TELAH DIBUKA UJIAN KEJAR PAKET A, B DAN C SELURUH INDONESIA, RESMI. INFORMASINYA DI SINI
Diberdayakan oleh Blogger.

Kumpulan Video Pembelajaran

Public education that has a solution?


Public education that has a solution?



Just ask U.S. Sen. Kay Bailey Hutchison, the Republican's first stop as he officially announced for governor today is her alma mater, La Marque High School. Or Democrat Tom Schieffer, who opened the campaign for governor in Fort Worth elementary school he attended. Or GOP Gov. Rick Perry, who in 2002 took a press entourage to Paint Creek (graduating class, 13). The caretaker expects him back this year for homecoming.
But do not ask for details of their plans for the future of public education. Too early for that, they said. You can get some generalities and look back while you wait, though.

Perry stood proudly on the public education record. His staff CITES long list of pluses, including the level of secondary school are up, including to Africa and the United States Hispanics; increased funding, teacher pay raises; standards and strong accountability. "Priorities in education is to maintain the success is happening in the future," said Perry spokesman Mark Miner.
But business and education leaders last year expressed concern about - as one put it - the quantity and quality of high school graduates. The Intercultural Development Research Association estimates that high school lost 33 percent of the students (although the Texas Board of Education submit a high school dropout rate in the 10.5 per cent). And as a colleague Gary Scharrer has been reported, the school superintendents talk more about school finance lawsuits.
'... In ' Perry's opponent to find a lot of criticizing, but they do not reveal details about how they will be better by Texas education.
Hutchison spokesman Jeff Sadosky: "Texas has a high school dropout rate in the country. Texans can be better and Kay Bailey Hutchison will be better. As governor he has a commitment to prepare for the children of Texas high-paying jobs for their future by providing better training teachers, increased accountability and education is the best in the world. He advanced to laying the specifics of the plan the coming months. "
Schieffer: "Public education must work if we have any chance of success in the community and a successful democracy .... What we do now is not working." He spoke of early childhood education, an education system that ensures the of all ages can "plug in" and volunteer coordination efforts to better assist young people. However, he does not specifically about how he would raise additional money that may be needed, says he will take issue with the stakeholders together.
"Is the campaign a more knowledgeable about the concepts of what you want to do," said Schieffer. "The government and fleshing the concept that attempts to do through them, and through changes in the law."
To Paint Creek Independent School District supervisor Don Ballard, who worked on the tight budget as it faces a new school year, problems and solutions that are pretty easy to correct. "I'm really concerned with school finance in general - to be able to educate students with the amount of money available," said Ballard. "I think our education system is doing great. We just need more money." May the candidates agree. Or not. Such as voice administrator Ballard deserves to know.



Kata Kunci/ keyword Terkait dengan artikel ini : pendidikan, pendidikan nasional, makalah pendidikan, pendidikan agama, menteri pendidikan, menteri pendidikan nasional, pendidikan usia dini, pengertian pendidikan, tujuan pendidikan, pendidikan di indonesia, departemen pendidikan, manajemen pendidikan, pendidikan teknologi, teknologi pendidikan, masalah pendidikan, pidato tentang pendidikan, tingkat pendidikan, pendidikan lingkungan hidup, evaluasi pendidikan, pendidikan pancasila, pentingnya pendidikan, pendidikan nasional indonesia, menteri pendidikan 2010, website pendidikan, pendidikan ppt, departemen pendidikan nasional, komunikasi pendidikan, standar nasional pendidikan, standar pendidikan nasional, pendidikan seks, logo pendidikan, pendidikan internet, kata kata pendidikan, teknologi dan pendidikan, uu pendidikan, inovasi pendidikan, pendidikan luar sekolah, pendidikan menurut islam, kementerian pendidikan nasional, journal pendidikan, aliran pendidikan, pendidikan tik, pendidikan dan kebudayaan, undang-undang pendidikan, pendidikan hukum, dinas pendidikan nasional, internet dalam pendidikan, internet untuk pendidikan, pendidikan jepang, pembiayaan pendidikan, artikel pendidikan indonesia, pendidikan kimia, lembaga pendidikan islam, perkembangan pendidikan indonesia, kementrian pendidikan, info pendidikan, blog pendidikan, uu pendidikan nasional, tujuan pendidikan jasmani, dasar-dasar pendidikan, pendidikan dan pembangunan, pendidikan pesantren, www.pendidikan, manajemen pendidikan islam, reformasi pendidikan, pendidikan diindonesia, hadits tentang pendidikan, komputer dalam pendidikan, menteri pendidikan indonesia, mentri pendidikan, depdiknas.go.id, macam-macam pendidikan, dasar pendidikan nasional, pendidikan sebagai sistem, kementrian pendidikan nasional, penilaian dalam pendidikan, pendidikan kewirausahaan, nilai-nilai pendidikan, aliran-aliran pendidikan, biaya pendidikan itb, faktor-faktor pendidikan, uud pendidikan, pendidikan tradisional, pendidikan sebagai ilmu, nama menteri pendidikan, pendidikan masa kini, jenis-jenis pendidikan, departemen pendidikan indonesia, tokoh-tokoh pendidikan, artikel pendidikan jasmani, pemerataan pendidikan, pendidikan.com, unsur-unsur pendidikan, artikel pendidikan nasional, prinsip-prinsip pendidikan, prinsip pendidikan islam, contoh pantun pendidikan, teori-teori pendidikan, multimedia dalam pendidikan, artikel dunia pendidikan, lambang departemen pendidikan.

HAKIKAT PROSES BELAJAR MENGAJAR

HAKIKAT PROSES BELAJAR MENGAJAR

A. Konsep Belajar
Banyak definisi tentang belajar beberapa diantaranya :
1. Belajar sebagai suatu proses adaptasi atau penyesuaian tingkah laku yang berlangsung secara progresif.
2. Belajar berhubungan dengan perubahan tingkah laku seseorang terhadap sesuatu situasi tertentu yang disebabkan oleh pengalamannya yang berulang – ulang dalam situasi yang sama, dan perubahan tingkah laku tidak dapat dijelaskan atau dasar kecendrungan respon pembawaan, kematangan atau keadaan – keadaan sesaat seseorang.
3. Belajar adalah merupakan suatu proses usaha yang dilakukan oleh seseorang untuk memperoleh suatu perubahan yang baru sebagai hasil pengalaman sendiri dalam interaksi dengan lingkungan.
4. Belajar sebagai suatu perubahan yang relatif dalam menetapkan tingkah laku sebagai akibat atau hasil dari pengalaman yang lalu.
5. Belajar adalah suatu proses perubahan di dalam kepribadian manusia, dan perubahan tersebut ditampakan dalam bentuk peningkatan kualitas dan kuantitas tingkah laku seperti peningkatan kecakapan, pengetahuan, sikap, kebiasaan, pemahaman, keterampilan daya fakir dan hal lain kemampuannya.

Dari beberapa definisi tersebut dapat disimpulkan bahwa belajar pada hakikat adalah perubahan yang terjadi di dalam diri seseorang setelah melakukan aktivitas tertentu. Walaupun pada kenyataannyatidak semua perubahan termasuk kategori belajar. Misalnya perubahan fisik, mabuk, gila dan sebagainya.
Dalam belajar yang terpenting adalah proses bukan hasil yang diperolehnya. Artinya belajar harus diperoleh dengan usaha sendiri, adapun orang lain itu haya sebagai perantara atau penunjang dalam kegiatan belajar agar belajar itu mendapatkan hasil baik.

BELAJAR KONSEP DAN BELAJAR PROSES

Berkaitan degan jenis belajar perlu dibedakan antara belajar konsep dan belajar proses. Belajar konsep lebih menekankan hasil belajar berupa pemahaman factual dan prinsipil terhadap bahan atau isi pelajaran yang bersifat kognitif. Sedangkan belajar proses atau keterampilan dipelajari dan diorganisir secara tepat.
Apabila persoalan belajar keterampilan proses itu dikaitkan dengan CBSA ( Cara Belajar Siswa Aktif ) maka tampak beberapa kesamaan konseptual, baik belajar proses maupun keterampilan proses, keduanya mempunyai cirri – cirri :
1. Menekankan pentingnya makna belajar untuk mencapai hasil hasil belajar yang memadai.
2. Menekankan pentingnya keterlibatan siswa dalam proses pembelajaran.
3. Menekankan bahwa belajar adalah proses timbale balik yahg dapat dicapai oleh anak didik.
4. Menekankan hasil belajar secara tuntas dan utuh.

Belajar keterampilan proses seperti halnya belajar siswa aktif, bukan gagasan yang bersifat kaku. Belajar keterampilan proses tidak dapat dipertentangkan dengan belajar konsep, sehingga keduanya merupakan dua jenis yang terpisah.
Keduanya merupakan garis kontinum, yang satu menekankan perolehan atau hasil, pemahaman factual dan prinsipil, sedangkan belajar keterampilan proses tidak mungkin terjadi bila tidak ada materi atau bahan pelajaran yang dipelajari. Sebaliknya, belajar konsep tidak mungkin tanpa keterampilan proses pada siswa. Yang dapat dikemukakan adalah terdapat watak belajar yang mempunyai kadar keaktifan tinggi dan kadar keaktifan rendah. Oleh karena itu cara belajar cara belajar siswa aktif tidak selamanya berorientasi keterampilan, tetapi juga dapat mengarah pada penguasaan sejumlah konsep, teori, prinsip dan fakta pada saat proses belajar berlangsung.


B. Konsep Mengajar

Mengajar merupakan suatu proses yang kompleks. Tidak hanya sekedar menyamoaikan informasi dari guru kepada siswa. Banyak kegiatan maupun tindakan yang harus dilaksanakan, terutama bila diinginkan hasil belajar yang lebih baik pada seluruh siswa. Oleh karena itu rumusan pengertian mengajar tidaklah sederhana. Dalam arti membutuhkan rumusan yang dapat meliputi seluruh kegiatan dan tindakan dalam perbuatan mengajar itu sendiri.
Mengajar merupakan suatu aktifitas mengorganisasikan atau mengukur ( mengelola ) lingkungan sehingga tercpta suasana yang sebaik – baiknya dan menghubungkannya dengan peserta didik sehingga terjadi proses proses belajar yang menyenangkan.
Atau dengan gaya bahasa lain yang lebih umum adalah mengajar merupakan penciptaan system lingkungan yang memungkinkan terjadinya proses belajar . system lingkungan ini terdiri dari komponen – komponen yang saling mempengaruhi, yakni tujuan instruksional yang dicapai, materi yang diajarkan, guru dan siswa yang memainkan peranan serta dalam hubungan social tertentu.
Kedudukan guru dalam pengertian ini sudah tidak lagi dipandang sebagai penguasa tunggal dalam kelas atau sekolah, tetapi diangap sebagai manager learning pengelola belajar ) yang perlu senantiasa siap membantgu dan membimbing para siswa dalam menempuh perjalanan menuju kedewasaan mereka sendiri yang utuh dan menyeluruh.

C. Hakikat Proses Belajar Mengajar

Dalam seluruh proses pendidikan, kegiatan belajar mengajar merupakan kegiatan yang paling pokok. Hal ini berarti bahwa berhasil tidaknya pencapaian tujuan pendidikan banyak bergantun kepada bagaimana proses belajar mengajar dirancang dan dijalankan secara professional.
Setiap kegiatan belajar mengajar selalu melibatkan dua pelaku aktif, yaitu guru dan siswa. Guru sebagai pengajar merupakan pencipta kondisi belajar siswa yang didesain secara sengaja, sistematis dan berkesinambungan. Sedangkan anak sebagai subjek pembelajaran merupakan pihak yang menikmati kondisi belajar yang diciptakan oleh guru.
Perpaduan dari kedua unsur manusiawi ini melahirkan interaksi edukatif dengan memanfaatkan bahan ajar sebagai medium. Pada kegiatan belajar mengajar, keduanya ( guru dan murid ) saling mempengaruhi dan memberi masukan. Karena itulah kegiatan belajar mengajar harus merupakan aktivitas yang hidup, srat nilai dan senantiasa memiliki tujuan.
Rumus belajar mengajar tradisional selalu menempatkan anak didik sebagai obek pembelajaran guru sebagai subjeknya. Rumusan seperti ini membawa konsekuensi terhadap kurang bermaknanya kedudukan anak dalam proses pembelajaran, sedangkan guru menjadi factor yang sangat dominant dalam keseluruhan proses belajar mengajar.
Pendekatan baru melihat bahwa kegiatan belajar mengajar merupakan milik guru dan murid dalam kedudukannya yang setara, namun dari segi fungsi berbeda. Anak merupakan subjek pembelajaran dan menjadi inti dari setiap kegiatan pendidikan. Proses pengajaran yang mengesampingkan martabat anak bukanlah proses penddikan yang benar. Bahkan merupakan kekeliruan yang tidak bias diabaikan begitu saja. Karena itulah inti proses pengajaran tidak lain adalah kegiatan belajar anak didik dalam mencapai suatu tujuan pengajaran. Tujuan pengajaran tentu saja akan dapat tercapai bila anak didik berusaha secara aktif untuk mencapainya. Keaktifan anak didik disini bukanlah dituntut dari segi fisik, tatapi juga segi kejiwaan. Apabila hanya fisik anak yang aktif, tetapi pikiran dan mentalnya kurang aktif maka kemungkinan besar tujuan pembelajaran tidak tercapai. Sama halnya ini dengan seorang anak didik tidak belajar kalau tidak ada perubahan dalam dirinya.
Biasanya permasalahan yang dijumpai oleh para guru ketika berhadapan dengan sejumlah anak didik adalah masalah pengelolaan kelas. Apa, siapa, bagaimana, kapan dan dimana adalah serentetan pertanyaan yang perlu dijawab dalam hubungannya dengan permasalahan pengelolaan kelas. Peranan seorang guru sangat penting dalam proses berjalannya kegiatan belajar mengajar di dalam kelas, misalnya menenangkan siswa yang rebut dikelas, yang berjalan, tidak mendengarkan, hal ini semua berpulang kepada kekereatifan dari seorang guru yang dapat mengatur ( sebagai manager ) dan mengkondisikan kelas menjadi terkendali dan sesuai dengan yang diharapkan.


D. Ciri – Ciri Belajar Mengajar
Belajar dan mengajar merupakan dua aktivitas yag berlangsung secara bersamaan, simultan dan memiliki focus yang dipahami bersama. Sebagai suatu aktivitas yang terencana, belajar memiliki tujuan yang bersifat permanent, yakni terjadinya perubahan pada anak didik. Ciri – ciri perubahan dalam pengertian belajar meliputi :
1. Perubahan yang terjadi berlangsung secara sadar, sekurang – kurangnya sadar bahwa pengetahuannya bertambah.
2. Perubahan yang bersifat kontinyu dan fungsional, yaitu suatu proses yang selalu berkembang sesuai pembelajaran yang didapat.
3. Perubahan belajar bersifat positif dan aktif.
4. Perubahan dalam belajar bukan bersifatt sementara atau sesaat.
5. Perubahan dalam belajar memiliki tujuan dan terarah.
6. Perubahan dalam belajar mencakup pada seluruh aspek tingkah laku bukan bagian – bagian tertentu secara parsial.

Perubahan prilaku pada siswa dalam konteks pengajaran jelas merupakan produk dan usaha guru melalui kegiatan mengajar. Hal ini dapat dipahami karena mengajar merupakan suatu aktivitas khusus yang dilakukan guru untuk menolong dan membimbing anak didik memperoleh perubahan dan pengembangan skill ( keterampilan ), attitude ( sikap ), appreciation ( penghargaan ) dan knowledge ( pengetahuan ).
Akhirnya dapat diketahui bahwa kegiatan belajar mengajar memiliki ciri – ciri sebagai berikut :
a. Memiliki tujuan, yaitu untuk membentuk anak dalam suatu perkembangan tertentu.
b. Terdapat mekanisme, prosedur, langkah – langkah, metode dan teknik yang direncanakan dan didesain untuk mencapai tujuan yang telah ditetapkan.
c. Focus materi jelas, terukur, terarah dan terencana dengan baik.
d. Adanya aktivitas anak didik merupakan syarat mutlak bagi berlangsungnya kegiatan belajar mengajar.
e. Actor guru yang cermat dan tepat.
f. Terdapat pola aturan yang ditaati guru dan anak didik dalam proporsi masing – masing.
g. Limit waktu untuk mencapat tujuan pembelajaran.
h. Evaluasi, baik evaluasi proses maupun evaluasi produk.

Perhitungan Nilai Kurikulum Tingkat Satuan Pendidikan Berbasis Kompetensi

Perhitungan Nilai Kurikulum Tingkat Satuan
Pendidikan Berbasis Kompetensi
Original Artikel Oleh: Dra. Maria Lucia Aida, Grad.Ed.Comp, MM., MEd.

Menanggapi beberapa orang (guru/pembimbing dari sekolah) yang belum sepenuhnya memahami perhitungan pengolahan nilai berdasarkan Kurikulum Tingkat Satuan Pendidikan Berbasis Kompetensi, saya ingin menyampaikan penjelasan sebagai berikut :

Pemahaman Dasar :

BSNP sesuai UU Pendidikan telah menetapkan Standar Isi pada Kurikulum Berbasis Kompetensi yang terdiri dari :

1. Standar Kompetensi

2. Kompetensi Dasar

Kedua hal ini ditetapkan dan diberlakukan SAMA untuk seluruh sekolah dalam wilayah pembinaan Departemen Pendidikan Nasional. Sebagai konsekuensi logisnya maka semua pelaku pendidikan di tingkat UPT Sekolah WAJIB melaksanakan ketercapaian Standar Kompetensi dan Kompetensi Dasar tersebut.

KTSP (Kurikulum Tingkat Satuan Pendidikan) :

Setiap sekolah berdasarkan otonomi yang dijamin oleh Undang-undang Pendidikan, berhak memilih dan/atau membuat indikator-indikator pencapaian Kompetensi Dasar yang telah ditetapkan oleh Kurikulum.

Dengan demikian sekolah diperbolehkan membuat sendiri indikator yang menurut sekolah (dalam hal ini MGMP Mata Pelajaran Sekolah) yang cocok (sesuai) sebagai penunjuk (indikator) untuk mencapai Kompetensi Dasar dimaksud dalam Standar Isi KBK.

Indikator yang dibuat oleh sekolah (dalam hal ini adalah sekelompok Guru MGMP Sekolah) harus dihitung (dianalisis) berdasarkan kriteria ketuntasan minimal (KKM) yang terdiri atas 3 (tiga) variable, yaitu :

1. Variabel Kompleksitas - merujuk padatingkat kesulitan pencapaian kompetensi dimaksud

2. Variabel Daya Dukung Sekolah, yang terdiri dari 4 buah sub-variabel yaitu :

2.1. Sub-Var Alat Peraga (optional)

2.2. Sub-Var Laboratorium (optional)

2.3. Sub-Var Kompetensi Guru (mandatory/wajib)

2.4. Sub-Var Perpustakaan (mandatory/wajib)

3. Variabel Intake Siswa (untuk mata pelajaran Intra Kurikuler adalah mandatory/wajib, sedangkan untuk Ekstra-Kurikuler dan Mulok tidak diperhitungkan).

Harga ketuntasan sebuah KD (Kompetensi Dasar) masing-masing sekolah ditetapkan oleh :

1. Indikator-indikator yang dipilih atau digunakan dalam Kompetensi Dasar pada Standar Isi

2. Analisis harga SKM (Standar Kompetensi Minimal) per Indikator yang digunakan pada KKM tersebut di atas.

RPP (Rancangan Paket Pembelajaran) :

Setelah KTSP ditetapkan oleh sekolah, maka Guru secara perorangan diperbolehkan merancang sendiri paket-paket pembelajaran di kelas dimana mereka mengajar. Ini disebut sebagai RPP (Rancangan Paket Pembelajaran yang dulu dikenal dengan nama Rencana Pembelajaran dan Penilaian).

Setiap Guru (mungkin) akan berbeda gaya/stylenya dalam menyusun paket pembelajarannya masing-masing sesuai dengan hak otonominya. Namun dalam hal ini, yang tidak akan berbeda adalah harga SKM KD (Kompetensi Dasar) yang telah ditetapkan berdasarkan perhitungan Analisis dari sejumlah indikator yang dipilih oleh MGMP Sekolah ybs. Harga KD sebuah mata pelajaran tidak berubah oleh perbedaan atau jumlah atau tipe paket pembelajaran yang dirancang oleh guru (perorangan).

Perhitungan Nilai

Nilai perolehan ketuntasan indikator dihitung melalui skor-skor (tanda-tanda) ketercapaian setiap tahap yang dirancang per satuan persoalan (soal) untuk mengukur ketercapaian indikator tersebut berdasarkan jenis tagihan yang berupa (tes/ulangan/tugas-tugas/pengamatan/praktik). Ketentuannya adalah :

1. Sekor tidak sama dengan nilai

2. Sekor adalah tanda (chek) untuk menandai sebuah tahapan dalam sebuah persoalan (soal) yang mengukur ketercapaian indikator Kompetensi Dasar (KD) yang berhasil atau tidak berhasil dicapai. Maka setiap sekor berharga 1 jika tercapai atau 0 jika tidak tercapai.

3. Untuk jenis tagihan Pengetahuan dan Pemahaman Konsep (PPK) sekor setiap soal (baca : persoalan) ditetapkan maksimal 9, dengan asumsi bahwa sebuah indikator haruslah bersifat operasional, dan tangible (jelas), sehingga tahapan pencapaiannya haruslah runtut, terbatas dan jelas, tidak merupakan rangkaian tahapan yang ambigous dan kompleks (banyak).

4. Untuk jenis tagihan Praktik (PRK), sekor setiap persoalan pada tagihan berjenis praktik ditetapkan 5 (lima) - jika bersifat Praktik Kualitatif, atau 1 (satu) - jika bersifat Praktik Kuantitatif, dengan asumsi bahwa tagihan berjenis praktik haruslah mengukur sebuah indikator yang secara kualitatif atau kuantitatif merupakan rangkaian kegiatan yang kasat mata (tangible), dan demonstrable. Maka tahap pencapaiannya dikatagorikan dalam range

4.1. Kualitas Ketercapaian dengan sekor : Sempurna (5), Amat Baik (4), Sedang (3), Kurang (2), Gagal (1)

4.2. Kuantitas Kemunculan dengan sekor 1 jika Tercapai atau Terlaksana dan sekor 0 jika Tidak tercapai atau Tidak terlaksana.

Nilai perolehan Siswa versus Harga Indikator versus Harga KD versus harga Standar Kompetensi Mata pelajaran

Nilai perolehan sebuah proses ketercapaian Kompetensi Dasar dihitung dari sekor-sekor indikatornya, tanpa bobot. Dengan asumsi, bahwa tingkat kesulitan sudah included dalam memperhitungkan nilai ketuntasan minimal setiap indikator yang dipilih untuk menandai ketercapaian sebuah Kompetensi Dasar dalam Standar Isi Kurikulum. Maka perhitungan bobot TIDAK relevan.

Nilai perolehan siswa TIDAK dihitung dari rata-rata semua indikator yang digunakan dalam sebuah tagihan tetapi dihitung per indikator dan dibandingkan dengan SKM indikator tersebut.

Maka nilai perolehan siswa dalam Mata Pelajaran tersebut adalah, nilai perolehan dari semua indikator yang diujikan dalam paket-paket RPP dibandingkan dengan nilai SKM dari semua indikator yang digunakan dalam menyusun KTSP Mata Pelajaran tersebut.

Perhatikan uraian contoh demi contoh di bawah ini

KTSP Kompetensi Dasar X pada Mata pelajaran XYZ , terdiri dari pilihan 4 indikator yang setelah dihitung berdasarkan 3 variabel KKM, diperoleh hitungan sebagai berikut:

1. Indikator A (SKM = 65 %)

2. Indikator B (SKM = 60 %)

3. Indikator C (SKM = 70 %)

4. Indikator D (SKM = 75 %)

Maka harga KD Mata Pelajaran tsb adalah = 67.5 % (rata-rata dari 4 indikator yang digunakan dalam KD X tsb.)

Guru Polan menetapkan RPP-nya sbb:

1. Kode Tes 1, berisi indikator A dan B (65% dan 60%)

2. Kode Tes 2, berisi indicator C, D (70% dan 75%)

3. Kode Tes 3, berisi indikator A dan D (65% dan 70%)

Maka, pencapaian ketuntasan belajar si Badu, murid pak Polan, diperhitungkan per Indikator, sebagai berikut :

a. Pada Kode Tes 1 :

Nilai perolehan Indikator A (= 60 %) dibandingkan dengan SKM Indikator

A (= 65%), Badu dinyatakan Tidak Tuntas.

Nilai perolehan Indikator B (= 55 %) dibandingkan dengan SKM Indikator

B (= 60%), badu dinyatakan Tidak Tuntas.

b. Pada Kode Tes 2:

Nilai perolehan Indikator C (= 70 %) dibandingkan dengan SKM Indikator

C (= 70%), Badu dinyatakan Tuntas.

Nilai perolehan Indikator D (= 80 %) dibandingkan dengan SKM Indikator

B (= 75%), Badu dinyatakan Tuntas.

c. Pada Kode Tes 3:

Nilai perolehan Indikator A (= 70 %) dibandingkan dengan SKM Indikator

A (= 65%), Badu dinyatakan Tuntas

Nilai perolehan Indikator D (= 70 %) dibandingkan dengan SKM Indikator

D (= 75%), Badu dinyatakan Tidak Tuntas.

Berapakan nilai ketuntasan KD X pada Mata Pelajaran XYZ itu bagi si Badu ? Yaitu rata-rata nilai ketuntasan semua indikator yang diujikan dalam RPP untuk KD X yaitu = [(60+70)/2] +70+80+[(80+70)/2] = 290 dibagi 4 (Indikator) = 72.50

Dibandingkan dengan apa ? Nilai ketuntasan tersebut dibandingkan dengan rata-rata harga atau nilai SKM semua indikator yang digunakan untuk mengukur KD X pada Mata Pelajaran XYZ tersebut yaitu : Indikator A (65%)+ Indikator B (60%)+ Indikator C (70%)+ Indikator D (75%) dibagi 4 = 67.5 %

Maka nilai ketuntasan si Badu pada Kompetensi Dasar X ini adalah Tuntas (72.50 % lebih besar daripada 67.50 %)

Perhitungan ini analog jika KD yang digunakan lebih dari 1. Perhitungan harga SKM Standar Kompetensi sebuah mata pelajaran adalah rata-rata semua indikator yang digunakan, bukan dihitung dari rata-rata SKM per KD.

Jadi, jika KD X menggunakan 4 indikator (A, B, C dan D); KD Y menggunakan 5 indikator (E, F, G, H dan I) dan KD Z menggunakan 3 indikator (J, K, dan L), berapakah nilai SKM Standar Kompetensi Mata pelajaran XYZ tersebut ?

Maka nilai SKM Standar Kompetensi Mata Pelajaran XYZ tersebut adalah rata-rata harga SKM dari semua indikator yang digunakan pada semua KD mata pelajaran XYZ tersebut, yaitu :{[(A+B+C+D)/4]+ [(E+F+G+H)/4] +[(I+J+K+L)/3]}/3. Pada contoh di atas adalah 3 Kompetensi Dasar yang seluruhnya menggunakan 12 indikator.

Maka, kesimpulannya :

1. Nilai Ketuntasan Indikator dibandingkan secara spesifik dengan SKM Indikator ybs.

2. Nilai Ketuntasan KD diperoleh dari rata-rata sejumlah indikator yang diujikan untuk mengukur KD tersebut dibandingkan dengan rata-rata SKM semua Indikator yang digunakan dalam ruang lingkup KD tersebut

3. Nilai Ketuntasan Mata Pelajaran dihitung dan dibandingkan secara utuh (tidak dipilah berdasarkan jenis tagihan PPK atau PRK), tetapi untuk pelaporan nilai pada Rapor dan Port Folio disajikan secara terpisah per jenis tagihan PPK atau PRK.

Pertanyaannya :

1. Berapakan nilai ketuntasan indikator A bagi si Badu? (Indikator A diujikan 2 kali dalam Kode Tes 1 dan Kode Tes 3).

. Nilai ketuntasan si Badu untuk Indikator A pada paket berkode tes 1 = 60%, jika dibandingkan dengan SKM Indikator A = 65 %, maka saat si Badu diukur dengan paket berkode tes 1, kesimpulannya Tidak Tuntas.

. Nilai ketuntasan si Badu untuk Indikator A pada paket berkode tes 3 = 70% dibandingkan dengan SKM Indikator A = 65 %, maka saat si Badu diukur dengan paket berkode tes 3 tsb, kesimpulannya Tuntas.

2. Berapakah nilai perolehan ketuntasan Kompetensi Dasar X (tanpa mempertimbangkan jenis tagihan PPK ataupun PRK),

. Nilai perolehan ketuntasan KD X si Badu adalah : [ (A + A)/2 + B + C + D + D)/2]/4. Mengapa dibagi 4 ? Karena ada 4 indikator yang diset-up dalam Kompetensi Dasar X tsb.

Berapakan nilai SKM Kompetensi Dasar X ? adalah rata-rata dari semua indikator yang digunakan dalam paket-paket R






Kata Kunci/ keyword Terkait dengan artikel ini : kurikulum pendidikan, kurikulum pendidikan islam, kurikulum pendidikan anak usia dini, kurikulum tingkat satuan pendidikan, pengembangan kurikulum pendidikan, kurikulum pendidikan indonesia, makalah kurikulum pendidikan, kurikulum pendidikan nasional, kurikulum pendidikan di indonesia, pengertian kurikulum pendidikan, artikel kurikulum pendidikan, kurikulum pendidikan karakter, kurikulum pendidikan tinggi, perubahan kurikulum pendidikan, kurikulum pendidikan matematika, fungsi kurikulum pendidikan, desain kurikulum pendidikan, perkembangan kurikulum pendidikan indonesia, perkembangan kurikulum pendidikan di indonesia, pusat kurikulum pendidikan nasional, macam-macam kurikulum pendidikan.

Kurikulum yang Tidak Efektif

Kurikulum yang Tidak Efektif
Oleh :Eka Febrian Sutanto
Mahasiswa di Bandung
From Pendidikan Network


Sekolah dalam bahasa aslinya, yakni skhole, scola, scolae, atau schola berarti 'waktu luang' atau 'waktu senggang'. Waktu senggang ini digunakan oleh orangtua Yunani untuk menitipkan anaknya kepada orang yang dianggap pintar agar memperoleh pengetahuan dan pendidikan tentang filsafat, alam, dan lain sebagainya. Anak-anak pada jaman itu menganggap sekolah sebagai suatu kegiatan yang mengasyikkan dan menyenangkan karena mereka dapat mempelajari berbagai hal yang ingin mereka ketahui.

Kenyataan yang ada sekarang ini sangat bertolak belakang dengan hal di atas. Kebanyakan anak maupun remaja sekarang justru menganggap sekolah sebagai beban. Mengapa hal ini terjadi? Menurut pengalaman saya sebagai pelajar, institusi pendidikan seperti sekolah tidak mengajarkan hal-hal yang saya anggap menarik untuk saya pelajari, melainkan mengajarkan segala pelajaran yang ditentukan oleh kurikulum yang berlaku. Seakan-akan seluruh ajaran yang diajarkan sekolah terkurung oleh sistem kurikulum yang ada saat ini.

Hal ini tentu saja membawa berbagai efek buruk. Anak-anak yang ingin mengejar prestasi harus berusaha keras menguasai beban kurikulum yang didapat, bahkan sampai harus mengikuti berbagai les tambahan. Anak-anak remaja yang pasrah akan keadaan, seringkali berbuat hal yang buruk di luar jam sekolah seperti berkelahi/tawuran. Ini terjadi karena keengganan mereka untuk mempelajari hal-hal yang tidak mereka sukai. Bukan itu saja, dari pengalaman saya, tidak semua pelajaran yang saya dapat di sekolah dasar maupun menengah berguna bagi saya di perguruan tinggi, dan kemungkinan besar tidak semua pelajaran yang saya dapat di perguruan tinggi berguna bagi saya di lapangan pekerjaan. Kurikulum yang sangat tidak efektif, dan sangat banyak membuang waktu dan pikiran mengakibatkan Indonesia kekurangan sumber daya manusia yang handal.
Bagaimana memperbaikinya?

Analogikan seperti ini, seorang guru ekonomi mungkin tidak dapat menjelaskan rumus Newton yang paling sederhana. Begitu pula seorang guru fisika, mungkin tidak mengerti dan hafal apa yang disebut sebagai Hukum Gossen dalam ekonomi. Padahal mereka sama-sama mempelajari hal tersebut ketika masih di sekolah menengah. Jadi jika saya bercita-cita untuk menjadi seorang ilmuwan fisika, haruskah saya mempelajari ekonomi sekolah menengah? Begitu pula sebaliknya, jika saya ingin menjadi ahli ekonomi, saya seharusnya tidak terlalu mendalami fisika.

Sistem pembelajaran saat ini masih menganut 'mempelajari semakin dalam hal yang semakin sempit'. Jadi semakin tinggi pendidikan kita, semakin kecil lingkup yang kita pelajari namun semakin dalam. Dan jika kita ubah sistem itu menjadi mempelajari lingkup yang kecil sejak dini, maka pada saat lulus seorang murid memiliki spesialisasi yang hebat dalam lingkup yang ia pelajari, dengan tidak menyia-nyiakan kemampuannya. Jika sejak dini seorang murid diberikan pelajaran yang cocok dengan bakat dan kemampuannya dan dengan tidak membebankan pelajaran lain yang tidak sesuai dengan kemampuannya, maka sudah pasti murid tersebut akan merasa nyaman dan tidak terbeban.

Mungkin pada awalnya kita harus mencontoh sistem kurikulum yang diadakan di beberapa negara maju. Di beberapa sekolah di negara-negara maju seperti Australia, Kanada, dan Amerika Serikat murid-murid sekolah menengah dapat memilih pelajaran yang ingin dia pelajari. Sehingga pada saat lulus dari sekolah menegah tersebut, mereka tidak mengerti hal yang luas tapi dangkal seperti di Indonesia, namun hal yang khusus tapi dalam.

Jika seorang anak memiliki bakat dalam bidang fisika, biarlah ia mendalami fisika. Jika ia memiliki bakat dalam bidang ekonomi, biarlah ia mendalami ekonomi. Jika ia memiliki bakat dalam bidang olahraga, biarlah ia mendalami olahraga. Biarlah bakatnya yang menuntun arah ke mana mereka akan pergi. Jangan kurung dia dan membebani dia dalam kurikulum yang ada sekarang ini...






Kata Kunci/ keyword Terkait dengan artikel ini : kurikulum pendidikan, kurikulum pendidikan islam, kurikulum pendidikan anak usia dini, kurikulum tingkat satuan pendidikan, pengembangan kurikulum pendidikan, kurikulum pendidikan indonesia, makalah kurikulum pendidikan, kurikulum pendidikan nasional, kurikulum pendidikan di indonesia, pengertian kurikulum pendidikan, artikel kurikulum pendidikan, kurikulum pendidikan karakter, kurikulum pendidikan tinggi, perubahan kurikulum pendidikan, kurikulum pendidikan matematika, fungsi kurikulum pendidikan, desain kurikulum pendidikan, perkembangan kurikulum pendidikan indonesia, perkembangan kurikulum pendidikan di indonesia, pusat kurikulum pendidikan nasional, macam-macam kurikulum pendidikan.

Five Ways to Improve Students' Pronunciation



ADA BEBERAPA METODE DALAM PENERAPANNYA


Metode 1. Mengajar Bahasa Inggris Dengan irama

Rhythm sangat penting dalam bahasa Inggris. Siswa perjuangan dengan atas dan bawah irama kalimat bahasa Inggris tetapi jika mereka berlatih berbicara berirama, tidak hanya membantu mereka terdengar lebih alami ketika mereka bicara, itu juga membangun kepercayaan diri mereka.

Metode 2. Mendorong siswa untuk merekam suara mereka sendiri

Siswa harus mencoba menemukan kesalahan mereka sendiri. Pada awalnya, mereka tidak dapat mendengar banyak (atau bahkan kesalahan apapun!). Dengan praktek, bagaimanapun, telinga siswa Anda 'akan menjadi lebih peka terhadap bunyi bahasa Inggris.

Metode 3. Cobalah "mundur kalimat" praktek

Saya selalu mengatakan murid-murid saya, "Kata-kata adalah pengetahuan, tetapi kalimat yang kefasihan". Siswa perlu berlatih lebih dari biasanya satu atau dua kalimat kata. Sebuah respon singkat seringkali cukup untuk menjawab pertanyaan-pertanyaan yang paling, tetapi siswa tidak memperbaiki jika mereka mengandalkan terlalu banyak jawaban-jawaban pendek.

Metode 4. Gunakan "Shadow Praktek"

Ini adalah cara sederhana untuk meningkatkan tetapi benar-benar dapat mengubah cara berbicara lancar siswa. Setiap kali seseorang berbahasa Inggris, baik guru di dalam kelas atau orang di TV atau di film, siswa hanya harus bergerak mulut mereka sendiri seolah-olah berbicara. Mereka TIDAK harus menggunakan suara mereka, karena mereka harus mendengarkan dengan cermat pembicara. Salah seorang mahasiswa saya melakukan ini setiap hari dalam kelas, dan menjadi "guru bayangan". Dia akhirnya menjadi pembicara terbaik di seluruh sekolah.

Metode 5. Dengarkan Lagu

Lagu-lagu yang menyenangkan sehingga siswa akan mendengarkan berkali-kali dan masih menikmatinya. Lirik lagu bahasa Inggris secara alami mengikuti irama dan intonasi berbicara. Pada saat yang sama, siswa akan mempelajari beberapa kosa kata yang baik dan pola kalimat. Ada ribuan lagu yang tersedia gratis di situs seperti You Tube dan Metacafe bagi siswa untuk menikmati.

APA ITU ANDRAGOGI = PENGERTIAN ANDRAGOGI

ANDRAGOGI
(Sebuah Konsep Teoritik)

A. Pengertian

Andragogi berasal dari dua kata dalam bahasa Yunani, yakni Andra berarti orang dewasa dan agogos berarti memimpin. Perdefinisi andragogi kemudian dirumuskan sebagau "Suatu seni dan ilmu untuk membantu orang dewasa belajar". Kata andragogi pertama kali digunakan oleh Alexander Kapp pada tahun 1883 untuk menjelaskan dan merumuskan konsep-konsep dasar teori pendidikan Plato. Meskipun demikian, Kapp tetap membedakan antara pengertian "Social-pedagogy" yang menyiratkan arti pendidikan orang dewasa, dengan andragogi. Dalam rumusan Kapp, "Social-pedagogy" lebih merupakan proses pendidikan pemulihan (remedial) bagi orang dewasa yang cacat. Adapun andragogi, justru lebih merupakan proses pendidikan bagi seluruh orang dewasa, cacat atau tidak cacat secara berkelanjutan.

B. Andragogi dan Pedagogi

Malcolm Knowles menyatakan bahwa apa yang kita ketahui tentang belajar selama ini adalah merupakan kesimpulan dari berbagai kajian terhadap perilaku kanak-kanak dan binatang percobaan tertentu. Pada umumnya memang, apa yang kita ketahui kemudian tentang mengajar juga merupakan hasil kesimpulan dari pengalaman mengajar terhadap anak-anak. Sebagian besar teori belajar-mengajar, didasarkan pada perumusan konsep pendidikan sebagai suatu proses pengalihan kebudayaan. Atas dasar teori-teori dan asumsi itulah kemudian tercetus istilah "pedagogi" yang akar-akarnya berasal dari bahasa Yunani, paid berarti kanak-kanak dan agogos berarti memimpin. Kemudian Pedagogi mengandung arti memimpin anak-anak atau perdefinisi diartikan secara khusus sebagai "suatu ilmu dan seni mengajar kanak-kanak". Akhirnya pedagogi kemudian didefinisikan secara umum sebagai "ilmu dan seni mengajar".

Untuk memahami perbedaan antara pengertian pedagogi dengan pengertian andragogi yang telah dikemukakan, harus dilihat terlebih dahulu empat perbedaan mendasar, yaitu :

1. Citra Diri

Citra diri seorang anak-anak adalah bahwa dirinya tergantung pada orang lain. Pada saat anak itu menjadi dewasa, ia menjadi kian sadar dan merasa bahwa ia dapat membuat keputusan untuk dirinya sendiri. Perubahan dari citra ketergantungan kepada orang lain menjadi citra mandiri. Hal ini disebut sebagai pencapaian tingkat kematangan psikologis atau tahap masa dewasa. Dengan demikian, orang yang telah mencapai masa dewasa akan berkecil hati apabila diperlakukan sebagai anak-anak. Dalam masa dewasa ini, seseorang telah memiliki kemauan untuk mengarahkan diri sendiri untuk belajar. Dorongan hati untuk belajar terus berkembang dan seringkali justru berkembang sedemikian kuat untuk terus melanjutkan proses belajarnya tanpa batas. Implikasi dari keadaan tersebut adalah dalam hal hubungan antara guru dan murid. Pada proses andragogi, hubungan itu bersifat timbal balik dan saling membantu. Pada proses pedagogi, hubungan itu lebih ditentukan oleh guru dan bersifat mengarah.

2. Pengalaman

Orang dewasa dalam hidupnya mempunyai banyak pengalaman yang sangat beraneka. Pada anak-anak, pengalaman itu justru hal yang baru sama sekali.Anak-anak memang mengalami banyak hal, namun belum berlangsung sedemikian sering. Dalam pendekatan proses andragogi, pengalaman orang dewasa justru dianggap sebagai sumber belajar yang sangat kaya. Dalam pendekatan proses pedagogi, pengalaman itu justru dialihkan dari pihak guru ke pihak murid. Sebagian besar proses belajar dalam pendekatan pedagogi, karena itu, dilaksanakan dengan cara-cara komunikasi satu arah, seperti ; ceramah, penguasaan kemampuan membaca dan sebagainya. Pada proses andragogi, cara-cara yang ditempuh lebih bersifat diskusi kelompok, simulasi, permainan peran dan lain-lain. Dalam proses seperti itu, maka semua pengalaman peserta didik dapat didayagunakan sebagai sumber belajar.

3. Kesiapan Belajar

Perbedaan ketiga antara pedagogi dan andragogi adalah dalam hal pemilihan isi pelajaran. Dalam pendekatan pedagogi, gurulah yang memutuskan isi pelajaran dan bertanggung jawab terhadap proses pemilihannya, serta kapan waktu hal tersebut akan diajarkan. Dalam pendekatan andragogi, peserta didiklah yang memutuskan apa yang akan dipelajarinya berdasarkan kebutuhannya sendiri. Guru sebagai fasilitator.

4. Nirwana Waktu dan Arah Belajar

Pendidikan seringkali dipandang sebagai upaya mempersiapkan anak didik untuk masa depan. Dalam pendekatan andragogi, belajar dipandang sebagai suatu proses pemecahan masalah ketimbang sebagai proses pemberian mata pelajaran tertentu. Karena itu, andragogi merupakan suatu proses penemuan dan pemecahan masalah nyata pada masa kini. Arah pencapaiannya adalah penemuan suatu situasi yang lebih baik, suatu tujuan yang sengaja diciptakan, suatu pengalaman pribadi, suatu pengalaman kolektif atau suatu kemungkinan pengembangan berdasarkan kenyataan yang ada saat ini. Untuk menemukan "dimana kita sekarang" dan "kemana kita akan pergi", itulah pusat kegiatan dalam proses andragogi. Maka belajar dalam pendekatan andragogi adalah berarti "memecahkan masalah hari ini", sedangkan pada pendekatan pedagogi, belajar itu justru merupakan proses pengumpulan informasi yang sedang dipelajari yang akan digunakan suatu waktu kelak.

C. Langkah-langkah Pelaksanaan Andragogi

Langkah-langkah kegiatan dan pengorganisasian program pendidikan yang menggunakan asas-asas pendekatan andragogi, selalu melibatkan tujuh proses sebagai berikut :

1. Menciptakan iklim untuk belajar
2. Menyusun suatu bentuk perencanaan kegiatan secara bersama dan saling membantu
3. Menilai atau mengidentifikasikan minat, kebutuhan dan nilai-nilai
4. Merumuskan tujuan belajar
5. Merancang kegiatan belajar
6. Melaksanakan kegiatan belajar
7. Mengevaluasi hasil belajar (menilai kembali pemenuhan minat, kebutuhan dan pencapaian nilai-nilai.

Andragogi dapat disimpulkan sebagai :

1. Cara untuk belajar secara langsung dari pengalaman
2. Suatu proses pendidikan kembali yang dapat mengurangi konflik-konflik sosial, melalui kegiatan-kegiatan antar pribadi dalam kelompok belajar itu
3. Suatu proses belajar yang diarahkan sendiri, dimana kira secara terus menerus dapat menilai kembali kebutuhan belajar yang timbul dari tuntutan situasi yang selalu berubah.

D. Prinsip-prinsip Belajar untuk Orang Dewasa

1. Orang dewasa belajar dengan baik apabila dia secara penuh ambil bagian dalam kegiatan-kegiatan
2. Orang dewasa belajar dengan baik apabila menyangkut mana yang menarik bagi dia dan ada kaitan dengan kehidupannya sehari-hari.
3. Orang dewasa belajar sebaik mungkin apabila apa yang ia pelajari bermanfaat dan praktis
4. Dorongan semangat dan pengulangan yang terus menerus akan membantu seseorang belajar lebih baik
5. Orang dewasa belajar sebaik mungkin apabila ia mempunyai kesempatan untuk memanfaatkan secara penuh pengetahuannya, kemampuannya dan keterampilannya dalam waktu yang cukup
6. Proses belajar dipengaruhi oleh pengalaman-pengalaman lalu dan daya pikir dari warga belajar
7. Saling pengertian yang baik dan sesuai dengan ciri-ciri utama dari orang dewasa membantu pencapaian tujuan dalam belajar.

E. Karakteristik Warga Belajar Dewasa

1. Orang dewasa mempunyai pengalaman-pengalaman yang berbeda-beda
2. Orang dewasa yang miskin mempunyai tendensi, merasa bahwa dia tidak dapat menentukan kehidupannya sendiri.
3. Orang dewasa lebih suka menerima saran-saran dari pada digurui
4. Orang dewasa lebih memberi perhatian pada hal-hal yang menarik bagi dia dan menjadi kebutuhannya
5. Orang dewasa lebih suka dihargai dari pada diberi hukuman atau disalahkan
6. Orang dewasa yang pernah mengalami putus sekolah, mempunyai kecendrungan untuk menilai lebih rendah kemampuan belajarnya
7. Apa yang biasa dilakukan orang dewasa, menunjukkan tahap pemahamannya
8. Orang dewasa secara sengaja mengulang hal yang sama
9. Orang dewasa suka diperlakukan dengan kesungguhan iktikad yang baik, adil dan masuk akal
10. Orang dewasa sudah belajar sejak kecil tentang cara mengatur hidupnya. Oleh karena itu ia lebih suka melakukan sendiri sebanyak mungkin
11. Orang dewasa menyenangi hal-hal yang praktis
12. Orang dewasa membutuhkan waktu lebih lama untuk dapat akrab dan menjalon hubungan dekat dengan teman baru.

F. Karakteristik Pengajar Orang Dewasa

Seorang pengajar orang dewasa haruslah memenuhi persyaratan berikut :

1. Menjadi anggota dari kelompok yang diajar
2. Mampu menciptakan iklim untuk belajar mengajar
3. Mempunyai rasa tanggung jawab yang tinggi, rasa pengabdian dan idealisme untuk kerjanya
4. Menirukan/mempelajari kemampuan orang lain
5. Menyadari kelemahannya, tingkat keterbukaannya, kekuatannya dan tahu bahwa di antara kekuatan yang dimiliki dapat menjadi kelemahan pada situasi tertentu.
6. Dapat melihat permasalahan dan menentukan pemecahannya
7. Peka dan mengerti perasaan orang lain, lewat pengamatan
8. Mengetahui bagaimana meyakinkan dan memperlakukan orang
9. Selalu optimis dan mempunyai iktikad baik terhadap orang
10. Menyadari bahwa "perannya bukan mengajar, tetapi menciptakan iklim untuk belajar"
11. Menyadari bahwa segala sesuatu mempunyai segi negatif fan pisitif.

PENDIDIKAN BUDI PEKERTI = Masih Adakah?

MERANCANG PENDIDIKAN MORAL & BUDI PEKERTI


anusia Indonesia menempati posisi sentral dan strategis dalam pelaksanaan pembangunan nasional, sehingga diperlukan adanya pengembangan sumber daya manusia (SDM) secara optimal. Pengembangan SDM dapat dilakukan melalui pendidikan mulai dari dalam keluarga, hingga lingkungan sekolah dan masyarakat.

Salah satu SDM yang dimaksud bisa berupa generasi muda (young generation) sebagai estafet pembaharu merupakan kader pembangunan yang sifatnya masih potensial, perlu dibina dan dikembangkan secara terarah dan berkelanjutan melalui lembaga pendidikan sekolah. Beberapa fungsi pentingnya pendidikan sekolah antara lain untuk : 1) perkembangan pribadi dan pembentukan kepribadian, 2) transmisi cultural, 3) integrasi social, 4) inovasi, dan 5) pra seleksi dan pra alokasi tenaga kerja ( Bachtiar Rifai). Dalam hal ini jelas bahwa tugas pendidikan sekolah adalah untuk mengembangkan segi-segi kognitif, afektif dan psikomotorik yang dapat dikembangkan melalui pendidikan moral. Dengan memperhatikan fungsi pendidikan sekolah di atas, maka setidaknya terdapat 3 alasan penting yang melandasi pelaksanaan pendidikan moral di sekolah, antara lain : 1). Perlunya karakter yang baik untuk menjadi bagian yang utuh dalam diri manusia yang meliputi pikiran yang kuat, hati dan kemauan yang berkualitas, seperti : memiliki kejujuran, empati, perhatian, disiplin diri, ketekunan, dan dorongan moral yang kuat untuk bisa bekerja dengan rasa cinta sebagai ciri kematangan hidup manusia. 2). Sekolah merupakan tempat yang lebih baik dan lebih kondusif untuk melaksanakan proses belajar mengajar. 3).Pendidikan moral sangat esensial untuk mengembangkan sumber daya manusia (SDM) yang berkualitas dan membangun masyarakat yang bermoral (Lickona, 1996 , P.1993).

Pelaksanaan pendidikan moral ini sangat penting, karena hampir seluruh masyarakat di dunia, khususnya di Indonesia, kini sedang mengalami patologi social yang amat kronis. Bahkan sebagian besar pelajar dan masyarakat kita tercerabut dari peradaban eastenisasi (ketimuran) yang beradab, santun dan beragama. Akan tetapi hal ini kiranya tidak terlalu aneh dalam masyarakat dan lapisan social di Indonesia yang hedonis dan menelan peradaban barat tanpa seleksi yang matang. Di samping itu system [pendidikan Indonesia lebih berorientasi pada pengisian kognisi yang eqivalen dengan peningkatan IQ (intelengence Quetiont) yang walaupun juga di dalamnya terintegrasi pendidikan EQ (Emotional Quetiont). Sedangkan warisan terbaik bangsa kita adalah tradisi spritualitas yang tinggi kemudian tergadai dan lebih banyak digemari oleh orang lain di luar negeri kita, yaitu SQ (Spiritual Quetiont). Oleh sebab itu, perlu kiranya dalam pengembangan pendidikan moral ini eksistensi SQ harus terintegrasi dalam target peningkatan IQ dan EQ siswa.


Akibat dari hanyutnya SQ pada pribadi masyarakat dan siswa pada umumnya menimbulkan efek-efek social yang buruk. Bermacam-macam masalah sosial dan masalah-masalahh moral yang timbul di Indonesia seperti : 1). meningkatnya pembrontakan remaja atau dekadensi etika/sopan santun pelajar, 2). meningkatnya kertidakjujuran, seperti suka bolos, nyontek, tawuran dari sekolah dan suka mencuri, 3). berkurangnya rasa hormat terhadap orang tua, guru, dan terhadap figur-figur yang berwenang, 4). meningkatnya kelompok teman sebaya yang bersifat kejam dan bengis, 5) munculnya kejahatan yang memiliki sikap fanatik dan penuh kebencian, 6). berbahsa tidak sopan, 7). merosotnya etika kerja, 8). meningkatnya sifat-sifat mementingkan diri sendiri dan kurangnya rasa tanggung jawab sebagai warga negara, 9). timbulnya gelombang perilaku yang merusak diri sendiri seperti perilaku seksual premature, penyalahgunaan mirasantika/narkoba dan perilaku bunuh diri, 10). timbulnya ketidaktahuan sopan santun termasuk mengabaikan pengetahuan moral sebagai dasar hidup, seperti adanya kecenderungan untuk memeras tidak menghormati peraturan-peraturan, dan perilaku yang membahayakan terhadap diri sendiri atau orang lain, tanpa berpikir bahwa hal itu salah (Koyan, 2000, P.74).

Untuk merespon gejala kemerosotan moral tersebut, maka peningkatan dan intensitas pelaksanan pendidikan moral di sekolah merupakan tugas yang sangat penting dan sangat mendesak bagi kita, dan perlu dilaksanakan secara komprehensif dan dengan menggunakan strategi serta model pendekatan secara terpadu, yaitu dengan melibatkan semua unsur yang terkait dalam proses pembelajaran atau pendidikan seperti : guru-guru, kepala sekolah orang tua murid dan tokoh-tokoh masyarakat. Tujuan pendidikan moral tidak semata-mata untuk menyiapkan peserta didik untuk menelan mentah konsep-konsep pendidikan moral, tetapi yang lebih penting adalah terbentuknya karakter yang baik, yaitu pribadi yang memiliki pengetahuan moral, peranan perasaan moral dan tindakan atau perilaku moral (Lickona, 1992. P. 53 )

Pada sisi lain, dewasa ini pelaksanan pendidikan moral di sekolah diberikan melalui pembelajaran pancasila dan kewarganegaraan (PPKn) dan Pendidikan agama akan tetapi masih tampak kurang pada keterpaduan dalam model dan strategi pembelajarannya Di samping penyajian materi pendidikan moral di sekolah, tampaknya lebih berorientasi pada penguasaan materi yang tercantum dalam kurikulum atau buku teks, dan kurang mengaitkan dengan isu-isu moral esensial yang sedang terjadi dalam masyarakat, sehingga peserta didik kurang mampu memecahkan masalah-masalah moral yang terjadi dalam masyarakat Bagi para siswa,adalah lebih banyak untuk menghadapi ulangan atau ujian, dan terlepas dari isu-isu moral esensial kehidupan mereka sehari-hari. Materi pelajaran PPKn dirasakah sebagai beban, dihafalkan dan dipahami, tidak menghayati atau dirasakan secara tidak diamalkan dalam perilaku kehidupan hari-hari.

Dalam upaya untuk meningkatkan kematangan moral dan pembentukann karakter siswa. Secara optimal ,maka penyajian materi pendidikan moral kepada para siswa hendaknya dilaksanakan secara terpadu kepada semua pelajaran dan dengan mengunakan strategi dan model pembelajaran seccara terpadu, yaitu dengan melibatkan semua guru, kepala sekolah ,orang tua murid, tokoh-tokoh masyarakat sekitar. Dengan demikian timbul pertanyaan,bahan kajian apa sajakah yang diperlukan untuk merancang model pembelajaran pendidikan moral dengan mengunakan pendekatan terpadu ?

Untuk mengembangkan strategi dan model pembelajaran pendidikan moral dengan menggunakan pendekatan terpadu ,diperlukan adanya analisis kebutuhan (needs assessment) siswa dalam belajar pendidikan moral. Dalam kaitan ini diperlukan adanya serangkaian kegiatan, antara lain : (1) mengidentifikasikan isu-isu sentral yang bermuatan moral dalam masyarakat untuk dijadikan bahan kajian dalam proses pembelajaran di kelas dengan menggunakan metode klarifikasi nilai (2) mengidentifikasi dan menganalisis kebutuhan siswa dalam pembelajaran pendidikan moral agar tercapai kematangan moral yang komprehensif yaitu kematangan dalam pengetahuan moral perasaan moral,dan tindakan moral, (3) mengidentifikasi dan menganalisis masalah-masalah dan kendala-kendala instruksional yang dihadapi oleh para guru di sekolah dan para orang tua murid di tua murid dirumah dalam usaha membina perkembangan moral siswa,serta berupaya memformulasikan alternatif pemecahannya, (4) mengidentifikasi dan mengklarifikasi nilai-nilai moral yang inti dan universal yang dapat digunakan sebagai bahan kajian dalam proses pendidikan moral, (5) mengidentifikasi sumber-sumber lain yang relevan dengan kebutuhan belajar pendidikan moral.

Dengan memperhatikan kegiatan yang perlu dilakukan dalam proses aplikasi pendidikan moral tersebut, kaitannya dengan kurikulum yang senantiasa berubah sesuai dengan akselerasi politik dalam negeri, maka sebaiknya pendidikan moral juga dilakukan penngkajian ulang untuk mengikuti competetion velocities dalam persaingan global. Bagaimanapun negeri ini memerlukan generasi yang cerdas, bijak dan bermoral sehingga bisa menyeimbangkan pembangunan dalam keselarasan keimanan dan kemajuan jaman. Pertanyaannya adalah siapkah lingkungan sekolah (formal-informal), masyarakat dan keluarga untuk membangun komitmen bersama mendukung keinginan tersebut ? Karena nasib bangsa Indonesia ini terletak dan tergantung pada moralitas generasi mudanya. 


Kata Kunci/ keyword Terkait dengan artikel ini : pendidikan, pendidikan nasional, makalah pendidikan, pendidikan agama, menteri pendidikan, menteri pendidikan nasional, pendidikan usia dini, pengertian pendidikan, tujuan pendidikan, pendidikan di indonesia, departemen pendidikan, manajemen pendidikan, pendidikan teknologi, teknologi pendidikan, masalah pendidikan, pidato tentang pendidikan, tingkat pendidikan, pendidikan lingkungan hidup, evaluasi pendidikan, pendidikan pancasila, pentingnya pendidikan, pendidikan nasional indonesia, menteri pendidikan 2010, website pendidikan, pendidikan ppt, departemen pendidikan nasional, komunikasi pendidikan, standar nasional pendidikan, standar pendidikan nasional, pendidikan seks, logo pendidikan, pendidikan internet, kata kata pendidikan, teknologi dan pendidikan, uu pendidikan, inovasi pendidikan, pendidikan luar sekolah, pendidikan menurut islam, kementerian pendidikan nasional, journal pendidikan, aliran pendidikan, pendidikan tik, pendidikan dan kebudayaan, undang-undang pendidikan, pendidikan hukum, dinas pendidikan nasional, internet dalam pendidikan, internet untuk pendidikan, pendidikan jepang, pembiayaan pendidikan, artikel pendidikan indonesia, pendidikan kimia, lembaga pendidikan islam, perkembangan pendidikan indonesia, kementrian pendidikan, info pendidikan, blog pendidikan, uu pendidikan nasional, tujuan pendidikan jasmani, dasar-dasar pendidikan, pendidikan dan pembangunan, pendidikan pesantren, www.pendidikan, manajemen pendidikan islam, reformasi pendidikan, pendidikan diindonesia, hadits tentang pendidikan, komputer dalam pendidikan, menteri pendidikan indonesia, mentri pendidikan, depdiknas.go.id, macam-macam pendidikan, dasar pendidikan nasional, pendidikan sebagai sistem, kementrian pendidikan nasional, penilaian dalam pendidikan, pendidikan kewirausahaan, nilai-nilai pendidikan, aliran-aliran pendidikan, biaya pendidikan itb, faktor-faktor pendidikan, uud pendidikan, pendidikan tradisional, pendidikan sebagai ilmu, nama menteri pendidikan, pendidikan masa kini, jenis-jenis pendidikan, departemen pendidikan indonesia, tokoh-tokoh pendidikan, artikel pendidikan jasmani, pemerataan pendidikan, pendidikan.com, unsur-unsur pendidikan, artikel pendidikan nasional, prinsip-prinsip pendidikan, prinsip pendidikan islam, contoh pantun pendidikan, teori-teori pendidikan, multimedia dalam pendidikan, artikel dunia pendidikan, lambang departemen pendidikan.

WATAK DAN SISTEM GURU DI INDONESIA

BEDA GURU SEKOLAH NEGERI,SEKOLAH SWASTA,DAN BIMBINGAN BELAJAR

Guru merupakan ujung tombak keberhasilan suatu sistem pendidikan. Bagaimanapun sistem pendidikannya, jika guru kurang siap melaksanakannya tetap saja hasilnya sama "jelek". Sistem KBK yang diterapkan saat ini, sebetulnya sudah diterapkan di sekolah swasta yang ekonomi siswanya menengah ke atas. KBK suskses di sekolah swasta karena mereka berani memberikan kesejahteraan guru yang lebih baik dan fasilitas yang lengkap dibandingkan sekolah negeri, setidaknya ini juga disampaikan oleh Pak Said, bahwa sebetulnya yang sangat mempengaruhi kualitas guru adalah kondisi sosial guru. Renungkanlah kalimat yang diucapkan salah seorang guru besar Universiti Kebangsaan Malaysia saat melawat ke Jakarta "Di Indonesia sebetulnya gurunya pintar-pintar jika dibandingkan dengan Malaysia, lalu kenapa pendidikan disana lebih maju pesat, karena kami saat mengajar dalam benak kami tidak punya pikiran aduh gimana besok, sehingga kami benar-benar bekerja keras untuk pendidikan", kira-kira itulah sari kalimat yang disampaikan nya. Jadi, jika kita simak maksud kalimat saat mengajar dalam benak kami tidak punya pikiran "aduh gimana besok", saya yakin maksudnya bahwa agar guru mengajar dengan optinal di kelas, sebaiknya guru diberikan kenyamanan dalam hal kondisi sosialnya.

Di sekolah swasta yang bonafit, guru benar-benar dikontrol kualitasnya dengan berbagai program yang diadakan yayasan demi menjaga kualitas sekolah tersebut dan kepercayaan dari orang tua murid, sehingga hasilnya pun sangat memuaskan. Bukti sederhana bagaimana hasil didikan sekolah-sekolah swasta adalah prestasi siswa mereka di Olimpiade Sains tingkat Nasional dan Internasional. Misalnya, SMA Xaverius Palembang, SMA IPEKA Medan, dan SMA Aloysius Bandung, SMA BPK Penabur.

Guru di PNS (sekolah Negeri), sudah terlanjur terjebak oleh kalimat pahlawan tanpa pamrih, sehingga akibatnya posisi guru di masyarakat, bahkan di kalangan pejabat terasa terpinggirkan dan tersisihkan. Pemalsuan ijazah oleh caleg merupakan salah satu indikasi bahwa posisi guru diremehkan. Saat guru berpikir bahwa yang dilakukannya adalah hanya semata-mata ibadah, lalu godaan pun datang seperti siswa melecehkannya karena merasa "saya punya uang lebih", atau orang tua yang punya jabatan 'wah", seenaknya memaki guru oleh karena anaknya didisiplinkan, atau orang tua ingin anaknya punya rangking, sehingga mengembel-embel hadiah yang menjanjikan". Godaan itu, menjadi hal yang wajar dalam wajah pendidikan Indonesia, yang akhirnya menyeret keterpurukan bagsa ini. Bagi guru yang berkualitas, godaan tersebut seharusnya bisa ditolak, tapi malah ada juga guru yang marah ke siswa karena siswa tidak memberi hadiah saat kenaikan kelas.

Mungkin Pa Said lupa, mengapa banyak guru kurang optimal mengajar di kelas?. Cobalah simak bagaimana sekeksi guru PNS. Mengandalkan Akta IV yang dipunyai calon, calon guru hanya diuji tes tertulis, kemudian wawancara. Lalu apakan diuji cara mengajar atau meyampaikan materi pelajaran?. Ini juga salah satu kelemahan sistem seleksi guru kita di Indonesia (PNS), yang membuat guru mengajar kurang optimal, kita terlalu percaya bahwa yang punya Akta IV bisa mengajar, saya yakin tidak semua?. Kita patut puji Diknas Sukabumi, karena sistem seleksi guru di Sukabumi telah menerapkan hal tersebut. Dan ini pula, yang mengakibatkan kualitas guru di bimbel dengan guru sekolah timpang dalam hal menyampaikan materi.


Lalu bagaimana kualitas guru di sekolah dan di bimbel? Tulisan Sanita (HU PR Selasa, 04/05/04) yang berjudul "Bisakah sistem bimbel diterapkan di sekolah" merupakan ide yang cemerlang, tapi tidak semua betul. Beberapa hal yang mebedakan kuaitas guru di bimbel lebih baik dalam hal menyampaikan materi adalah sebagai berikut.

1. Seleksi guru. Di bimbel, sudah tentu syaratnya harus lulusan PTN, karena dia harus jadi panutan bagaimana siswa menembus PTN, tapi guru PNS tentu tidak hanya lulusan PTN. Selain harus lulus ujian tertulis, calon guru bimbel pun harus menyampaikan cara mengajar yang baik, setelah lulus 2 hal tersebut, biasanya guru diuji coba selama satu bulan, kemudian dinilai oleh siswa melalui angket tertulis, laliu dipertimbangkan untuk mengajar tetap di bimbel tersebut atau tidak sama sekali.

2. Pembinaan guru. Minimalnya setahun sekali, guru-guru bimbel diberikan penyegaran oleh pengajar senior setempat (tentu kualitas keilmuan dan mengajarnya sangat baik). Hal ini dilakukan di Bimbel, tapi guru-guru sekolah melalui Diknas mendapatkan penyeegaran tidak sesering itu.

3. Kesejahteraan guru. Tanyakanlah pada guru-guru yang sudah mengajar di bimbel 5 tahun ke atas. Saya yakin gajinya di atas 2 juta sebulan (meskipun tidak semua), bagaimana di sekolah?. Tetapi, meskipun gaji guru di sekolah tidak lebih sampai 2 juta, guru sekolah punya jaminan kesehatan, tunjangan pensiun, tunjangan dapur, tetapi umumnya di bimbel tidak ada.

4. Fasilitas. Siapa yang tidak senang belajar dengan suasana nyaman, dengan AC, absensi dengan komputer, atau bahkan belajar dengan multimedia, tulisan pengajarnya bagus dan warna-warni (dengan spidol).

5. Guru entertainer. Hal ini yang sulit dimiliki guru, rasa tertekan oleh kondisi social membuat guru sekolah hampir praktis tidak punya rasa entertainer, misal humor, hiburan. Tapi tidak sedikit guru yang memiliki hal itu disekolah. Alasan saya saat SMA menyukai fisika atau kumia, karena guru fisikanya selalu bernyanyi saat siswa menulis, atau guru kimia selalu humor di tengahsiswa serius. Di bimbel sikap entertainer sudah menajdi tuntukan jika tidak ingin kalah bersaing. Keramahan juga merupakan sikap entertainer guru, sehingga guru bimbel selalu bersedia ditanya masalah pelajaran kapanpun.

6. Evaluasi belajar yang rapih. Sistem evaluasi dengan dengan komputerisasi, sehingga siswa dapat dievaluasi kelemahannya di materi atau pelajaran apa, umumnya dilakukan di bimbel.

Namun, tidak semua sistem di bimbel lebih bagus, bahkan banyak hal sistem disekolah lebih bagus. Sistem bimbel pun sulit diterapkan di pelosok, apalagi jika anggaranya terbatas. Keunggulan sekolah dibandingkan bimbel dapat dilihat dari beberapa berikut ini:

1. Di bimbel yang diajarkan hampir bersifat praktis, rata-rata bukanlah konsep dasar, bahkan adakalanya guru bimbel mengajarkan cara cepat yang tidak logis atau tidak dterangkan rumus cepat itu dari mnana. Di sekolah, sudah pasti yang diajarkan konsep dasar (keilmuan dasar), karena hal itu tuntutan kurikulum dari DIKNAS. Sehingga beban guru sekolah sebetulnya lebih berat. Tapi tidak sedikit guru bimbel yang mengajarkan konsep dasar. Guru sekolah, yang juga mengajar di bimbel, biasanya sering mengkombinasikan hal ini, konsep dasar diajarkan dan carac cepat pun diberikan. Guru ini biasanya menajdi favorit di sekolah

2. Di sekolah punya guru BP, tempat siswa curhat. Sayang, hal ini belum dioptimalkan oleh siswa. Namun saat ini, ada juga bimbel yang mengadakan konsultasi mental dalam mengahadapi ujian, sampai mendatangkan pakar otak kanan agar lebih menarik siswa, meskipun bayarannya lebih mahal.

3. Wibawa guru di sekolah sebetulnya lebih besar, siswa lebih segan pada guru sekolah. Tapi bandingkan di Bimbel, tidak sedikit siswa yang seenaknya melecehkan guru, terutama siswa kelas 2, tapi itupun tergantung pendekatan gurunya.

Era globalisasi di Indonesia sudah mulai, jadi Guru berkualitas pun sudah merupakan tuntutan dalam pendidikan nasional. Lalu seperti apa guru berkualitas itu? Tentu yang mengajarnya dimengerti siswa, wawasan keilmuannya baik, suri tauladan bagi pendidikan moral siswanya, dan punya keinginan untuk meng-up grade dirinya, dan totalitas bagi pendidikan. Jika melihat dari permasalah-permasalan yang ada, tentu meningkatkan kulitas guru di sekolah bukan hal yang mudah, tetapi saya punya beberapa pemikiran untuk hal tersebut.

1. Kesejahteraan guru sudah menjadi hal yang wajib untuk diperhatikan, agar posisi tawar guru lebih besar dalam tatanan republik ini. Artinya, jika suatu waktu ekonomi Indonesia membaik, wajar jika guru ditingkatkan kesejahteraanya. Di Negara-negara yang pendidikan maju seperti Jepang, Malaysia atau Singapura gaji guru lebih utama di bandingkan pegawai lain.

2. Dalam penyeleksian Guru hendaknya selalu diuji bagaimana guru menyampaikan materi pelajaran ke siswa, jika memang kurang baik mengajarnya, meskipun tes tertulis lulus lebih baik digagalkan. Atau, jika seleksi dosen ada tes psikotes, mengapa pada seleksi guru tidak dilakukan.

3. Sertifikasi guru dan pembinaan guru perlu dilakukan secara rutin, terutama bagi pengajar baru atau pengajar lama yang memang banyak dikeluhkan oleh siswa kurang baik mengajarnya. Pemerintah dalam hal ini Depdiknas harus tegar, jika guru tersebut tidak bisa mengajar, lebih baik dipindahkan di bagian lain. Jadi, Depdikas sebaiknya memiliki seksi yang memonitoring kualitas guru.

4. Fasilitas sangat mendukung keberhasilan sistem pendidikan. Jika Pemerintah serius terhadap pendidikan, maka fasilitas harus diperbaiki. Untuk halk ini, Pemerintah harus menganggarkan lebih banyak dalam APBN Pendidikan, karena masih banyak sekolah yang tidak layak pakai.

5. Reformasi 3 hal di atas, tentu memerlukan anggaran dana, oleh karena itu Pemerintah bersama legislatif harus berjuang keras agar APBN pendidikan ditingkatkan di atas 20 %.




Kata Kunci/ keyword Terkait dengan artikel ini :  guru, profesi guru, guru profesional, 2010 guru, tunjangan guru, calon guru, profesionalisme guru, tugas guru, pengertian guru, tunjangan profesi guru, info guru, syarat guru, tunjangan fungsional guru, pengembangan guru, portofolio guru, nrg guru, jurnal guru, kompetensi guru profesional, ptk guru, undang-undang guru, dana sertifikasi guru, guru yang profesional, pp guru, chord himne guru, kualifikasi guru, tunjangan guru 2010, evaluasi guru, cara menjadi guru, puisi perpisahan guru, menjadi guru profesional, sertivikasi guru, kesejahteraan guru, profesionalitas guru, sertifikasi guru sma, kewajiban guru, batara guru, apa itu guru, sertifikat guru, karangan jasa guru, guru sebagai profesi, puisi guru ku, syarat guru profesional, pengertian kompetensi guru, adab kepada guru, syarat-syarat guru, pensiun guru, guru sebagai fasilitator, agenda guru, kriteria guru profesional, administrasi guru smk, guru muda.com, syarat guru besar, berapa gaji guru, inpassing guru 2010, cara menghormati guru, tugas-tugas guru, guru bikini, sertifkasi guru, sertifikasi guru.org, srtifikasi guru, jenis-jenis guru, blog guru geografi, guru patimpus, indikator guru profesional, games ngerjain guru, gaji guru besar, guru yang berkualitas, contoh portofolio guru, guru sange, guru profesional download, www.sertifikasi guru, photo guru sekumpul, guru ghaib, guru lesbi, juga guru.com, sifat-sifat guru, toge guru, guru toge, gambar-gambar guru, itil guru, pijatan guru olahraga, gambar profesi guru, guru mursid, usaha sampingan guru, riwayat guru sekumpul, guru pembaharu.com, sertifikasi guru.com, guru semok, kompetensi pribadi guru, kedai guru.com, vagina bu guru, sang guru.com, guru jablay, guru asuma, guru besar psht, guru bejad, bu guru toge, www.juga guru, guru fisika.com, dunia guru.com, guru centil.

PENYAKIT PARA PELAJAR

Malas, penghalang kesuksesan

Malas, merupakan salah satu penyebab negara Indonesia ini tertinggal dengan negara lain khususnya hubungannya dengan Sumber Daya Manusia (SDM). Sebagai contoh janganlah jauh-jauh dahulu ke Eropa, tapi yang dekat terlebih dahulu seperti Malaysia ataupun Singapura yang secara geografis luas negaranya maupun kekayaan alamnya jauh berbeda dengan Indonesia namun jauh berbeda pula dalam hal "manusianya", padahal dulu pelajar maupun guru-guru dari Malaysia datang ke Indonesia ini untuk belajar memperdalam ilmunya.

Malas bisa berarti banyak hal, malas belajar (umum terjadi pada pelajar) ataupun malas dalam lingkup yang universal yaitu malas dalam mengerjakan sesuatu Tapi memang rasa malas sudah merupakan fitrah dari Tuhan dan kita harus yakin bahwa pemberian Tuhan itu selalu ada manfaatnya, hanya saja permasalahannya terletak pada bagaimana kita mengatasi rasa malas tersebut, mencoba mengambil manfaat atau hikmah dari penanganan rasa malas kita dan belajar melihat dari sudut pandang yang lebih baik.

Malas itu bisa diibaratkan seperti keimanan kita yang ada kalanya meningkat dan ada kalanya menurun. Tapi ternyata kalau dilatih terus menerus dan teratur keimanan itu bisa meningkat atau setidaknya tidak menurun. Nah..begitupun dengan malas, dengan cara teratur diikuti dengan kekonsistenan kita mengerjakan metode atau cara mengatasi rasa malas, insyaallah rasa malas bisa di atasi dan bukan tak mungkin bisa berubah menjadi rajin..

Aku jadi terinspirasi oleh temanku yang mengatakan seperti ini, "wah..kalau ada yang nggak malas, hebatlah". Dari perkataan terdapat makna yaitu orang yang malas dengan yang rajin, yang sukses dengan yang gagal sama-sama menghabiskan waktu 24 jam perhari, yang membedakan hanyalah manajemen dan pemanfaatan waktu tersebut. Ada beberapa cara untuk mengatasi rasa malas, diantaranya ialah :

1. Banyak membaca

Jenis bacaannya bisa bermacam-macam, buku, komik, novel ataupun majalah karena disini tidak mempermasalahkan dahulu apakah buku itu baik atau tidak untuk dibaca, tapi yang penting adalah benar terlebih dahulu, benar dalam rangka untuk membentuk kebiasaan dan sifat tidak malas karena nanti itu akan menjadi kepribadian dan karakter kita. Dampak dari membaca adalah kita akan berfikir lebih "jauh" dan akan merasa rugi jika membuat waktu kita tidak efektif dan terbuang dengan sia-sia karena telah terbiasa untuk selalu mengefektifkan waktunya dengan cara yang benar. DR. Aidh Al-Qarni dalam bukunya "La Tahzan" menuliskan "Berpengetahuan dan berwawasan luas, menguasai banyak teori keilmiahan, berfikir secara orisinil, memahami permasalahan dan argumentasi pijakannya adalah sedikit dari sekian bayak factor yang dapat membantu menciptakan kelapangan di dalam hati. Orang yang berpengetahuan luas adalah orang yang berfikiran bebas dan berjiwa teduh". Sedangkan untuk implementasi dari membaca bisa dengan mengajar, menulis, dll.

Setelah kita membaca yang benar, kemudian bertambah tingkatan menjadi baik sehingga menjadi "membaca yang benar dan baik". Baik disini mengandung arti membaca buku -buku yang bermanfaat dan baik tentunya seperti buku tentang pengembangan diri, ilmu pengetahuan maupun agama, bukan lagi buku seperti komik, novel , majalah, dsb. yang biasanya informasinya tidak berlaku untuk jangka waktu yang lama dan tentunya dari segi manfaat dan bobot isi berbeda dengan buku yang baik tadi.

Dan jika setelah membaca kita ingin mempunyai semangat, bacalah buku-buku tentang orang-orang yang sukses atau tokoh -tokoh terkenal, biasanya setelah membaca buku seperti itu, timbul semangat untuk maju dan ingin sukses seperti mereka atau bahkan melebihinya. Bukankah hidup ini harus selalu dinamis dan terus mengalami peningkatan seperti hadits yang sering kita dengar " Barang siapa hari ini lebih buruk dari hari kemarin maka dia orang yang terlaknat, barang siapa yang hari ini sama dengan hari kemarin maka dia orang yang merugi dan barang siapa yang hari ini lebih baik dari hari kemarin maka dialah orang yang diridhai atau diberi rahmat oleh Allah".

2. Permainan pikiran.

Pokoknya, ketika kita ingin melakukan sesuatu dan tiba-tiba rasa malas muncul, jangan pernah mengucapkan ataupun berpikiran negatif seperti "ah.cape nih, sepertinya tidak akan benar". Lebih baik berpikiran positif seperti "wah..sepertinya asyik nih.pasti rame, come on semangat..semangat,de el el. Karena bagimanapun juga energi yang digunakan untuk berpikiran yang negatif dengan positif itu adalah equal alias sama, jadi bukankah lebih baik apabila kita hanya memasukkan pikiran yang positif saja. Otak secara otomatis akan menerima perintah dan masukan dari kita. Kalau berpikiran malas, pasti rasanya malas terus, otak kita akan mencari alasan supaya kita menjadi malas. "Apa yang anda pikirkan akan menjadi kenyataan" (Quantum Learning). Kemudian jika kita melakukan sesuatu harus sesuai mood dan kalau tidak mood maka yang ada hanya malas, yakinlah tidak akan sempurna, seharusnya mood atau tidak, kerjakan saja. Justru mood itu datang saat kita sedang melakukan suatu kegiatan, bukan sebelum kegiatan tersebut akan dilakukan. Masalah penampakan mood itu hanya sebuah alasan sebagai persembunyian akan rasa malas tersebut. Jadi Intinya kerjakan saja dan selalu berpikiran positif, semua itu akan membuat hidup lebih hidup.. Rasa malas tidak akan pernah hilang jika kita terus berpikiran malas dan hanya menunggu malasnya hilang. Seperti slogan salah satu produk sepatu, Just Do It .!

3. Memiliki Tujuan

Hidup bisa diibaratkan dengan sebuah kapal laut dan kitalah nahkodanya. Kalau seorang nahkoda tidak punya tujuan dan tidak mempunyai kejelasan mau dibawa kemana kapal tersebut, maka kapak itu hanya akan terombang-ambing oleh ombak dan hanya mengikuti kemana air mengalir. Dengan tujuan kita punya impian dan akan mengerahkan upaya untuk mencapai tujuan tersebut sehingga rasa malas akan tersingkirkan.

Sangatlah rugi kalau hidup ini layaknya kapal tadi, hanya mengikuti kemana air mengalir, tidak punya suatu kejelasan. Hidup ini terlalu berharga untuk disia-siakan, seperti kata bijak "masa depan adalah apa yang kita lakukan pada hari ini". Terus kalau kita malas terus bisa ditebak bagaimana jadinya masa depan kita. Semakin banyak yang kita perbuat semakin nyatalah jati diri kita. Kemudian untuk mengatasi malas, kita juga harus selalu introspeksi diri sendiri supaya kita terus memperbaharui diri dan memperbaiki kesalahan yang kita perbuat. Dan jangan lupa juga untuk selalu berpikiran ke depan. Silakan malas malasan sekarang, tapi kita juga harus siap dan berani menanggung akibatnya suatu saat nanti, khan apa yang kita tanam itulah yang akan kita tuai. Ingat, kitalah pemimpin diri kita sendiri !.

4. Berdoa

Meskipun dengan semangat yang menggebu, banyak membaca, dan terus mencari cara untuk menghilangkan malas, tetap saja kalau tanpa seizin -Nya, semua itu tidak akan pernah berhasil. Supaya kita tidak jadi orang yang sombong, banyak - banyaklah berdoa karena doa merupakan suatu pengharapan yang akan membuat kita selalu termotivasi khususnya secara psikologis. Kata - kata yang diucapkan dalam doa akan menjadi suatu pemikiran yang positif bagi kita. Lalu apa yang kita lakukan setelah kita berdoa ? jawabnya adalah ikhtiar. Kita tidak bisa hanya berdoa saja tanpa melakukan suatu upaya. Sebagai wujud tanggung jawab dari doa kita adalah kita bersungguh-sungguh berusaha mewujudkan doa tersebut. Setelah itu barulah kita bertawakkal yang berarti menyerahkan setiap urusan kepada - Nya. Kita harus sadar bahwa kita itu penuh dengan keterbatasan, kita hanya bisa berusaha dan berdoa sedangkan Tuhanlah yang berhak menentukan. Tentunya supaya doa kita dikabulkan, syarat mutlak adalah rajin beribadah..

Perlu diingat bahwa yang benar-benar ada itu adalah orang yang rajin dengan yang malas, bukan yang pintar dengan yang bodoh, karena kita itu semuanya makhluk yang unggul, coba bayangkan sebelum kita terlahir ke dunia ini kita sudah bersaing dengan berjuta-juta sperma, dan kitalah yang keluar sebagai pemenangnya.

Mungkin masih banyak cara-cara yang lain, tapi semoga cara-cara diatas bisa menghilangkan atau minimal mengurangi rasa malas kita. Tapi semuanya kembali kepada diri kita sendiri karena rasa malas akan terus menghantui kalau kitanya sendiri tidak pernah ada keinginan kuat untuk menghilangkannya. Bagaimana ?

TUJUAN DASAR PENDIDIKAN

Buat Apa Sekolah?
Suatu Pertanyakan yang terkadang lupa kita tanyakan kepada Siswa?

Seorang ibu berkata pada anaknya" nak kalau sudah besar kamu harus jadi pegawai negeri sipil (PNS) biar hidupmu tidak susah, jangan meniru bapak dan ibumu yang tiap hari harus jualan sayur kepasar, biar bapak dan ibu saja yang bodoh dan susah cari uang liat tetangga kita itu sekolahannya tinggi coba lihat hidupnya enak kamu harus mencontoh dia" . Sementara dilain pihak seorang ibu berkata " buat apa sekolah tinggi-tinggi ? dokter sudah ada, menteri sudah ada, guru banyak, presiden sudah ada, mendingan uang sekolahmu dibelikan sapi biar beranak-pinak lebih jelas hasilnya dari pada harus dibayarkan untuk sekolah, coba lihat si lukman itu sekolah jauh-jauh tapi setelah selesai nganggur dan akhirnya sekarang jadi sopir anggutan.." !

Sadar atau tidak, ditingkatan masyarakat opini yang terbangun mengenai dunia pendidikan (sekolah) seperti yang diilustrasikan diatas. Masyarakat menilai bahwa salah satu alat keberhasilan seseorang bersekolah adalah sejauh mana dia mampu membawa dirinya pada status social yang tinggi dimasyarakat indikasinya adalah apakah seseorang itu bekerja dengan berpenampilan elegan (berdasi, pake sepatu mengkilap, dan membawa tas kantor) atau tidak, dan apakah seseorang tersebut bisa kaya dengan pekerjaannya? Kalau seseorang yang telah menempuh jenjang pendidikan (SLTA, D1, D2, D3, S1, S2, dan S3) lulus dan setelah itu menganggur maka dia telah gagal bersekolah. Hal semacam inilah yang sering ditemui di masyarakat kita.

Mencermati hal diatas, apakah memang praktek-praktek pendidikan yang selama ini dijalani ada kesalahan proses?, mengapa dunia pendidikan belum bisa memberikan pengaruh pencerahan ditingkatan masyarakat, lantas apa yang selama ini dilakukannya oleh dunia pendidikan kita? kalaupun yang diopinikan masyarakat itu adalah kesalahan berpikir, mengapa kualitas pendidikan di Indonesia tidak lebih baik dari negara lainnya, bukankah setiap hari upaya perbaikan pendidikan terus dilakukan mulai dari seminar sampai dengan pembuatan undang-undang system pendidikan nasional? Atau inilah yang dimaksud oleh Ivan Ilich bahwa "SEKOLAH itu lebih berbahaya daripada nuklir. Ia adalah candu! Bebaskan warga dari sekolah."


Jelasnya pendidikan (sekolah) bukanlah suatu proses untuk mempersiapkan manusia-manusia penghuni pabrik, berpenampilan elegan apalagi hanya sebatas regenerasi pegawai negeri sipil (PNS), tapi lebih dari itu adalah pendidikan merupakan upaya bagaimana memanusiakan manusia. Tentunya proses tersebut bukan hal yang sederhana butuh komitmen yang kuat dari setiap komponen pendidikan khusunya pemerintah bagaimana memposisikan pendidikan sebagai inventasi jangka panjang dengan produk manusia-manusia masa depan yang hadal, kritis dan bertanggung jawab. Kalau dunia pendidikan hanya diposisikan sebagai pelengkap dunia industri maka bisa jadi manusia-manusia Indonesia kedepan adalah manusia yang kapitalistik, coba perhatikan menjelang masa-masa penerimaan siswa/mahasiswa tahun ajaran baru dipinggir jalan sering kita temukan mulai dari spanduk, baliho, liflet, brosur, pamlet dan stiker yang bertuliskan slogan yang kapitalistik seperti " lulus dijamin langsung kerja, kalau tidak uang kembali 100%, adapula yang bertuliskan "sekolah hanya untuk bekerja, disini tempatnya" apalagi banyaknya sekolah-sekolah yang bergaya industri semakin memperparah citra dunia pendidikan yang cenderung lebih berorientasi pada pengakumulasian modal daripada pemenuhan kualitas pelayanan akademik yang diberikan. Akhirnya terlihat dengan jelas bagaimana mutu SDM Indonesia yang jauh dari harapan seperti dilaporkan oleh studi UNDP tahun 2000 yang menyatakan bahwa Human Development Indeks (HDI) Indonesia menempati urutan ke 109 dari 174 negara atau data tahun 2001 menempati urutan ke 102 dari 162 negara.

Jadi, tidak mengherankan kalau ditingkatan masyarakat memandang dunia pendidikan (sekolah) sampai hari ini seperti layaknya sebagai institusi penyalur pegawai negeri sipil (PNS) indikasi dari pandangangan tersebut bisa dilihat bagaimana animo masyarakat yang cukup tinggi ketika pembukaan pendaftaran calon pegawai negeri sipil (CPNS) seolah-olah status/gelar akademik yang mereka capai (D1,D2,D3,S1,S2, dan S3) hanya cocok untuk kerja-kerja kantoran (PNS) hal inipun merupakan salah satu faktor yang menyebabkan tingkat pengangguran kaum terdidik setiap tahunnya bertambah sebab kesalahan motiv sekolah sebagai akibat dari prilaku sekolah yang kapitalistik akhirnya banyak melahirkan kaum terdidik yang bermentalitas "Gengsi gede-gedean"

Beberapa hal diatas setidaknya menjadi renungan bagi dunia pendidikan kita bahwa pendidikan bukanlah sesederhana dengan hanya mengupulkan orang lantas diceramahi setelah itu pulang kerumah mengerjakan tugas besoknya kesekolah lagi sampai kelulusan dicapainya (sekolah berbasis jalan tol), kalau aktivitas sekolah hanya monoton semacam ini maka pilihan untuk bersekolah merupakan pilihan yang sangat merugikan akan tetapi kalau proses yang dijalankannya tidak seperti sekolah jalan tol maka pilihan untuk beinvestasi di dunia pendidikan dengan jalan menyekolahkan anak-anak kita merupakan pilihan yang sangat cerdas. Oleh sebab itu sudah saatnya dunia pendidikan kita mereformasi diri secara serius khusunya bagaimana pembelajaran di sekolah itu bisa dijalankan melalui prinsip penyadaran kritis sehingga melalui kekuatan kesadaran kritis bisa menganalisis, mengaitkan bahkan menyimpulkan bahwa persoalan kemiskinan, pengangguran, dan lainnya merupakan persoalan system bukan karena persoalan jenjang sekolah. Inilah yang seharusnya menjadi muatan penting untuk diinternalisasikan disetiap diri siswa.

Selain itu, mengembalikan kepercayaan masyarakat bahwa sekolah itu tidak sekedar tahapan untuk bekerja kantoran menjadi salah satu agenda dunia pendidikan yang harus segera dilakukan sehingga masyarakatpun bisa memahami secara holistik untuk apa pendidikan itu dilahirkan. Agenda semacam ini akan bisa dijalankan secara baik kalau masing-masing insitusi pendidikan bertindak secara fair bagaimana proses penerimaan siswa baru tidak lagi memakai slogan yang menyesatkan. Mempertahankan sekolah yang kapitalistik sama saja menggerogoti minat dan motivasi masyarakat untuk turut serta dalam mencerdaskan kehidupan bangsa.


Kata Kunci/ keyword Terkait dengan artikel ini : pendidikan, pendidikan nasional, makalah pendidikan, pendidikan agama, menteri pendidikan, menteri pendidikan nasional, pendidikan usia dini, pengertian pendidikan, tujuan pendidikan, pendidikan di indonesia, departemen pendidikan, manajemen pendidikan, pendidikan teknologi, teknologi pendidikan, masalah pendidikan, pidato tentang pendidikan, tingkat pendidikan, pendidikan lingkungan hidup, evaluasi pendidikan, pendidikan pancasila, pentingnya pendidikan, pendidikan nasional indonesia, menteri pendidikan 2010, website pendidikan, pendidikan ppt, departemen pendidikan nasional, komunikasi pendidikan, standar nasional pendidikan, standar pendidikan nasional, pendidikan seks, logo pendidikan, pendidikan internet, kata kata pendidikan, teknologi dan pendidikan, uu pendidikan, inovasi pendidikan, pendidikan luar sekolah, pendidikan menurut islam, kementerian pendidikan nasional, journal pendidikan, aliran pendidikan, pendidikan tik, pendidikan dan kebudayaan, undang-undang pendidikan, pendidikan hukum, dinas pendidikan nasional, internet dalam pendidikan, internet untuk pendidikan, pendidikan jepang, pembiayaan pendidikan, artikel pendidikan indonesia, pendidikan kimia, lembaga pendidikan islam, perkembangan pendidikan indonesia, kementrian pendidikan, info pendidikan, blog pendidikan, uu pendidikan nasional, tujuan pendidikan jasmani, dasar-dasar pendidikan, pendidikan dan pembangunan, pendidikan pesantren, www.pendidikan, manajemen pendidikan islam, reformasi pendidikan, pendidikan diindonesia, hadits tentang pendidikan, komputer dalam pendidikan, menteri pendidikan indonesia, mentri pendidikan, depdiknas.go.id, macam-macam pendidikan, dasar pendidikan nasional, pendidikan sebagai sistem, kementrian pendidikan nasional, penilaian dalam pendidikan, pendidikan kewirausahaan, nilai-nilai pendidikan, aliran-aliran pendidikan, biaya pendidikan itb, faktor-faktor pendidikan, uud pendidikan, pendidikan tradisional, pendidikan sebagai ilmu, nama menteri pendidikan, pendidikan masa kini, jenis-jenis pendidikan, departemen pendidikan indonesia, tokoh-tokoh pendidikan, artikel pendidikan jasmani, pemerataan pendidikan, pendidikan.com, unsur-unsur pendidikan, artikel pendidikan nasional, prinsip-prinsip pendidikan, prinsip pendidikan islam, contoh pantun pendidikan, teori-teori pendidikan, multimedia dalam pendidikan, artikel dunia pendidikan, lambang departemen pendidikan.

NILAI PENDIDIKAN KITA DI MASA DEPAN

Nilai Pedagogis Paulo Freire Dan Masa Depan Pendidikan

Pendidikan di Indonesia nampaknya sudah tidak berhasil ditinjau dari aspek pedagogis. Dunia pendidikan sekarang dinilai kering dari aspek pedagogis, dan sekolah nampak lebih mekanis sehingga seorang anak sekolah cenderung kerdil karena tidak mempunyai dunianya sendiri . Untuk itu, diperlukan adanya satu upaya baru dalam menjalankan proses belajar mengajar. Baru, dalam pengertian berbeda dari yang selama ini melembaga dalam duni pendidikan kita. Salah satu metode pendidikan yang dinilai tepat dijalankan di dunia ketiga adalah konsep pendidikan Paulo Freire yang menganggap bahwa pendidikan merupakan proses pembebasan .

Mengapa Paulo Freire
Paulo Freire dilahirkan 1921 di Recife, salah satu daerah paling miskin dan terbelakang di timur laut Brazil lewat karya pendidikannya dapat kita sebut sebagai bahwa pikirannya mewakili jawaban dari sebuah pikiran kreatif dan hati nurani yang peka akan kesengsaraan dan penderitaan luar biasa kaum tertindas di sekitarnya . Kondisi ketertindasannya di Recife tersebut cukup menggambarkan pola keumuman praktek pendidikan di dunia ketiga, termasuk di Indonesia. Disanalah tumbuhnya kebudayaan bisu dikalangan orang-orang yang tertindas. Lebih jauh Paulo Freire mengungkapkan bahwa proses pendidikan -dalam hal ini hubungan guru-murid- di semua tingkatan identik dengan watak bercerita. Murid lebih menyerupai bejana-bejana yang akan dituangkan air (ilmu) oleh gurunya. Karenanya, pendidikan seperti ini menjadi sebuah kegiatan menabung. Murid sebagai "celengan" dan guru sebagai "penabung". Secara lebih spesifik, Freire menguraikan beberapa ciri dari pendidikan yang disebutnya model pendidikan "gaya bank" tersebut.

1. Guru mengajar, murid diajar.
2. Guru mengetahui segala sesuatu, murid tidak tahu apa-apa.
3. Guru berpikir, murid dipikirkan.
4. Guru bercerita, murid mendengarkan.
5. Guru menentukan peraturan, murid diatur.
6. Guru memilih dan memaksakan pilihannya, murid menyetujui.
7. Guru berbuat, murid membayangkan dirinya berbuat melalui perbuatan gurunya.
8. Guru memilih bahan dan ini pelajaran, murid (tanpa diminta pendapatnya) menyesuaikan diri dengan pelajaran itu.
9. Guru mencampuradukan kewenangan ilmu pengetahuan dan kewenangan jabatannya, yang ia lakukan untuk menghalangi kebebasan murid.
10. Guru adalah subyek dalam proses belajar, murid adalah obyek belaka. Sebagai jawaban atas pendidikan gaya bank tersebut, Freire menawarkan bahwa sesungguhnya pendidikan semestinya dilakukan secara dialogis. Proses dialogis ini merupakan satu metode yang masuk dalam agenda besar pendidikan Paulo Freire yang disebutnya sebagai proses penyadaran (konsientisasi). Menurutnya, konsientisasi merupakan proses kemanusiaan yang ekslusif.

Pendidikan Kita Anti Realitas
Potret buram pendidikan kita berawal dari hal yang sesungguhnya sangat fundamental. Pendidikan kita tidaklah berangkat dari satu realitas masyarakat didalamnya, bahkan dapat dikatakan jauh dari realitas. Sebagai contoh, realitas kehidupan kita sebagian besar ada di pedesaan dan bekerja di ladang pertanian. Tetapi, kenyataan tersebut tidak digarap dengan baik di setiap jenjang pendidikan kita, baik dalam proses pembelajaran maupun dalam kegiatan riset. Contoh lainnya dapat kita cermati dalam pendidikan agama di persekolahan. Pendidikan agama diajarkan secara antirealitas. Padahal pluralitas kehidupan beragama kita merupakan realitas yang tidak perlu dipungkiri lagi. Pendidikan agama masih diajarkan sebagai bagian dari usaha seseorang untuk memonopoli Tuhan dan kebenaran, dan dengan sendirinya menghakimi orang lain yang berbeda agama dengannya. Akibatnya, realitas kehidupan beragama kita kurang berfungsi sebagai pengikat persaudaraan dan membantu menumbuhkan kearifan dan sikap rendah hati untuk saling menghormati dan saling memahami perbedaan yang ada. Pada akhirnya, pluralitas kehidupan beragama lebih cenderung menjadi penyebab konflik yang tak habis-habisnya.

Relitas ekonomi masyarakat Indonesia yang sebagian besar masih berada dalam kategori miskin dan terbelakang tidak pula dijadikan bahan pijakan untuk menentukan sistem pendidikan di Indonesia. Sekolah sekarang lebih mirip sebagai industri kapitalis daripada sebagai pengemban misi sosial kemanusiaan dalam mencerdaskan kehidupan bangsa. Sementara untuk sekolah tinggi (baca pendidikan tinggi/perguruan tinggi), suatu ketika Menteri Pendidikan Nasional, Malik Fajar, mengemukakan bahwa perkembangan perguruan tinggi negeri (PTN) akhir-akhir ini lebih mirip toko kelontong. PTN kini kian mengecil dan berkeping-keping dengan membuka sekaligus menawarkan aneka program studi jangka pendek dan program ekstensi. Tujuannya jelas, penjualan kelontong itu lebih berorientasi profit (mengejar keuntungan materi) ketimbang pengembangan ilmu.

Fungsi sekolah masa lalu yang mengemban misi agung sebagai pencerdas kehidupan bangsa, kini tak ubahnya lahan bisnis untuk memperoleh keuntungan. Akibatnya, hanya kelompok elit sosial-lah yang yang mendapatkan pendidikan cukup baik. Kaum miskin menjadi kaum marjinal secara terus-menerus. Merekalah yang disebut Paulo Freire sebagai "korban penindasan". Proses penindasan yang sudah mewabah dalam berbagai bidang kehidupan semakin mendapat legitimasi lewat sistem dan metode pendidikan yang paternalistik, murid sebagai obyek pendidikan, intruksisional dan anti dialog. Dengan demikian, pendidikan pada kenyataannya tidak lain daripada proses pembenaran dari praktek-praktek yang melembaga. Secara ekstrim Freire menyebutkan bahwa sekolah tidak lebih dari penjinakan. Digiring kearah ketaatan bisu, dipaksa diam dan keharusannya memahami realitas diri dan dunianya sebagai kaum yang tertindas. Bagi kelompok elit sosial, kesadaran golongan tertindas membahayakan keseimbangan struktur masyarakat hierarkis piramidal.

Metode Dialog : Hadap Masalah
Karena penyebab tidak berhasilnya pendidikan kita sebagai akibat dari penerapan metode pendidikan konvensional, anti dialog, proses penjinakan, pewarisan pengetahuan, dan tidak berumber pada satu realitas masyarakat, maka kini tiba saatnya kita untuk merefleksikannya. Mau tidak mau, pendidikan kini harus berangkat dari proses dialogis antar sesama subyek pendidikan. Dialog yang lahir sebagai buah dari pemikiran kritis sebagai refleksi atas realitas. Hanya dialoglah yang menuntut pemikiran kritis dan melahirkan komunikasi. Tanpa komunikasi tidak akan mungkin ada pendidikan sejati. Sebagai respon atas praktek pendidikan anti realitas, Freire mengharuskan bahwa pendidikan harus diarahkan pada proses hadap masalah. Titik tolak penyusunan program pendidikan atau politik harus beranjak dari kekinian, eksistensial, dan konkrit yang mencerminkan aspirasi-aspirasi rakyat. Program tersebut diharapkan akan merangsang kesadaran rakyat dalam menghadapi tema-tema realitas kehidupan. Hal ini sejalan dengan tujuan pembebasan dari pendidikan dialogis. Pendidikan yang membebaskan, menurut Freire, agar manusia merasa sebagai tuan bagi pemikirannya sendiri.

Secara umum praktek pendidikan sebagai mana yang lazim disebut sebagai metode-nilai pedagogis dapat kita rangkum dalam dua kata tadi, dialog dan hadap masalah. Entahpun pengembangan lainnya tentu saja dapat kita lakukan seiring kondisi yang bersangkutan.

Pendidikan Indonesia Masa Depan
Ketika memimpikan tentang pendidikan masa depan kita tidak dapat melepaskan sejarah masa lalu dan realitas yang melingkupi sekarang. Sejarah mempunyai pengaruh yang sangat kuat terhadap pendidikan. Hal ini berarti, perkembangan pendidikan merupakan fungsi perkembangan sejarah masyarakat. Pramoedya Ananta Toer mengemukakan bahwa keengganan kita belajar dari sejarah telah mengakibatkan kita menuai kegagalan sebagai bangsa disaat ini.

Beberapa penyebab diantaranya telah kita simak pada bagian terdahulu. Maka, pendidikan untuk masa depan haruslah mengindikasikan agar dunia pendidikan kita dibebaskan dari suasana bisnis, agen perpanjangan kapitalisme gaya baru : kapitalisme pendidikan. Kurikulum pendidikan juga sudah saatnya berangkat dari sebuah realitas masyarakat, penataan kembali pendidikan agama, penanaman demokrasi dan menumbuhkan pemikiran kritis. Karena tujuan pendidikan juga bukan hanya kognitif semata, maka tinjauan apektif harus pula dijadikan bahan acuan dalam menjalankan proses pendidikan. Pendidikan harus berangkat dan memupuk keterampilan sosial (sosial skills) dan keterampilan hidup (life skills).

Potret pendidikan kita dimasa depan adalah tergantung dari sekarang. Rancangan Undang Undang Sitem Pendidikan Nasional (RUU Sisdiknas) yang sampai saat ini tetap menjadi polemik, mudah-mudahan dapat menjawab permasalahan pendidikan kita. Semoga, tidak ada lagi pertanyaan yang menggugat eksistensi lembaga pendidikan seperti yang ungkapkan Roem Topatimasang, "Jika sekarang banyak orang berwatak dan bersikap 'setengah manusia, seperempat binatang, dan seperempat lagi setan', merupakan hasil bentukan sekolah




Kata Kunci/ keyword Terkait dengan artikel ini : pendidikan, pendidikan nasional, makalah pendidikan, pendidikan agama, menteri pendidikan, menteri pendidikan nasional, pendidikan usia dini, pengertian pendidikan, tujuan pendidikan, pendidikan di indonesia, departemen pendidikan, manajemen pendidikan, pendidikan teknologi, teknologi pendidikan, masalah pendidikan, pidato tentang pendidikan, tingkat pendidikan, pendidikan lingkungan hidup, evaluasi pendidikan, pendidikan pancasila, pentingnya pendidikan, pendidikan nasional indonesia, menteri pendidikan 2010, website pendidikan, pendidikan ppt, departemen pendidikan nasional, komunikasi pendidikan, standar nasional pendidikan, standar pendidikan nasional, pendidikan seks, logo pendidikan, pendidikan internet, kata kata pendidikan, teknologi dan pendidikan, uu pendidikan, inovasi pendidikan, pendidikan luar sekolah, pendidikan menurut islam, kementerian pendidikan nasional, journal pendidikan, aliran pendidikan, pendidikan tik, pendidikan dan kebudayaan, undang-undang pendidikan, pendidikan hukum, dinas pendidikan nasional, internet dalam pendidikan, internet untuk pendidikan, pendidikan jepang, pembiayaan pendidikan, artikel pendidikan indonesia, pendidikan kimia, lembaga pendidikan islam, perkembangan pendidikan indonesia, kementrian pendidikan, info pendidikan, blog pendidikan, uu pendidikan nasional, tujuan pendidikan jasmani, dasar-dasar pendidikan, pendidikan dan pembangunan, pendidikan pesantren, www.pendidikan, manajemen pendidikan islam, reformasi pendidikan, pendidikan diindonesia, hadits tentang pendidikan, komputer dalam pendidikan, menteri pendidikan indonesia, mentri pendidikan, depdiknas.go.id, macam-macam pendidikan, dasar pendidikan nasional, pendidikan sebagai sistem, kementrian pendidikan nasional, penilaian dalam pendidikan, pendidikan kewirausahaan, nilai-nilai pendidikan, aliran-aliran pendidikan, biaya pendidikan itb, faktor-faktor pendidikan, uud pendidikan, pendidikan tradisional, pendidikan sebagai ilmu, nama menteri pendidikan, pendidikan masa kini, jenis-jenis pendidikan, departemen pendidikan indonesia, tokoh-tokoh pendidikan, artikel pendidikan jasmani, pemerataan pendidikan, pendidikan.com, unsur-unsur pendidikan, artikel pendidikan nasional, prinsip-prinsip pendidikan, prinsip pendidikan islam, contoh pantun pendidikan, teori-teori pendidikan, multimedia dalam pendidikan, artikel dunia pendidikan, lambang departemen pendidikan.


Komunitas Blog Guru Sosial Media