pendidikan, artikel pendidikan nasional, prinsip-prinsip pendidikan, prinsip pendidikan islam, contoh pantun pendidikan, teori-teori pendidikan, multimedia dalam pendidikan, artikel dunia pendidikan, lambang departemen pendidikan.

WATAK DAN SISTEM GURU DI INDONESIA

BEDA GURU SEKOLAH NEGERI,SEKOLAH SWASTA,DAN BIMBINGAN BELAJAR

Guru merupakan ujung tombak keberhasilan suatu sistem pendidikan. Bagaimanapun sistem pendidikannya, jika guru kurang siap melaksanakannya tetap saja hasilnya sama "jelek". Sistem KBK yang diterapkan saat ini, sebetulnya sudah diterapkan di sekolah swasta yang ekonomi siswanya menengah ke atas. KBK suskses di sekolah swasta karena mereka berani memberikan kesejahteraan guru yang lebih baik dan fasilitas yang lengkap dibandingkan sekolah negeri, setidaknya ini juga disampaikan oleh Pak Said, bahwa sebetulnya yang sangat mempengaruhi kualitas guru adalah kondisi sosial guru. Renungkanlah kalimat yang diucapkan salah seorang guru besar Universiti Kebangsaan Malaysia saat melawat ke Jakarta "Di Indonesia sebetulnya gurunya pintar-pintar jika dibandingkan dengan Malaysia, lalu kenapa pendidikan disana lebih maju pesat, karena kami saat mengajar dalam benak kami tidak punya pikiran aduh gimana besok, sehingga kami benar-benar bekerja keras untuk pendidikan", kira-kira itulah sari kalimat yang disampaikan nya. Jadi, jika kita simak maksud kalimat saat mengajar dalam benak kami tidak punya pikiran "aduh gimana besok", saya yakin maksudnya bahwa agar guru mengajar dengan optinal di kelas, sebaiknya guru diberikan kenyamanan dalam hal kondisi sosialnya.

Di sekolah swasta yang bonafit, guru benar-benar dikontrol kualitasnya dengan berbagai program yang diadakan yayasan demi menjaga kualitas sekolah tersebut dan kepercayaan dari orang tua murid, sehingga hasilnya pun sangat memuaskan. Bukti sederhana bagaimana hasil didikan sekolah-sekolah swasta adalah prestasi siswa mereka di Olimpiade Sains tingkat Nasional dan Internasional. Misalnya, SMA Xaverius Palembang, SMA IPEKA Medan, dan SMA Aloysius Bandung, SMA BPK Penabur.

Guru di PNS (sekolah Negeri), sudah terlanjur terjebak oleh kalimat pahlawan tanpa pamrih, sehingga akibatnya posisi guru di masyarakat, bahkan di kalangan pejabat terasa terpinggirkan dan tersisihkan. Pemalsuan ijazah oleh caleg merupakan salah satu indikasi bahwa posisi guru diremehkan. Saat guru berpikir bahwa yang dilakukannya adalah hanya semata-mata ibadah, lalu godaan pun datang seperti siswa melecehkannya karena merasa "saya punya uang lebih", atau orang tua yang punya jabatan 'wah", seenaknya memaki guru oleh karena anaknya didisiplinkan, atau orang tua ingin anaknya punya rangking, sehingga mengembel-embel hadiah yang menjanjikan". Godaan itu, menjadi hal yang wajar dalam wajah pendidikan Indonesia, yang akhirnya menyeret keterpurukan bagsa ini. Bagi guru yang berkualitas, godaan tersebut seharusnya bisa ditolak, tapi malah ada juga guru yang marah ke siswa karena siswa tidak memberi hadiah saat kenaikan kelas.

Mungkin Pa Said lupa, mengapa banyak guru kurang optimal mengajar di kelas?. Cobalah simak bagaimana sekeksi guru PNS. Mengandalkan Akta IV yang dipunyai calon, calon guru hanya diuji tes tertulis, kemudian wawancara. Lalu apakan diuji cara mengajar atau meyampaikan materi pelajaran?. Ini juga salah satu kelemahan sistem seleksi guru kita di Indonesia (PNS), yang membuat guru mengajar kurang optimal, kita terlalu percaya bahwa yang punya Akta IV bisa mengajar, saya yakin tidak semua?. Kita patut puji Diknas Sukabumi, karena sistem seleksi guru di Sukabumi telah menerapkan hal tersebut. Dan ini pula, yang mengakibatkan kualitas guru di bimbel dengan guru sekolah timpang dalam hal menyampaikan materi.


Lalu bagaimana kualitas guru di sekolah dan di bimbel? Tulisan Sanita (HU PR Selasa, 04/05/04) yang berjudul "Bisakah sistem bimbel diterapkan di sekolah" merupakan ide yang cemerlang, tapi tidak semua betul. Beberapa hal yang mebedakan kuaitas guru di bimbel lebih baik dalam hal menyampaikan materi adalah sebagai berikut.

1. Seleksi guru. Di bimbel, sudah tentu syaratnya harus lulusan PTN, karena dia harus jadi panutan bagaimana siswa menembus PTN, tapi guru PNS tentu tidak hanya lulusan PTN. Selain harus lulus ujian tertulis, calon guru bimbel pun harus menyampaikan cara mengajar yang baik, setelah lulus 2 hal tersebut, biasanya guru diuji coba selama satu bulan, kemudian dinilai oleh siswa melalui angket tertulis, laliu dipertimbangkan untuk mengajar tetap di bimbel tersebut atau tidak sama sekali.

2. Pembinaan guru. Minimalnya setahun sekali, guru-guru bimbel diberikan penyegaran oleh pengajar senior setempat (tentu kualitas keilmuan dan mengajarnya sangat baik). Hal ini dilakukan di Bimbel, tapi guru-guru sekolah melalui Diknas mendapatkan penyeegaran tidak sesering itu.

3. Kesejahteraan guru. Tanyakanlah pada guru-guru yang sudah mengajar di bimbel 5 tahun ke atas. Saya yakin gajinya di atas 2 juta sebulan (meskipun tidak semua), bagaimana di sekolah?. Tetapi, meskipun gaji guru di sekolah tidak lebih sampai 2 juta, guru sekolah punya jaminan kesehatan, tunjangan pensiun, tunjangan dapur, tetapi umumnya di bimbel tidak ada.

4. Fasilitas. Siapa yang tidak senang belajar dengan suasana nyaman, dengan AC, absensi dengan komputer, atau bahkan belajar dengan multimedia, tulisan pengajarnya bagus dan warna-warni (dengan spidol).

5. Guru entertainer. Hal ini yang sulit dimiliki guru, rasa tertekan oleh kondisi social membuat guru sekolah hampir praktis tidak punya rasa entertainer, misal humor, hiburan. Tapi tidak sedikit guru yang memiliki hal itu disekolah. Alasan saya saat SMA menyukai fisika atau kumia, karena guru fisikanya selalu bernyanyi saat siswa menulis, atau guru kimia selalu humor di tengahsiswa serius. Di bimbel sikap entertainer sudah menajdi tuntukan jika tidak ingin kalah bersaing. Keramahan juga merupakan sikap entertainer guru, sehingga guru bimbel selalu bersedia ditanya masalah pelajaran kapanpun.

6. Evaluasi belajar yang rapih. Sistem evaluasi dengan dengan komputerisasi, sehingga siswa dapat dievaluasi kelemahannya di materi atau pelajaran apa, umumnya dilakukan di bimbel.

Namun, tidak semua sistem di bimbel lebih bagus, bahkan banyak hal sistem disekolah lebih bagus. Sistem bimbel pun sulit diterapkan di pelosok, apalagi jika anggaranya terbatas. Keunggulan sekolah dibandingkan bimbel dapat dilihat dari beberapa berikut ini:

1. Di bimbel yang diajarkan hampir bersifat praktis, rata-rata bukanlah konsep dasar, bahkan adakalanya guru bimbel mengajarkan cara cepat yang tidak logis atau tidak dterangkan rumus cepat itu dari mnana. Di sekolah, sudah pasti yang diajarkan konsep dasar (keilmuan dasar), karena hal itu tuntutan kurikulum dari DIKNAS. Sehingga beban guru sekolah sebetulnya lebih berat. Tapi tidak sedikit guru bimbel yang mengajarkan konsep dasar. Guru sekolah, yang juga mengajar di bimbel, biasanya sering mengkombinasikan hal ini, konsep dasar diajarkan dan carac cepat pun diberikan. Guru ini biasanya menajdi favorit di sekolah

2. Di sekolah punya guru BP, tempat siswa curhat. Sayang, hal ini belum dioptimalkan oleh siswa. Namun saat ini, ada juga bimbel yang mengadakan konsultasi mental dalam mengahadapi ujian, sampai mendatangkan pakar otak kanan agar lebih menarik siswa, meskipun bayarannya lebih mahal.

3. Wibawa guru di sekolah sebetulnya lebih besar, siswa lebih segan pada guru sekolah. Tapi bandingkan di Bimbel, tidak sedikit siswa yang seenaknya melecehkan guru, terutama siswa kelas 2, tapi itupun tergantung pendekatan gurunya.

Era globalisasi di Indonesia sudah mulai, jadi Guru berkualitas pun sudah merupakan tuntutan dalam pendidikan nasional. Lalu seperti apa guru berkualitas itu? Tentu yang mengajarnya dimengerti siswa, wawasan keilmuannya baik, suri tauladan bagi pendidikan moral siswanya, dan punya keinginan untuk meng-up grade dirinya, dan totalitas bagi pendidikan. Jika melihat dari permasalah-permasalan yang ada, tentu meningkatkan kulitas guru di sekolah bukan hal yang mudah, tetapi saya punya beberapa pemikiran untuk hal tersebut.

1. Kesejahteraan guru sudah menjadi hal yang wajib untuk diperhatikan, agar posisi tawar guru lebih besar dalam tatanan republik ini. Artinya, jika suatu waktu ekonomi Indonesia membaik, wajar jika guru ditingkatkan kesejahteraanya. Di Negara-negara yang pendidikan maju seperti Jepang, Malaysia atau Singapura gaji guru lebih utama di bandingkan pegawai lain.

2. Dalam penyeleksian Guru hendaknya selalu diuji bagaimana guru menyampaikan materi pelajaran ke siswa, jika memang kurang baik mengajarnya, meskipun tes tertulis lulus lebih baik digagalkan. Atau, jika seleksi dosen ada tes psikotes, mengapa pada seleksi guru tidak dilakukan.

3. Sertifikasi guru dan pembinaan guru perlu dilakukan secara rutin, terutama bagi pengajar baru atau pengajar lama yang memang banyak dikeluhkan oleh siswa kurang baik mengajarnya. Pemerintah dalam hal ini Depdiknas harus tegar, jika guru tersebut tidak bisa mengajar, lebih baik dipindahkan di bagian lain. Jadi, Depdikas sebaiknya memiliki seksi yang memonitoring kualitas guru.

4. Fasilitas sangat mendukung keberhasilan sistem pendidikan. Jika Pemerintah serius terhadap pendidikan, maka fasilitas harus diperbaiki. Untuk halk ini, Pemerintah harus menganggarkan lebih banyak dalam APBN Pendidikan, karena masih banyak sekolah yang tidak layak pakai.

5. Reformasi 3 hal di atas, tentu memerlukan anggaran dana, oleh karena itu Pemerintah bersama legislatif harus berjuang keras agar APBN pendidikan ditingkatkan di atas 20 %.




Kata Kunci/ keyword Terkait dengan artikel ini :  guru, profesi guru, guru profesional, 2010 guru, tunjangan guru, calon guru, profesionalisme guru, tugas guru, pengertian guru, tunjangan profesi guru, info guru, syarat guru, tunjangan fungsional guru, pengembangan guru, portofolio guru, nrg guru, jurnal guru, kompetensi guru profesional, ptk guru, undang-undang guru, dana sertifikasi guru, guru yang profesional, pp guru, chord himne guru, kualifikasi guru, tunjangan guru 2010, evaluasi guru, cara menjadi guru, puisi perpisahan guru, menjadi guru profesional, sertivikasi guru, kesejahteraan guru, profesionalitas guru, sertifikasi guru sma, kewajiban guru, batara guru, apa itu guru, sertifikat guru, karangan jasa guru, guru sebagai profesi, puisi guru ku, syarat guru profesional, pengertian kompetensi guru, adab kepada guru, syarat-syarat guru, pensiun guru, guru sebagai fasilitator, agenda guru, kriteria guru profesional, administrasi guru smk, guru muda.com, syarat guru besar, berapa gaji guru, inpassing guru 2010, cara menghormati guru, tugas-tugas guru, guru bikini, sertifkasi guru, sertifikasi guru.org, srtifikasi guru, jenis-jenis guru, blog guru geografi, guru patimpus, indikator guru profesional, games ngerjain guru, gaji guru besar, guru yang berkualitas, contoh portofolio guru, guru sange, guru profesional download, www.sertifikasi guru, photo guru sekumpul, guru ghaib, guru lesbi, juga guru.com, sifat-sifat guru, toge guru, guru toge, gambar-gambar guru, itil guru, pijatan guru olahraga, gambar profesi guru, guru mursid, usaha sampingan guru, riwayat guru sekumpul, guru pembaharu.com, sertifikasi guru.com, guru semok, kompetensi pribadi guru, kedai guru.com, vagina bu guru, sang guru.com, guru jablay, guru asuma, guru besar psht, guru bejad, bu guru toge, www.juga guru, guru fisika.com, dunia guru.com, guru centil.

PENYAKIT PARA PELAJAR

Malas, penghalang kesuksesan

Malas, merupakan salah satu penyebab negara Indonesia ini tertinggal dengan negara lain khususnya hubungannya dengan Sumber Daya Manusia (SDM). Sebagai contoh janganlah jauh-jauh dahulu ke Eropa, tapi yang dekat terlebih dahulu seperti Malaysia ataupun Singapura yang secara geografis luas negaranya maupun kekayaan alamnya jauh berbeda dengan Indonesia namun jauh berbeda pula dalam hal "manusianya", padahal dulu pelajar maupun guru-guru dari Malaysia datang ke Indonesia ini untuk belajar memperdalam ilmunya.

Malas bisa berarti banyak hal, malas belajar (umum terjadi pada pelajar) ataupun malas dalam lingkup yang universal yaitu malas dalam mengerjakan sesuatu Tapi memang rasa malas sudah merupakan fitrah dari Tuhan dan kita harus yakin bahwa pemberian Tuhan itu selalu ada manfaatnya, hanya saja permasalahannya terletak pada bagaimana kita mengatasi rasa malas tersebut, mencoba mengambil manfaat atau hikmah dari penanganan rasa malas kita dan belajar melihat dari sudut pandang yang lebih baik.

Malas itu bisa diibaratkan seperti keimanan kita yang ada kalanya meningkat dan ada kalanya menurun. Tapi ternyata kalau dilatih terus menerus dan teratur keimanan itu bisa meningkat atau setidaknya tidak menurun. Nah..begitupun dengan malas, dengan cara teratur diikuti dengan kekonsistenan kita mengerjakan metode atau cara mengatasi rasa malas, insyaallah rasa malas bisa di atasi dan bukan tak mungkin bisa berubah menjadi rajin..

Aku jadi terinspirasi oleh temanku yang mengatakan seperti ini, "wah..kalau ada yang nggak malas, hebatlah". Dari perkataan terdapat makna yaitu orang yang malas dengan yang rajin, yang sukses dengan yang gagal sama-sama menghabiskan waktu 24 jam perhari, yang membedakan hanyalah manajemen dan pemanfaatan waktu tersebut. Ada beberapa cara untuk mengatasi rasa malas, diantaranya ialah :

1. Banyak membaca

Jenis bacaannya bisa bermacam-macam, buku, komik, novel ataupun majalah karena disini tidak mempermasalahkan dahulu apakah buku itu baik atau tidak untuk dibaca, tapi yang penting adalah benar terlebih dahulu, benar dalam rangka untuk membentuk kebiasaan dan sifat tidak malas karena nanti itu akan menjadi kepribadian dan karakter kita. Dampak dari membaca adalah kita akan berfikir lebih "jauh" dan akan merasa rugi jika membuat waktu kita tidak efektif dan terbuang dengan sia-sia karena telah terbiasa untuk selalu mengefektifkan waktunya dengan cara yang benar. DR. Aidh Al-Qarni dalam bukunya "La Tahzan" menuliskan "Berpengetahuan dan berwawasan luas, menguasai banyak teori keilmiahan, berfikir secara orisinil, memahami permasalahan dan argumentasi pijakannya adalah sedikit dari sekian bayak factor yang dapat membantu menciptakan kelapangan di dalam hati. Orang yang berpengetahuan luas adalah orang yang berfikiran bebas dan berjiwa teduh". Sedangkan untuk implementasi dari membaca bisa dengan mengajar, menulis, dll.

Setelah kita membaca yang benar, kemudian bertambah tingkatan menjadi baik sehingga menjadi "membaca yang benar dan baik". Baik disini mengandung arti membaca buku -buku yang bermanfaat dan baik tentunya seperti buku tentang pengembangan diri, ilmu pengetahuan maupun agama, bukan lagi buku seperti komik, novel , majalah, dsb. yang biasanya informasinya tidak berlaku untuk jangka waktu yang lama dan tentunya dari segi manfaat dan bobot isi berbeda dengan buku yang baik tadi.

Dan jika setelah membaca kita ingin mempunyai semangat, bacalah buku-buku tentang orang-orang yang sukses atau tokoh -tokoh terkenal, biasanya setelah membaca buku seperti itu, timbul semangat untuk maju dan ingin sukses seperti mereka atau bahkan melebihinya. Bukankah hidup ini harus selalu dinamis dan terus mengalami peningkatan seperti hadits yang sering kita dengar " Barang siapa hari ini lebih buruk dari hari kemarin maka dia orang yang terlaknat, barang siapa yang hari ini sama dengan hari kemarin maka dia orang yang merugi dan barang siapa yang hari ini lebih baik dari hari kemarin maka dialah orang yang diridhai atau diberi rahmat oleh Allah".

2. Permainan pikiran.

Pokoknya, ketika kita ingin melakukan sesuatu dan tiba-tiba rasa malas muncul, jangan pernah mengucapkan ataupun berpikiran negatif seperti "ah.cape nih, sepertinya tidak akan benar". Lebih baik berpikiran positif seperti "wah..sepertinya asyik nih.pasti rame, come on semangat..semangat,de el el. Karena bagimanapun juga energi yang digunakan untuk berpikiran yang negatif dengan positif itu adalah equal alias sama, jadi bukankah lebih baik apabila kita hanya memasukkan pikiran yang positif saja. Otak secara otomatis akan menerima perintah dan masukan dari kita. Kalau berpikiran malas, pasti rasanya malas terus, otak kita akan mencari alasan supaya kita menjadi malas. "Apa yang anda pikirkan akan menjadi kenyataan" (Quantum Learning). Kemudian jika kita melakukan sesuatu harus sesuai mood dan kalau tidak mood maka yang ada hanya malas, yakinlah tidak akan sempurna, seharusnya mood atau tidak, kerjakan saja. Justru mood itu datang saat kita sedang melakukan suatu kegiatan, bukan sebelum kegiatan tersebut akan dilakukan. Masalah penampakan mood itu hanya sebuah alasan sebagai persembunyian akan rasa malas tersebut. Jadi Intinya kerjakan saja dan selalu berpikiran positif, semua itu akan membuat hidup lebih hidup.. Rasa malas tidak akan pernah hilang jika kita terus berpikiran malas dan hanya menunggu malasnya hilang. Seperti slogan salah satu produk sepatu, Just Do It .!

3. Memiliki Tujuan

Hidup bisa diibaratkan dengan sebuah kapal laut dan kitalah nahkodanya. Kalau seorang nahkoda tidak punya tujuan dan tidak mempunyai kejelasan mau dibawa kemana kapal tersebut, maka kapak itu hanya akan terombang-ambing oleh ombak dan hanya mengikuti kemana air mengalir. Dengan tujuan kita punya impian dan akan mengerahkan upaya untuk mencapai tujuan tersebut sehingga rasa malas akan tersingkirkan.

Sangatlah rugi kalau hidup ini layaknya kapal tadi, hanya mengikuti kemana air mengalir, tidak punya suatu kejelasan. Hidup ini terlalu berharga untuk disia-siakan, seperti kata bijak "masa depan adalah apa yang kita lakukan pada hari ini". Terus kalau kita malas terus bisa ditebak bagaimana jadinya masa depan kita. Semakin banyak yang kita perbuat semakin nyatalah jati diri kita. Kemudian untuk mengatasi malas, kita juga harus selalu introspeksi diri sendiri supaya kita terus memperbaharui diri dan memperbaiki kesalahan yang kita perbuat. Dan jangan lupa juga untuk selalu berpikiran ke depan. Silakan malas malasan sekarang, tapi kita juga harus siap dan berani menanggung akibatnya suatu saat nanti, khan apa yang kita tanam itulah yang akan kita tuai. Ingat, kitalah pemimpin diri kita sendiri !.

4. Berdoa

Meskipun dengan semangat yang menggebu, banyak membaca, dan terus mencari cara untuk menghilangkan malas, tetap saja kalau tanpa seizin -Nya, semua itu tidak akan pernah berhasil. Supaya kita tidak jadi orang yang sombong, banyak - banyaklah berdoa karena doa merupakan suatu pengharapan yang akan membuat kita selalu termotivasi khususnya secara psikologis. Kata - kata yang diucapkan dalam doa akan menjadi suatu pemikiran yang positif bagi kita. Lalu apa yang kita lakukan setelah kita berdoa ? jawabnya adalah ikhtiar. Kita tidak bisa hanya berdoa saja tanpa melakukan suatu upaya. Sebagai wujud tanggung jawab dari doa kita adalah kita bersungguh-sungguh berusaha mewujudkan doa tersebut. Setelah itu barulah kita bertawakkal yang berarti menyerahkan setiap urusan kepada - Nya. Kita harus sadar bahwa kita itu penuh dengan keterbatasan, kita hanya bisa berusaha dan berdoa sedangkan Tuhanlah yang berhak menentukan. Tentunya supaya doa kita dikabulkan, syarat mutlak adalah rajin beribadah..

Perlu diingat bahwa yang benar-benar ada itu adalah orang yang rajin dengan yang malas, bukan yang pintar dengan yang bodoh, karena kita itu semuanya makhluk yang unggul, coba bayangkan sebelum kita terlahir ke dunia ini kita sudah bersaing dengan berjuta-juta sperma, dan kitalah yang keluar sebagai pemenangnya.

Mungkin masih banyak cara-cara yang lain, tapi semoga cara-cara diatas bisa menghilangkan atau minimal mengurangi rasa malas kita. Tapi semuanya kembali kepada diri kita sendiri karena rasa malas akan terus menghantui kalau kitanya sendiri tidak pernah ada keinginan kuat untuk menghilangkannya. Bagaimana ?

TUJUAN DASAR PENDIDIKAN

Buat Apa Sekolah?
Suatu Pertanyakan yang terkadang lupa kita tanyakan kepada Siswa?

Seorang ibu berkata pada anaknya" nak kalau sudah besar kamu harus jadi pegawai negeri sipil (PNS) biar hidupmu tidak susah, jangan meniru bapak dan ibumu yang tiap hari harus jualan sayur kepasar, biar bapak dan ibu saja yang bodoh dan susah cari uang liat tetangga kita itu sekolahannya tinggi coba lihat hidupnya enak kamu harus mencontoh dia" . Sementara dilain pihak seorang ibu berkata " buat apa sekolah tinggi-tinggi ? dokter sudah ada, menteri sudah ada, guru banyak, presiden sudah ada, mendingan uang sekolahmu dibelikan sapi biar beranak-pinak lebih jelas hasilnya dari pada harus dibayarkan untuk sekolah, coba lihat si lukman itu sekolah jauh-jauh tapi setelah selesai nganggur dan akhirnya sekarang jadi sopir anggutan.." !

Sadar atau tidak, ditingkatan masyarakat opini yang terbangun mengenai dunia pendidikan (sekolah) seperti yang diilustrasikan diatas. Masyarakat menilai bahwa salah satu alat keberhasilan seseorang bersekolah adalah sejauh mana dia mampu membawa dirinya pada status social yang tinggi dimasyarakat indikasinya adalah apakah seseorang itu bekerja dengan berpenampilan elegan (berdasi, pake sepatu mengkilap, dan membawa tas kantor) atau tidak, dan apakah seseorang tersebut bisa kaya dengan pekerjaannya? Kalau seseorang yang telah menempuh jenjang pendidikan (SLTA, D1, D2, D3, S1, S2, dan S3) lulus dan setelah itu menganggur maka dia telah gagal bersekolah. Hal semacam inilah yang sering ditemui di masyarakat kita.

Mencermati hal diatas, apakah memang praktek-praktek pendidikan yang selama ini dijalani ada kesalahan proses?, mengapa dunia pendidikan belum bisa memberikan pengaruh pencerahan ditingkatan masyarakat, lantas apa yang selama ini dilakukannya oleh dunia pendidikan kita? kalaupun yang diopinikan masyarakat itu adalah kesalahan berpikir, mengapa kualitas pendidikan di Indonesia tidak lebih baik dari negara lainnya, bukankah setiap hari upaya perbaikan pendidikan terus dilakukan mulai dari seminar sampai dengan pembuatan undang-undang system pendidikan nasional? Atau inilah yang dimaksud oleh Ivan Ilich bahwa "SEKOLAH itu lebih berbahaya daripada nuklir. Ia adalah candu! Bebaskan warga dari sekolah."


Jelasnya pendidikan (sekolah) bukanlah suatu proses untuk mempersiapkan manusia-manusia penghuni pabrik, berpenampilan elegan apalagi hanya sebatas regenerasi pegawai negeri sipil (PNS), tapi lebih dari itu adalah pendidikan merupakan upaya bagaimana memanusiakan manusia. Tentunya proses tersebut bukan hal yang sederhana butuh komitmen yang kuat dari setiap komponen pendidikan khusunya pemerintah bagaimana memposisikan pendidikan sebagai inventasi jangka panjang dengan produk manusia-manusia masa depan yang hadal, kritis dan bertanggung jawab. Kalau dunia pendidikan hanya diposisikan sebagai pelengkap dunia industri maka bisa jadi manusia-manusia Indonesia kedepan adalah manusia yang kapitalistik, coba perhatikan menjelang masa-masa penerimaan siswa/mahasiswa tahun ajaran baru dipinggir jalan sering kita temukan mulai dari spanduk, baliho, liflet, brosur, pamlet dan stiker yang bertuliskan slogan yang kapitalistik seperti " lulus dijamin langsung kerja, kalau tidak uang kembali 100%, adapula yang bertuliskan "sekolah hanya untuk bekerja, disini tempatnya" apalagi banyaknya sekolah-sekolah yang bergaya industri semakin memperparah citra dunia pendidikan yang cenderung lebih berorientasi pada pengakumulasian modal daripada pemenuhan kualitas pelayanan akademik yang diberikan. Akhirnya terlihat dengan jelas bagaimana mutu SDM Indonesia yang jauh dari harapan seperti dilaporkan oleh studi UNDP tahun 2000 yang menyatakan bahwa Human Development Indeks (HDI) Indonesia menempati urutan ke 109 dari 174 negara atau data tahun 2001 menempati urutan ke 102 dari 162 negara.

Jadi, tidak mengherankan kalau ditingkatan masyarakat memandang dunia pendidikan (sekolah) sampai hari ini seperti layaknya sebagai institusi penyalur pegawai negeri sipil (PNS) indikasi dari pandangangan tersebut bisa dilihat bagaimana animo masyarakat yang cukup tinggi ketika pembukaan pendaftaran calon pegawai negeri sipil (CPNS) seolah-olah status/gelar akademik yang mereka capai (D1,D2,D3,S1,S2, dan S3) hanya cocok untuk kerja-kerja kantoran (PNS) hal inipun merupakan salah satu faktor yang menyebabkan tingkat pengangguran kaum terdidik setiap tahunnya bertambah sebab kesalahan motiv sekolah sebagai akibat dari prilaku sekolah yang kapitalistik akhirnya banyak melahirkan kaum terdidik yang bermentalitas "Gengsi gede-gedean"

Beberapa hal diatas setidaknya menjadi renungan bagi dunia pendidikan kita bahwa pendidikan bukanlah sesederhana dengan hanya mengupulkan orang lantas diceramahi setelah itu pulang kerumah mengerjakan tugas besoknya kesekolah lagi sampai kelulusan dicapainya (sekolah berbasis jalan tol), kalau aktivitas sekolah hanya monoton semacam ini maka pilihan untuk bersekolah merupakan pilihan yang sangat merugikan akan tetapi kalau proses yang dijalankannya tidak seperti sekolah jalan tol maka pilihan untuk beinvestasi di dunia pendidikan dengan jalan menyekolahkan anak-anak kita merupakan pilihan yang sangat cerdas. Oleh sebab itu sudah saatnya dunia pendidikan kita mereformasi diri secara serius khusunya bagaimana pembelajaran di sekolah itu bisa dijalankan melalui prinsip penyadaran kritis sehingga melalui kekuatan kesadaran kritis bisa menganalisis, mengaitkan bahkan menyimpulkan bahwa persoalan kemiskinan, pengangguran, dan lainnya merupakan persoalan system bukan karena persoalan jenjang sekolah. Inilah yang seharusnya menjadi muatan penting untuk diinternalisasikan disetiap diri siswa.

Selain itu, mengembalikan kepercayaan masyarakat bahwa sekolah itu tidak sekedar tahapan untuk bekerja kantoran menjadi salah satu agenda dunia pendidikan yang harus segera dilakukan sehingga masyarakatpun bisa memahami secara holistik untuk apa pendidikan itu dilahirkan. Agenda semacam ini akan bisa dijalankan secara baik kalau masing-masing insitusi pendidikan bertindak secara fair bagaimana proses penerimaan siswa baru tidak lagi memakai slogan yang menyesatkan. Mempertahankan sekolah yang kapitalistik sama saja menggerogoti minat dan motivasi masyarakat untuk turut serta dalam mencerdaskan kehidupan bangsa.


Kata Kunci/ keyword Terkait dengan artikel ini : pendidikan, pendidikan nasional, makalah pendidikan, pendidikan agama, menteri pendidikan, menteri pendidikan nasional, pendidikan usia dini, pengertian pendidikan, tujuan pendidikan, pendidikan di indonesia, departemen pendidikan, manajemen pendidikan, pendidikan teknologi, teknologi pendidikan, masalah pendidikan, pidato tentang pendidikan, tingkat pendidikan, pendidikan lingkungan hidup, evaluasi pendidikan, pendidikan pancasila, pentingnya pendidikan, pendidikan nasional indonesia, menteri pendidikan 2010, website pendidikan, pendidikan ppt, departemen pendidikan nasional, komunikasi pendidikan, standar nasional pendidikan, standar pendidikan nasional, pendidikan seks, logo pendidikan, pendidikan internet, kata kata pendidikan, teknologi dan pendidikan, uu pendidikan, inovasi pendidikan, pendidikan luar sekolah, pendidikan menurut islam, kementerian pendidikan nasional, journal pendidikan, aliran pendidikan, pendidikan tik, pendidikan dan kebudayaan, undang-undang pendidikan, pendidikan hukum, dinas pendidikan nasional, internet dalam pendidikan, internet untuk pendidikan, pendidikan jepang, pembiayaan pendidikan, artikel pendidikan indonesia, pendidikan kimia, lembaga pendidikan islam, perkembangan pendidikan indonesia, kementrian pendidikan, info pendidikan, blog pendidikan, uu pendidikan nasional, tujuan pendidikan jasmani, dasar-dasar pendidikan, pendidikan dan pembangunan, pendidikan pesantren, www.pendidikan, manajemen pendidikan islam, reformasi pendidikan, pendidikan diindonesia, hadits tentang pendidikan, komputer dalam pendidikan, menteri pendidikan indonesia, mentri pendidikan, depdiknas.go.id, macam-macam pendidikan, dasar pendidikan nasional, pendidikan sebagai sistem, kementrian pendidikan nasional, penilaian dalam pendidikan, pendidikan kewirausahaan, nilai-nilai pendidikan, aliran-aliran pendidikan, biaya pendidikan itb, faktor-faktor pendidikan, uud pendidikan, pendidikan tradisional, pendidikan sebagai ilmu, nama menteri pendidikan, pendidikan masa kini, jenis-jenis pendidikan, departemen pendidikan indonesia, tokoh-tokoh pendidikan, artikel pendidikan jasmani, pemerataan pendidikan, pendidikan.com, unsur-unsur pendidikan, artikel pendidikan nasional, prinsip-prinsip pendidikan, prinsip pendidikan islam, contoh pantun pendidikan, teori-teori pendidikan, multimedia dalam pendidikan, artikel dunia pendidikan, lambang departemen pendidikan.

NILAI PENDIDIKAN KITA DI MASA DEPAN

Nilai Pedagogis Paulo Freire Dan Masa Depan Pendidikan

Pendidikan di Indonesia nampaknya sudah tidak berhasil ditinjau dari aspek pedagogis. Dunia pendidikan sekarang dinilai kering dari aspek pedagogis, dan sekolah nampak lebih mekanis sehingga seorang anak sekolah cenderung kerdil karena tidak mempunyai dunianya sendiri . Untuk itu, diperlukan adanya satu upaya baru dalam menjalankan proses belajar mengajar. Baru, dalam pengertian berbeda dari yang selama ini melembaga dalam duni pendidikan kita. Salah satu metode pendidikan yang dinilai tepat dijalankan di dunia ketiga adalah konsep pendidikan Paulo Freire yang menganggap bahwa pendidikan merupakan proses pembebasan .

Mengapa Paulo Freire
Paulo Freire dilahirkan 1921 di Recife, salah satu daerah paling miskin dan terbelakang di timur laut Brazil lewat karya pendidikannya dapat kita sebut sebagai bahwa pikirannya mewakili jawaban dari sebuah pikiran kreatif dan hati nurani yang peka akan kesengsaraan dan penderitaan luar biasa kaum tertindas di sekitarnya . Kondisi ketertindasannya di Recife tersebut cukup menggambarkan pola keumuman praktek pendidikan di dunia ketiga, termasuk di Indonesia. Disanalah tumbuhnya kebudayaan bisu dikalangan orang-orang yang tertindas. Lebih jauh Paulo Freire mengungkapkan bahwa proses pendidikan -dalam hal ini hubungan guru-murid- di semua tingkatan identik dengan watak bercerita. Murid lebih menyerupai bejana-bejana yang akan dituangkan air (ilmu) oleh gurunya. Karenanya, pendidikan seperti ini menjadi sebuah kegiatan menabung. Murid sebagai "celengan" dan guru sebagai "penabung". Secara lebih spesifik, Freire menguraikan beberapa ciri dari pendidikan yang disebutnya model pendidikan "gaya bank" tersebut.

1. Guru mengajar, murid diajar.
2. Guru mengetahui segala sesuatu, murid tidak tahu apa-apa.
3. Guru berpikir, murid dipikirkan.
4. Guru bercerita, murid mendengarkan.
5. Guru menentukan peraturan, murid diatur.
6. Guru memilih dan memaksakan pilihannya, murid menyetujui.
7. Guru berbuat, murid membayangkan dirinya berbuat melalui perbuatan gurunya.
8. Guru memilih bahan dan ini pelajaran, murid (tanpa diminta pendapatnya) menyesuaikan diri dengan pelajaran itu.
9. Guru mencampuradukan kewenangan ilmu pengetahuan dan kewenangan jabatannya, yang ia lakukan untuk menghalangi kebebasan murid.
10. Guru adalah subyek dalam proses belajar, murid adalah obyek belaka. Sebagai jawaban atas pendidikan gaya bank tersebut, Freire menawarkan bahwa sesungguhnya pendidikan semestinya dilakukan secara dialogis. Proses dialogis ini merupakan satu metode yang masuk dalam agenda besar pendidikan Paulo Freire yang disebutnya sebagai proses penyadaran (konsientisasi). Menurutnya, konsientisasi merupakan proses kemanusiaan yang ekslusif.

Pendidikan Kita Anti Realitas
Potret buram pendidikan kita berawal dari hal yang sesungguhnya sangat fundamental. Pendidikan kita tidaklah berangkat dari satu realitas masyarakat didalamnya, bahkan dapat dikatakan jauh dari realitas. Sebagai contoh, realitas kehidupan kita sebagian besar ada di pedesaan dan bekerja di ladang pertanian. Tetapi, kenyataan tersebut tidak digarap dengan baik di setiap jenjang pendidikan kita, baik dalam proses pembelajaran maupun dalam kegiatan riset. Contoh lainnya dapat kita cermati dalam pendidikan agama di persekolahan. Pendidikan agama diajarkan secara antirealitas. Padahal pluralitas kehidupan beragama kita merupakan realitas yang tidak perlu dipungkiri lagi. Pendidikan agama masih diajarkan sebagai bagian dari usaha seseorang untuk memonopoli Tuhan dan kebenaran, dan dengan sendirinya menghakimi orang lain yang berbeda agama dengannya. Akibatnya, realitas kehidupan beragama kita kurang berfungsi sebagai pengikat persaudaraan dan membantu menumbuhkan kearifan dan sikap rendah hati untuk saling menghormati dan saling memahami perbedaan yang ada. Pada akhirnya, pluralitas kehidupan beragama lebih cenderung menjadi penyebab konflik yang tak habis-habisnya.

Relitas ekonomi masyarakat Indonesia yang sebagian besar masih berada dalam kategori miskin dan terbelakang tidak pula dijadikan bahan pijakan untuk menentukan sistem pendidikan di Indonesia. Sekolah sekarang lebih mirip sebagai industri kapitalis daripada sebagai pengemban misi sosial kemanusiaan dalam mencerdaskan kehidupan bangsa. Sementara untuk sekolah tinggi (baca pendidikan tinggi/perguruan tinggi), suatu ketika Menteri Pendidikan Nasional, Malik Fajar, mengemukakan bahwa perkembangan perguruan tinggi negeri (PTN) akhir-akhir ini lebih mirip toko kelontong. PTN kini kian mengecil dan berkeping-keping dengan membuka sekaligus menawarkan aneka program studi jangka pendek dan program ekstensi. Tujuannya jelas, penjualan kelontong itu lebih berorientasi profit (mengejar keuntungan materi) ketimbang pengembangan ilmu.

Fungsi sekolah masa lalu yang mengemban misi agung sebagai pencerdas kehidupan bangsa, kini tak ubahnya lahan bisnis untuk memperoleh keuntungan. Akibatnya, hanya kelompok elit sosial-lah yang yang mendapatkan pendidikan cukup baik. Kaum miskin menjadi kaum marjinal secara terus-menerus. Merekalah yang disebut Paulo Freire sebagai "korban penindasan". Proses penindasan yang sudah mewabah dalam berbagai bidang kehidupan semakin mendapat legitimasi lewat sistem dan metode pendidikan yang paternalistik, murid sebagai obyek pendidikan, intruksisional dan anti dialog. Dengan demikian, pendidikan pada kenyataannya tidak lain daripada proses pembenaran dari praktek-praktek yang melembaga. Secara ekstrim Freire menyebutkan bahwa sekolah tidak lebih dari penjinakan. Digiring kearah ketaatan bisu, dipaksa diam dan keharusannya memahami realitas diri dan dunianya sebagai kaum yang tertindas. Bagi kelompok elit sosial, kesadaran golongan tertindas membahayakan keseimbangan struktur masyarakat hierarkis piramidal.

Metode Dialog : Hadap Masalah
Karena penyebab tidak berhasilnya pendidikan kita sebagai akibat dari penerapan metode pendidikan konvensional, anti dialog, proses penjinakan, pewarisan pengetahuan, dan tidak berumber pada satu realitas masyarakat, maka kini tiba saatnya kita untuk merefleksikannya. Mau tidak mau, pendidikan kini harus berangkat dari proses dialogis antar sesama subyek pendidikan. Dialog yang lahir sebagai buah dari pemikiran kritis sebagai refleksi atas realitas. Hanya dialoglah yang menuntut pemikiran kritis dan melahirkan komunikasi. Tanpa komunikasi tidak akan mungkin ada pendidikan sejati. Sebagai respon atas praktek pendidikan anti realitas, Freire mengharuskan bahwa pendidikan harus diarahkan pada proses hadap masalah. Titik tolak penyusunan program pendidikan atau politik harus beranjak dari kekinian, eksistensial, dan konkrit yang mencerminkan aspirasi-aspirasi rakyat. Program tersebut diharapkan akan merangsang kesadaran rakyat dalam menghadapi tema-tema realitas kehidupan. Hal ini sejalan dengan tujuan pembebasan dari pendidikan dialogis. Pendidikan yang membebaskan, menurut Freire, agar manusia merasa sebagai tuan bagi pemikirannya sendiri.

Secara umum praktek pendidikan sebagai mana yang lazim disebut sebagai metode-nilai pedagogis dapat kita rangkum dalam dua kata tadi, dialog dan hadap masalah. Entahpun pengembangan lainnya tentu saja dapat kita lakukan seiring kondisi yang bersangkutan.

Pendidikan Indonesia Masa Depan
Ketika memimpikan tentang pendidikan masa depan kita tidak dapat melepaskan sejarah masa lalu dan realitas yang melingkupi sekarang. Sejarah mempunyai pengaruh yang sangat kuat terhadap pendidikan. Hal ini berarti, perkembangan pendidikan merupakan fungsi perkembangan sejarah masyarakat. Pramoedya Ananta Toer mengemukakan bahwa keengganan kita belajar dari sejarah telah mengakibatkan kita menuai kegagalan sebagai bangsa disaat ini.

Beberapa penyebab diantaranya telah kita simak pada bagian terdahulu. Maka, pendidikan untuk masa depan haruslah mengindikasikan agar dunia pendidikan kita dibebaskan dari suasana bisnis, agen perpanjangan kapitalisme gaya baru : kapitalisme pendidikan. Kurikulum pendidikan juga sudah saatnya berangkat dari sebuah realitas masyarakat, penataan kembali pendidikan agama, penanaman demokrasi dan menumbuhkan pemikiran kritis. Karena tujuan pendidikan juga bukan hanya kognitif semata, maka tinjauan apektif harus pula dijadikan bahan acuan dalam menjalankan proses pendidikan. Pendidikan harus berangkat dan memupuk keterampilan sosial (sosial skills) dan keterampilan hidup (life skills).

Potret pendidikan kita dimasa depan adalah tergantung dari sekarang. Rancangan Undang Undang Sitem Pendidikan Nasional (RUU Sisdiknas) yang sampai saat ini tetap menjadi polemik, mudah-mudahan dapat menjawab permasalahan pendidikan kita. Semoga, tidak ada lagi pertanyaan yang menggugat eksistensi lembaga pendidikan seperti yang ungkapkan Roem Topatimasang, "Jika sekarang banyak orang berwatak dan bersikap 'setengah manusia, seperempat binatang, dan seperempat lagi setan', merupakan hasil bentukan sekolah




Kata Kunci/ keyword Terkait dengan artikel ini : pendidikan, pendidikan nasional, makalah pendidikan, pendidikan agama, menteri pendidikan, menteri pendidikan nasional, pendidikan usia dini, pengertian pendidikan, tujuan pendidikan, pendidikan di indonesia, departemen pendidikan, manajemen pendidikan, pendidikan teknologi, teknologi pendidikan, masalah pendidikan, pidato tentang pendidikan, tingkat pendidikan, pendidikan lingkungan hidup, evaluasi pendidikan, pendidikan pancasila, pentingnya pendidikan, pendidikan nasional indonesia, menteri pendidikan 2010, website pendidikan, pendidikan ppt, departemen pendidikan nasional, komunikasi pendidikan, standar nasional pendidikan, standar pendidikan nasional, pendidikan seks, logo pendidikan, pendidikan internet, kata kata pendidikan, teknologi dan pendidikan, uu pendidikan, inovasi pendidikan, pendidikan luar sekolah, pendidikan menurut islam, kementerian pendidikan nasional, journal pendidikan, aliran pendidikan, pendidikan tik, pendidikan dan kebudayaan, undang-undang pendidikan, pendidikan hukum, dinas pendidikan nasional, internet dalam pendidikan, internet untuk pendidikan, pendidikan jepang, pembiayaan pendidikan, artikel pendidikan indonesia, pendidikan kimia, lembaga pendidikan islam, perkembangan pendidikan indonesia, kementrian pendidikan, info pendidikan, blog pendidikan, uu pendidikan nasional, tujuan pendidikan jasmani, dasar-dasar pendidikan, pendidikan dan pembangunan, pendidikan pesantren, www.pendidikan, manajemen pendidikan islam, reformasi pendidikan, pendidikan diindonesia, hadits tentang pendidikan, komputer dalam pendidikan, menteri pendidikan indonesia, mentri pendidikan, depdiknas.go.id, macam-macam pendidikan, dasar pendidikan nasional, pendidikan sebagai sistem, kementrian pendidikan nasional, penilaian dalam pendidikan, pendidikan kewirausahaan, nilai-nilai pendidikan, aliran-aliran pendidikan, biaya pendidikan itb, faktor-faktor pendidikan, uud pendidikan, pendidikan tradisional, pendidikan sebagai ilmu, nama menteri pendidikan, pendidikan masa kini, jenis-jenis pendidikan, departemen pendidikan indonesia, tokoh-tokoh pendidikan, artikel pendidikan jasmani, pemerataan pendidikan, pendidikan.com, unsur-unsur pendidikan, artikel pendidikan nasional, prinsip-prinsip pendidikan, prinsip pendidikan islam, contoh pantun pendidikan, teori-teori pendidikan, multimedia dalam pendidikan, artikel dunia pendidikan, lambang departemen pendidikan.


Asesmen dalam Pembelajaran Sains SD

Tanggung Jawab siapa Asesmen dalam Pembelajaran Sains SD ?

Indikator utama yang digunakan untuk menilai kualitas pembelajaran dan kelulusan siswa dari suatu lembaga pendidikan, sering didasarkan pada hasil belajar siswa yang tertera pada nilai tes hasil belajar ( UN, USBN, UAN ). Dampak dari pandangan tersebut yang diperkuat dengan bentuk tes yang digunakan, mendorong guru berlomba-lomba mentrasfer materi pelajaran sebanyak-banyak-nya untuk mempersiapkan anak didik dalam mengikuti THB atau Ebtanas. Akibatnya seperti yang dikemukakan oleh A. Malik Fajar dalam harian Kompas (Mei 1994:4) bahwa yang terjadi kemudian adalah anak didik dipaksa untuk melahap informasi yang disampaikan tanpa diberi peluang sedikit pun untuk melaksanakan refleksi secara kritis. Dalam hal ini anak didik hanya dituntut untuk belajar dengan cara menghapal semua informasi yang telah disampaikan oleh guru.

Dari hasil pengamatan di lapangan (terutama terhadap pembelajaran Sains di Sekolah Dasar), proses penilaian yang dilakukan selama ini semata-mata hanya menekankan pada penguasaan konsep yang dijaring dengan tes tu;is obyektif dan subyektif sebagai alat ukurnya. Hal ini didukung oleh penelitian Nuryani, dkk (1992:8) yang mengemukakan bahwa pengujian yang dilakukan selama ini baru mengukur pengusaan materi saja dan itu pun hanya meliputi ranah kognitif tingkat rendah. Keadaan semacam ini merupakan salah satu penyebab guru enggan melakukan kegiatan pembela-jaran yang memfokuskan pada pengembangan keterampilan proses anak. Kegiatan pembelajaran yang dilakukan umumnya hanya terpusat pada pen-yampaian materi dalam buku teks. Keadaan faktual ini mendorong siswa untuk menghapal pada setiap kali akan diadakan tes harian atau tes hasil belajar. Padahal untuk anak jenjang sekolah dasar yang harus diutamakan adalah bagaimana mengembangkan rasa ingin tahu dan daya kritis anak terhadap suatu masalah (Mahar Marjono, 1996:10).

Proses pembelajaran Sains di SD menuntut keterlibatan peserta didik secara aktif dan bertujuan agar penguasaan dari kognitif , afektif, serta psi-komotorik terbentuk pada diri siswa (Moh. Amin, 1987:42), maka alat ukur hasil belajarnya tidak cukup jika hanya dengan tes obyektif atau subyektif saja. Dengan cara penilaian tersebut keterampilan siswa dalam melakukan aktivitas baik saat melakukan percobaan maupun menciptakan hasil karya belum dapat diungkap. Demikian pula tentang aktivitas siswa selama mengerjakan tugas dari guru. Baik berupa tugas untuk melakukan perco-baan, peragaan maupun pengamatan.

Fenomena di atas menunjukkan bahwa bentuk atau sistem penilaian yang digunakan dalam mengukur hasil belajar siswa sangat berpengaruh terhadap strategi pembelajaran yang dirancang dan dilaksanakan guru. Sis-tem penilaian yang benar adalah yang selaras dengan tujuan dan proses pembelajaran. Tujuan pembelajaran Sains SD pada kurikulum 2004, dapat dirangkum ke dalam tiga aspek sasaran pembelajaran yaitu penguasaan konsep Sains, pengembangan keterampilan proses/kinerja siswa, dan pena-naman sikap ilmiah. Oleh karennya agar informasi tentang hasil belajar siswa dapat mengungkap secara menyeluruh, maka perlu melakukan pe-ngukuran terhadap ketiga aspek tersebut di atas. Dengan demikian sasaran dari penilaian hasil belajar di SD meliputi semua komponen yang men-yangkut proses dan hasil belajar siswa dalam kegiatan belajar mengajar.

Tiga target pembelajaran dalam pendidikan Sains SD menuntut kon-sekuensi terhadap alat ukur yang digunakan. Penggunaan tes obyektif dan subyektif semata-mata sangatlah tidak tepat. Kedua bentuk tes ini hanya mampu menggambarkan seberapa banyak informasi yang berhasil dikum-pulkan siswa dan mempunyai kecenderungan membuat siswa lebih pasif dari pada kreatif, karena peserta didik hanya dibiasakan untuk mengingat materi yang sudah dihapalnya (Muh. Nur, 1997:2; Riberu, 1996:4). Agar hasil belajar dapat diungkap secara menyeluruh, maka selain digunakan alat ukur tes obyektif dan subyektif perlu dilengkapi dengan alat ukur yang da-pat mengetahui kemampuan siswa dari aspek kerja ilmiah (keterampilan dan sikap ilmiah) dan seberapa baik siswa dapat menerapkan informasi pengetahuan yang diperolehnya. Alat penilaian yang diasumsikan dapat memenuhi hal tersebut antara lain adalah Tes Kinerja atau Performance Test dan jenis penilaian alternatif lainnya seperti penilaian produk, portofolio, dan penilaian tingkah laku (Stiggins, 1994:159; Depdiknas-Penilaian Kelas, 2004:36). Dengan menerapkan penilaian seperti itu terhadap siswa, dapat dikumpulkan bukti-bukti kemajuan siswa secara aktual yang dapat diguna-kan sebagai bahan pertimbangan untuk memperbaiki proses pembelajaran selanjutnya. Selain itu penilaian dengan cara ini dirasakan lebih adil dan fair bagi siswa serta dapat meningkatkan motivasi siswa untuk terlibat secara aktif dalam proses pembelajaran. Dalam penilaian kinerja terdapat perbe-daan tugas dan situasi yang diberikan kepada siswa serta memberikan ke-sempatan untuk mempelihatkan pemahamannya dan kebenarannya dalam aplikasi pengetahuan dan keterampilan menurut kebiasaan berfikirnya (Wiggins dalam marzano,1993:13)

Dengan mengkaji kenyataan yang ditemukan di lapangan, nampak ada ketidaksesuaian antara pembelajaran Sains di SD dengan sistem penilai-an yang digunakannya. Proses penilaian yang biasa dilakukan guru selama ini hanya mampu menggambarkan aspek penguasaan konsep peserta didik, akibatnya tujuan kurikuler Mata Pelajaran Sains belum dapat dicapai dan atau tergambarkan secara menyeluruh. Untuk itu perlu diupayakan suatu teknik penilaian yang mampu mengungkap aspek produk maupun proses, salah satu dengan menerapkan penilaian kinerja siswa.

Sejalan dengan yang dikemukakan oleh Gronlund (dalam Bistok Sirait, 1985 : 153) bahwa sekalipun penilaian terhadap kinerja siswa itu amat penting, namun berdasarkan hasil observasi di lapangan para guru merasa kesulitan dalam melaksanakan karena belum memahami prosedur peng-gunaannya. Sebagai contoh kasus ialah; bahwa kegiatan pembelajaran yang melibatkan kinerja siswa dalam melakukan percobaan sudah sering dit-erapkan, namun terhadap kinerja siswa tersebut belum pernah dilakukan penilaian. Menurut pengakuan sejumlah guru SD hal ini disebabkan penata-ran atau pelatihan yang secara khusus membahas penerapan penilaian kinerja belum pernah diikuti atau belum pernah diadakan di tingkat pen-didikan dasar. Kondisi tersebut mengakibatkan pengetahuan, pengalaman maupun penguasaan guru terhadap proses penilaian kinerja siswa sangat kurang.

Realitas menunjukkan bahwa penilaian dengan cara konvensional be-lum mampu mengungkap hasil belajar siswa dari aspek sikap dan proses atau kinerja siswa secara aktual. Oleh karenanya diperlukan penerapan sis-tem penilaian yang dapat mengungkap kedua aspek tersebut. Sistem penilaian yang diasumsikan dapat memenuhi tuntutan tersebut adalah sis-tem penilaian yang digagaskan dalam Sistem Penilaian Kelas Kurikulum 2004 yang antara lain meliputi jenis Penilaian Kinerja (Performance Assess-ment), Penilaian Karya (Product Assessment), Penilaian Penugasan , Penilaian Proyek, dan Penilaian Portofolio. Dari jenis-jenis tersebut tersirat bahwa makna penilaian mencakup hal-hal yang lebih luas dari sekedar penilaian konvensional yang selama ini berlangsung.

Makna Penilaian dan Tujuan Pembelajaran

Sebagaimana ditegaskan dalam pedoman penilaian untuk sekolah dasar (Depdikbud, 1994:1) penilaian merupakan bagian yang tidak dapat dipisahkan dari tujuan pendidikan dasar maupun penyelenggaraan kegiatan belajar mengajar. Tujuan pembelajaran yang dirumuskan pada langkah awal pembelajaran digunakan sebagai acuan dalam kegiatan pem-belajaran dan proses penilaian yang akan dilakukan. Menurut Davis (dalam Sudarsono Sudirdjo dkk., 1991:94) tujuan tidak hanya merupakan arah yang dapat membentuk atau mewarnai kurikulum dan memimpin kegiatan pen-gajaran, tetapi juga dapat menyediakan spesifikasi secara terperinci bagi penyusunan dan penggunaan teknik-teknik penilaian. Dengan demikian dapat disimpulkan bahwa tujuan pembelajaran yang dirumuskan secara je-las dan spesifik akan menunjang proses penilaian yang tepat dan dapat membantu di dalam menetapkan kualitas dan efektivitas pengalaman bela-jar siswa.

Pengertian Penilaian

Dalam buku pedoman penilaian kurikulum 1994 (Depdikbud, 1994: 3), dikemukakan bahwa:
"Penilaian adalah suatu kegiatan yang dilakukan oleh guru untuk mem-berikan berbagai informasi secara berkesinambungan dan menyeluruh ten-tang proses dan hasil belajar yang telah dicapai siswa".

Penjelasan tersebut di atas mengandung makna bahwa jauh sebelum diberlakukannya sistem Penilaian Kelas dari Kurikulum 2004, penilaian ti-dak hanya ditujukan pada penguasaan salah satu bidang tertentu saja, me-lainkan menyeluruh dan mencakup aspek kognitif, afektif maupun psiko-motorik. Hal ini sejalan dengan pandangan Colin (1991: 3), bahwa:
"Assessment as a general term enhancing all methods customarily to ap-praise performance of individual pupil or a group. It may refer to abroad appraisal including many sources of evidence and many aspects of a pu-pil's knowledge, understanding, skill and attitudes.

Sedangkan menurut Nana Sudjana (1989:220), penilaian adalah proses untuk menentukan nilai dari suatu obyek atau peristiwa dalam suatu kon-teks situasi tertentu, dimana proses penentuan nilai berlangsung dalam ben-tuk interpretasi yang kemudian diakhiri dengan suatu "Judgment".

Penilaian tidak sama dengan pengukuran, namun keduanya tidak dapat dipisahkan, karena kedua kegiatan tersebut saling berhubungan erat. Untuk dapat mengadakan penilaian perlu melakukan pengukuran terlebih dahulu (Suharsimi Arikunto, !991: 1). Pengukuran dapat diartikan sebagai pemberian angka kepada suatu atribut atau karakteristik tertentu yang di-dasarkan pada aturan atau formulasi yang jelas (Asmawi Zainul, 1992: 13). Dari hasil pengukuran akan diperoleh skor yang menggambarkan tingkat keberhasilan belajar siswa berdasarkan kriteria yang telah ditentukan.

Lebih lanjut, berikut adalah penjelasan dari buku Penilaian Kelas pada Kurikulum 2004 tentang beberapa istilah yang sering terkait dengan penilaian (Depdiknas, 2004:11-12). "Banyak orang mencampuradukkan pengertian antara evaluasi, pengukuran (measurement), tes, dan penilaian (as-sessment), padahal keempatnya memiliki pengertian yang berbeda. Evaluasi adalah kegiatan identifikasi untuk melihat apakah suatu program yang telah direncanakan telah tercapai atau belum, berharga atau tidak, dan dapat pula untuk melihat tingkat efisiensi pelaksanaannya. Evaluasi berhubungan den-gan keputusan nilai (value judgement). Di bidang pendidikan, kita dapat me-lakukan evaluasi terhadap kurikulum

MENUJU PENDIDIKAN INTERNASIONAL

Pendidikan Internasional, Bagaimanakah Makna Sebenarnya ?

Dulu, menteri pendidikan selalu diidentikkan dengan perubahan kurikulum. Setiap ada pergantian kabinet dan perubahan jajaran menteri, pastilah akan diikuti oleh perubahan kurikulum. Namun, dengan dicanangkannya Kurikulum Berbasis Kompetensi (KBK) diharapkan bahwa kurikulum pendidikan tidak akan selalu berubah dan berubah.

KBK sendiri masih agak dirisaukan oleh beberapa pendidik. Bukan karena KBK-nya, namun sosialisasinya yang masih dianggap kurang bergema. Tugas para pendidik sekarang adalah memahami arti KBK sesungguhnya dan sebenar-benarnya sehingga para pendidik akan mampu mengimplementasikan sistem tersebut ke dalam pembelajaran dengan para anak didiknya.

Namun tugas mendidik bukan hanya ada di beban para pendidik (guru) saja, semua lapisan masyarakat, lingkungan kecil (keluarga) dan pemerintah mengambil peranan dalam mendidik anak bangsa.


Pendidikan Internasional.

Belakangan ini muncul tren di beberapa sekolah yang mengklaim dirinya menerapkan pendidikan internasional. Dengan mengadopsi kurikulum asing dan mendatangkan para pengajar dari negara asal kurikulum, sekolah-sekolah ini berani menyebutkan bahwa kurikulum mereka berkualitas pendidikan internasional.

Sebenarnya standar pendidikan internasional bukan sekedar pendidikan yang menggunakan bahasa internasional. Bukan hanya pada kulitnya. Harusnya pendidikan internasional bukan melulu mempromosikan penggunaan bahasa asing. Pendidikan internasional harus dimaknai dengan pendidikan yang menjadikan anak didiknya berpikir secara terbuka dan internasional, open and international minded. International minded dimana di dalamnya para anak didiknya kelak akan menjadi manusia yang 'berwarga negara internasional' atau istilahnya sebagai global citizen. Jadi pendidikan internasional bukan sekedar kulit belaka, namun lebih pada esensi yang terletak di dalamnya, dalam pembelajarannya.

Dalam pendidikan internasional, kurikulum yang diterapkan boleh-boleh saja kurikulum nasional, tetapi di dalamnya disisipkan pendidikan untuk ber-internasional. Artinya, anak didik dijejali dengan pendidikan akan hidup dalam suasana damai di dunia, dengan menjunjung tinggi nilai-nilai kemanusian, diberikan makna perdamaian internasional, dan arah kehidupan yang lebih baik. Bentuk pendidikan semacam ini bukan dalam tingkat pendidikan teori, namun harus diterapkan secara nyata.

Dalam four pillars of education in UNESCO, ada empat dasar pendidikan, yakni: Learning to Know (Belajar untuk mengetahui); Learning to Do (Belajar untuk bertindak); Learning to Be (Belajar untuk menjadi (seseorang); dan Learning to Live Together (Belajar untuk hidup bersama). Empat dasar ini adalah pegangan kita dalam penerapan semua kurikulum pendidikan di negara kita.

Pertanyaannya sekarang adalah apakah sistem pendidikan kita sudah mengacu ke sana? Apakah dengan dicanangkannya sistem baru, Kurikulum Berbasis Kompetensi, kelak akan muncul manusia Indonesia yang berbudi luhur dan berpikiran internasional? Semua ini pekerjaan rumah kita bersama.

Program Dasar Organisasi Internasional Baccalaureate/ IB-PYP (International Baccalaureate-Primary Years Programme)

Adalah PYP-Primary Years Programme, program yang berasal dari organisasi internasional Baccalaureate yang non-profit dan bermarkas di Jenewa. Ada lima belahan dunia sebagai anak cabang IBO (International Baccalaureate Organization), dan Indonesia masuk belahan wilayah Asia Pasifik yang bermarkas di Singapura. Program ini sudah diimplementasikan oleh lebih dari 1500 sekolah di lebih dari 115 negara. PYP didesain untuk anak didik usia 3-12 tahun, yakni setara dengan pra-sekolah/ TK dan tingkat dasar/ SD. Selain PYP, IBO mempunyai program MYP (Middle Years Programme) untuk para didik seusia SMP dan SMU (11-16 tahun); dan Diploma untuk usia 16-18 tahun.

Di Indonesia telah banyak sekolah yang menerapkan program ini. Khususnya yang berada di kota-kota besar, mulai dari Medan, Jakarta, Bogor, Bandung, Surabaya dan Bali. Program ini bukan hanya diimplementasikan di sekolah-sekolah dengan seting internasional saja tetapi bisa juga diterapkan di sekolah-sekolah berseting berbeda. Bahkan di Australia, program ini juga diterapkan di sekolah milik pemerintah. Kebanyakan sekolah di Indonesia yang menerapkan program PYP adalah yang dulunya mengidentifikasikan dirinya dengan label Sekolah National-Plus. Meskipun sampai kini masih banyak juga yang memperkenalkan diri sekolahnya dengan sebutan Sekolah National-Plus. Program PYP benar-benar program berstandar internasional dalam arti yang sesungguhnya, karena dalam program ini selain menerapkan pelajaran Bahasa Inggris sebagai satu dari mata pelajarannya, Bahasa Ibu, dalam hal ini Bahasa Indonesia- bila diterapkan di Indonesia, masih harus dipakai. Anak didik harus tetap dikenalkan dengan budaya local dan harus tetap diajak berpikir tentang apa yang ada di sekitar lokalnya. Namun pada saat bersamaan, program ini membuat anak didik untuk berpikir secara internasional dengan cara mengajak mereka untuk peduli akan situasi yang ada di dunia luar - Act locally, think globally. Juga dengan cara mengajarkan kepada anak didik adanya perbedaan di antara sesama, dan dengan cara menerapkan profil-profil manusia yang mengarah ke dalam kehidupan yang lebih baik.

Profil siswa PYP adalah yang 'berpengetahuan (knowledgeable); punya rasa ingin tahu (inquirer) yang berani mengambil resiko (a risk-taker); yang peduli (caring) namun tetap berprinsip (principle); pemikir sejati (thinker) yang berpikiran terbuka (open minded); seimbang secara fisik-mental-rohani (well-balanced); mampu berkomunikasi (communicator); juga bisa berefleksi (reflective).

Dalam PYP, pelajarannya terintegrasi (dengan sebutan interdisciplinary) dengan halus. Antara pelajaran Bahasa (baik Bahasa Indonesia dan Inggris), Pendidikan Sosial dan Ilmiah, Seni dan Ketrampilan dan Pendidikan Jasmani terjalin korelasi yang baik karena tersusun dengan adanya unit pembelajaran. Ada enam unit yang dipelajari para siswa di tingkat level yang berbeda dalam satu tahun ajaran, mulai dari membahas diri kita sebagai manusia sampai dengan pembahasan tentang kehidupan kita di bumi untuk berbagi dan menjaga sumber-sumber kekayaan alam yang terbatas ini dengan sesama. Enam unit tersebut adalah Who We Are/ Siapa Diri Kita, Where We Are In Place and Time/ Dimana Kita Pada Tempat dan Waktu Tertentu, How We Express Ourselves/ Bagaimana Kita Mengekspresikan Diri Kita, How The World Works/ Bagaimana Dunia Bekerja, How We Organize Ourselves/ Bagaimana Kita Mengatur Diri Kita dan How We Share The Planet/ Bagaimana Kita Berbagi Planet.

Dalam pembelajaranya, PYP menggunakan semua yang ada di kelas (baik guru maupun teman) dan di luar kelas (keluarga dan lingkungan) sebagai sumber-sumber belajar. Jadi sumber belajar bukan terbatas pada buku saja. Seringkali lingkungan yang tidak kita duga sebagai sumber belajar, dapat menjadi sumber belajar yang menakjubkan. Contoh nyata adalah ketika pembahasan unit How We Express Ourselves, tentang tata cara berkomunikasi baik dengan atau tanpa kata-kata, maka pada kesempatan tersebut para peserta didik diajak mengunjungi teman-teman yang kekurangan (yang tidak dapat mendengar dan berbicara / tuna rungu-tuna wicara dan juga yang tidak dapat melihat - tuna netra). Dalam interaksinya dengan para siswa yang kekurangan ini, selain belajar tentang bagaimana berkomunikasi dalam bentuk yang berbeda, para siswa PYP secara tidak langsung belajar bagaimana menerima perbedaan dan kekurangan sesama. Secara langsung dan nyata, semua siswa (baik yang kekurangan dan yang tidak) belajar berbagi dalam makna yang sesungguhnya. Mereka berbagi rasa, berbagi cerita dan tentu saja berbagi pengalaman.

'Pengalaman adalah guru yang terbaik'. Demikian kata pepatah. Namun benarlah juga, karena para siswa yang duduk di bangku sekolah dasar adalah mereka yang masih muda dan segar dalam menghadapi dan menjalani hidup. Dengan berpengalaman langsung, maka arti pembelajaran menjadi lebih signifikan dan bermakna.

PYP dan KBK

PYP menggunakan sistem KBK. PYP menempatkan anak didik sebagai subjek pembelajaran. Bukan sebagai objek. Anak didik ditempatkan pada tingkat paling atas. Students as the center of learning. Anak didik juga harus berperan aktif. Anak didik diajak ke dalam seting pembelajaran yang terdesain untuk melihat kemampuan dan kompetensi siswa secara individu, karena setiap siswa adalah berbeda. Every child is unique.

PYP dan KBK sama-sama menerapkan activity-based learning/ pembelajaran berdasar kegiatan. Sehingga tugas para siswa adalah aktif 'bekerja' untuk mendapatkan pengetahuan, menemukan konsep dan mengasah ketrampilan, tanpa melupakan nilai-nilai perilaku/ attitudes.

Sama. PYP dan KBK juga sama-sama mempunyai tujuan mendidik peserta didik menjadi manusia sesungguhnya, yang mempunyai kemampuan individu yang tangguh dan mampu memecahkan masalah (problem solver) tanpa harus menunggu diberi, juga manusia yang tidak meninggalkan sisi-sisi nilai kemanusian (profil kemanusian) yang terbuka dan berpikiran secara internasional.

Di dalam PYP ada istilah 'inquiry based learning' yaitu pembelajaran berdasarkan inquiry. Kata inquiry bermakna 'suka mencari tahu'. Penerapannya dalam kegiatan belajar-mengajar adalah para peserta didik diajak untuk mempunyai rasa penasaran akan hal-hal yang belum diketahuinya melalui pembelajaran yang aktif dan terseting dalam suasana penelitian/ riset sederhana. Anak didik akan diajak untuk berpikir, dan mengalami sendiri. Dengan melakukan sendiri, maka para peserta didik akan lebih mampu memaknai arti pembelajaran yang sesungguhnya. Inquiry - suka mencari tahu dengan belajar - ini bisa dilaksanakan dalam KBK.

Untuk memiliki sifat suka belajar, para peserta didik harus ditempatkan ke dalam suasana yang aman, nyaman dan menyenangkan. Suasana yang enjoy-ful, fun but healthy adalah suasana kelas seting PYP dan KBK. Siswa akan senang belajar. Belajarnya bukan karena terpaksa, karena harus menghafal isi halaman buku, dan bukan hanya karena akan ada ulangan pada keesokkan harinya, tetapi mereka benar-benar senang belajar. Para siswa ini nantinya akan menjadi manusia yang senang belajar sepanjang hidupnya (life-long learners). Ini adalah harapan kita semua, bukan?

Peranan para pendidik di konsep pendidikan internasional

Dalam penerapannya di kurikulum, KBK bisa masuk ke dalam semua kegiatan pembelajaran. Kurikulum (yang) Berdasarkan Kemampuan siswa wajib dilihat para pendidik sebagai dasar melangkah ke tingkat selanjutnya. Dalam arti, setiap individu tidak sama. Ada yang cepat dalam hal menangkap makna pembelajaran, namun ada pula yang lambat. Ada yang mempunyai gaya belajar yang unik, misalnya suka mendengar daripada menulis, maka para pendidik wajib mengenali gaya belajar ini. Ada juga siswa yang enggan melakukan kegiatan karena merasa kemampuannya sudah lebih daripada teman-temannya, maka sekali lagi tugas para pendidk untuk mengakomodasi setiap perbedaan dan keunikan para anak didiknya di kelas.

Cara atau strategi yang diterapkan dalam PYP dan KBK adalah sama. Yakni hubungan yang terjalin antara para pendidik dan para anak haruslah hubungan yang erat dan sehat. Perlu digarisbawahi bahwa para pendidik bukanlah orang yang mengetahui segala tentang ilmu pengetahuan, bukan pula orang yang harus ditakuti (namun dihormati), tetapi peran para pendidik adalah sama dengan para anak didik, yakni mereka sama-sama pembelajar. Demikian sebaliknya, anak didik wajib terbuka dan berani bertanya kepada para pendidik tentang apa yang hendak diketahuinya.

Para pendidik wajib memberi kesempatan kepada anak didik untuk mengutarakan ide atau pemikirannya. Ada siswa yang sangat terbuka, karena memang sudah demikian personality-nya, namun ada pula siswa yang introvert. Maka para pendidik wajib sabar menunggu dan memandu.

Tugas para pendidik dan anak didik di seting KBK adalah sebagai pembelajar yang sama-sama aktif, baik secara individu maupun secara kelompok. Adakalanya kegiatan individu berjalan dengan baik, karena sudah terseting dari awal dalam suasana yang mendukung. Misalnya dalam suasana kelas yang harmoni dengan adanya peraturan kelas yang ditaati oleh semua anggota kelas. Namun ada kalanya, rencana kegiatan belajar tidak berjalan sesuai harapan. Semua ini wajar-wajar saja. Baik dalam PYP maupun KBK, semua proses pembelajaran wajib dimaknai. Bukan hanya melihat pada product atau hasil akhirnya saja, namun process over product pun penting untuk direfleksikan. Maka pendidikan yang membuat siswa yang memiliki pemikiran terbuka dan internasional, harus tetap tentu diterapkan- makna sesungguhnya pendidikan internasional.

Peranan para pendidik di kelas adalah sebagai pembimbing, fasilitator/ pemandu, motivator dan juga sebagai penilai kemampuan siswa. Di sisi lain, peranan pendidik adalah sebagai pendisain dan pelaksana kurikulum, dan tentu saja sebagai manajer kelas dan anak didik.

Dalam pendidikan internasional, para pendidik harus pandai menyelipkan nilai-nilai kemanusian ke dalam semua mata pelajaran dan dalam semua kegiatan secara berkelanjutan. Kegiatan yang dirancang haruslah sedemikian rupa sehingga anak didik tidak hanya belajar ilmu, namun juga belajar nilai.

Tugas ini tentu saja bukan tugas ringan. Apalagi dengan adanya keterbatasan pengetahuan dan pemahaman kita sebagai manusia, namun alangkah baiknya bila kita saling berbagi. Berbagi dalam segala informasi dan pengetahuan, sehingga semua yang kita ajarkan kepada para peserta didik benar-benar yang bermakna.

Dengan belajar sendiri (membaca maupun berdiskusi) maupun mengunjungi sekolah-sekolah yang sudah menerapkan KBK, maka diharapkan semua pendidik memiliki pemahaman serupa tentang KBK. Sehingga 'pendidikan internasional' bukan sekedar di kulit belaka, namun bisa diterapkan ke dalam semua level sekolah yang ada di seluruh nusantara.


Kata Kunci/ keyword Terkait dengan artikel ini : pendidikan, pendidikan nasional, makalah pendidikan, pendidikan agama, menteri pendidikan, menteri pendidikan nasional, pendidikan usia dini, pengertian pendidikan, tujuan pendidikan, pendidikan di indonesia, departemen pendidikan, manajemen pendidikan, pendidikan teknologi, teknologi pendidikan, masalah pendidikan, pidato tentang pendidikan, tingkat pendidikan, pendidikan lingkungan hidup, evaluasi pendidikan, pendidikan pancasila, pentingnya pendidikan, pendidikan nasional indonesia, menteri pendidikan 2010, website pendidikan, pendidikan ppt, departemen pendidikan nasional, komunikasi pendidikan, standar nasional pendidikan, standar pendidikan nasional, pendidikan seks, logo pendidikan, pendidikan internet, kata kata pendidikan, teknologi dan pendidikan, uu pendidikan, inovasi pendidikan, pendidikan luar sekolah, pendidikan menurut islam, kementerian pendidikan nasional, journal pendidikan, aliran pendidikan, pendidikan tik, pendidikan dan kebudayaan, undang-undang pendidikan, pendidikan hukum, dinas pendidikan nasional, internet dalam pendidikan, internet untuk pendidikan, pendidikan jepang, pembiayaan pendidikan, artikel pendidikan indonesia, pendidikan kimia, lembaga pendidikan islam, perkembangan pendidikan indonesia, kementrian pendidikan, info pendidikan, blog pendidikan, uu pendidikan nasional, tujuan pendidikan jasmani, dasar-dasar pendidikan, pendidikan dan pembangunan, pendidikan pesantren, www.pendidikan, manajemen pendidikan islam, reformasi pendidikan, pendidikan diindonesia, hadits tentang pendidikan, komputer dalam pendidikan, menteri pendidikan indonesia, mentri pendidikan, depdiknas.go.id, macam-macam pendidikan, dasar pendidikan nasional, pendidikan sebagai sistem, kementrian pendidikan nasional, penilaian dalam pendidikan, pendidikan kewirausahaan, nilai-nilai pendidikan, aliran-aliran pendidikan, biaya pendidikan itb, faktor-faktor pendidikan, uud pendidikan, pendidikan tradisional, pendidikan sebagai ilmu, nama menteri pendidikan, pendidikan masa kini, jenis-jenis pendidikan, departemen pendidikan indonesia, tokoh-tokoh pendidikan, artikel pendidikan jasmani, pemerataan pendidikan, pendidikan.com, unsur-unsur pendidikan, artikel pendidikan nasional, prinsip-prinsip pendidikan, prinsip pendidikan islam, contoh pantun pendidikan, teori-teori pendidikan, multimedia dalam pendidikan, artikel dunia pendidikan, lambang departemen pendidikan.

Komunitas Blog Guru Sosial Media