TELAH DIBUKA UJIAN KEJAR PAKET A, B DAN C SELURUH INDONESIA, RESMI. INFORMASINYA DI SINI
Diberdayakan oleh Blogger.

Kumpulan Video Pembelajaran

Guru Belum Sarjana akan Didik Ulang

Saat ini, jumlah pendidik di Kalteng mencapai 51.414 orang. Sedangkan yang sudah mengantongi ijazah S-1 ataupun D-IV baru 57,18%. Padahal UU nomor 14 tahun 2005 mewajibkan pendidik dan dosen minimal mengantongi ijazah S-1/D-IV. Jika tidak, maka pendidik terancam tidak bisa mengajar lagi.

[Gawat, Ribuan pendidik di Kalteng Terancam Tak Bisa Mengajar Lagi Karena Belum Sarjana! - sekolahdasar.net] Terdapat lebih dari 20.000 pendidik belum menembuh Sarjana 1. Kebanyakan dari pendidik-pendidik itu merupakan lulusan diploma atau D-II, disusul D-III , D-I, dan SLTA.

"20 ribuan pendidik ini merupakan pendidik-pendidik yang tercatat sebagai PNS dan tersebar di seluruh Kalteng," ujar staff PSKGJ FKIP Unpar Lim Helkon.

Tahun ini batas akhir pemerintah menjadikan semua pendidik harus lulusan Sarjana. Banyaknya pendidik tidak boleh mengajar di 2016 lantaran belum sarjana, membuat banyak sekolah terancam kekurangan pendidik.

Untuk antisipasi potensi kekurangan pendidik, Sekretaris Persatuan pendidik Republik Indonesia (PGRI) Kota Palangka Raya Jayani mengantisipasikan dengan program pendidik silang . Seorang pendidik boleh mengajar di sekolah berbeda.

"Yang pasti, sekolah diminta proaktif kalau memang kekurangan pendidik agar dinas pendidikan bisa menempatkan pendidik yang memang membutuhkan jam mengajar," jelasnya.

Ia menilai banyak yang belum sarjana dialami oleh pendidik berusia di atas 50 tahun. "Kita tidak bisa memaksakan mereka kembali sekolah. Lagi pula pemerintah juga memberikan kesempatan, bagi pendidik yang telah mengabdikan diri selama 35 tahun meskipun belum sarjana bisa mendapatkan sertifikasi," jelasnya.

Oleh: Feliciany H T
(Dikutip dari berbagai sumber )

Guru Menjangkau Media Pembelajaran

Kebutuhan Teknologi Mobile yang Tepat Dan Cepat Dalam Mendukung Keprofessionalan
Guru Dalam Menjangkau Media Pembelajaran.

Dulu seorang Guru identik dengan kacamata, buku, lambat, nilai, Sangar,kapur, sepeda tua dan buku absensi.Hari ini guru lebih identik dengan IT, Online, High Tech, Cepat, luas wawasan, Smart, power point elegan, wibawa dan bersahabat. Pertanyaannya adalah apa yang membuat itu semua harus berubah ? apakah hanya tuntutan zaman ? Apakah hanya aksesoris ? Apakah hanya ikut - ikutan ?atau hanya sekedar casing agar terlihat HEBAT? dan hanya sesuatu pilihan yang mudah dan murah ?

Seorang guru saat ini tidak hanya sekedar mengajar yang sesuai dengan kurikulum dan panduan
yang telah ditetapkan pihak sekolah, namun disini guru ( menurut saya ) dapat memotifasi siswa dalam belajar dan dapat menggiring mereka dalam kegiatan pembelajaran dirumah yang bersifat positif. Disini dibutuhkan pemilihan hal yang tepat untuk menggunakan media perantara dalam melakukannya.

Suatu contoh sederhana seorang guru harus jauh lebih ahli dari siswa dalam hal mengkonsumsi
internet, kita sama - sama mengetahui bahwa virus yang harus di hadapi seorang pendidik adalah virus facebook dan twitter serta game online. Untuk menyeimbangkan hal itu ( tidak usah dihilangkan ) adalah mengkolaborasikan virus tersebut dengan pembelajaran, misalnya penugasan yang harus di publish di account Facebook dan twitter mereka masing - masing, atau mengadakan tugas yang harus di publish di blog pribadi mereka, dan hal lainnya yang kesemuanya ini cendrung saya lakukan dengan siswa saya.

Untuk itu dalam menyelesaikan tugas mereka dapat dilakukan melalui Hp ( sudah semakin canggihnya alat komunikasi seluler saat ini ) yang juga membutuhkan koneksi dari operator seluler yang menyediakan Paket Internet yang memiliki sinyal kuat, teknologi yang handal, memiliki tarif kompetitif, selalu sukses dalam mentransfer data, hal ini sering menjadi pilihan sebagai pendukung aktivitas mereka ( siswa - siswi ) di dunia maya.

Dalam hal pembinaan, seorang pendidik ( guru ) juga harus memberikan beberapa solusi dengan menunjuk beberapa operator dalam reprensinya yang memenuhi kreteria yang mereka butuhkan di atas.Dalam pengalaman saya mengajar dan menggunakan koneksi, saya merekomendasikan Indosat, mengapa? Indosat Mobile diklaim memiliki tarif kompetitif dan solusi lengkap untuk kaum profesional. Pelanggan pasca bayar mendapat tawaran diskon 50% berlangganan BlackBerry paket lengkap sampai Desember 2011. Dan memeliki aktivasi yang sangat tidak ribet serta persyaratan yang sangat memudahkan pelajar dan pendidik, cukup dengan registrasi di *888# untuk prabayar sedangkan pelanggan pasca bayar bisa melakukan di galeri Indosat.

Kemudahan - kemudahan ini sangat mempermudah terlaksananya proses penyampaian media pembelajaran yang bersifat PAIKEM GEMBROT ( Pendidikan Aktif Inovatif Kreatif Menyenangkan Gembira dan Berbobot ) dan pembelajaran yang bersifat pembelajaran yang selalu menyenangkan dengan komputer dan alat komunikasi siswa - siswi.

Kata Kunci/ keyword Terkait dengan artikel ini : 

media pembelajaran, metode pembelajaran, mediapembelajaran, media dalam pembelajaran, media pengajaran, media pembelajaran matematika, contoh media pembelajaran, penggunaan media pembelajaran, jenis media pembelajaran, media pembelajaran multimedia, pengertian media pembelajaran, definisi media pembelajaran, makalah media pembelajaran, media pembelajaran bahasa inggris, fungsi media pembelajaran, pengembangan media pembelajaran, media pembelajaran flash, pemanfaatan media pembelajaran, media pembelajaran bahasa indonesia, media pembelajaran powerpoint, media pembelajaran berbasis it, manfaat media pembelajaran, media pembelajaran gambar, gambar media pembelajaran, media pembelajaran pdf, media pembelajaran ips, media pembelajaran ipa, media pembelajaran sma, media pembelajaran ppt, media pembelajaran power point, power point media pembelajaran, media pembelajaran biologi, skripsi media pembelajaran, pengaruh media pembelajaran, penggunaan media dalam pembelajaran, membuat media pembelajaran, media pembelajaran interaktif, media pembelajaran fisika, media pembelajaran visual, perkembangan media pembelajaran, download media pembelajaran, artikel media pembelajaran, media pembelajaran tik, aplikasi media pembelajaran, model media pembelajaran, media pembelajaran pai, alat media pembelajaran, media pembelajaran kimia, media pembelajaran audio, jurnal media pembelajaran, media pembelajaran pkn, media pembelajaran agama islam, sumber media pembelajaran, macam-macam media pembelajaran, peranan media pembelajaran, materi media pembelajaran, peran media pembelajaran, video media pembelajaran, media pembelajaran video, arti media pembelajaran, media pembelajaran pendidikan agama islam, penelitian media pembelajaran, media pembelajaran sejarah, proposal media pembelajaran, media pembelajaran dengan flash, media pembelajaran audio visual, pembuatan media pembelajaran, media pembelajaran matematika smp, sumber dan media pembelajaran, media dan sumber pembelajaran, penerapan media pembelajaran, media pembelajaran tk, animasi media pembelajaran, media pembelajaran animasi, media pembelajaran bahasa arab, komputer dan media pembelajaran, media pembelajaran geografi, jenis-jenis media pembelajaran, media pembelajaran ekonomi, media pembelajaran paud, buku media pembelajaran, media pembelajaran berbasis multimedia,kelebihan media pembelajaran, cara membuat media pembelajaran, peranan media dalam pembelajaran, karakteristik media pembelajaran, konsep media pembelajaran, peran media dalam pembelajaran, teori media pembelajaran, internet sebagai media pembelajaran, fungsi media dalam pembelajaran, desain media pembelajaran, tujuan media pembelajaran, media pembelajaran bahasa inggris smp, klasifikasi media pembelajaran, media pembelajaran sederhana, sumber belajar dan media pembelajaran, contoh media pembelajaran matematika, makalah tentang media pembelajaran, pentingnya media pembelajaran, pengertian media pembelajaran menurut para ahli,

Aku tidak Bangga Nilai Anak Didikku Tinggi.....

Lihatlah SEGEL LEMBAR JAWABAN DAN SOAL...Tidak layak dinamakan SEGEL.Lebih cendrung kepada STIKER yang bisa dibuka bebas dan tanpa merusak bagian STIKER itu sendiri.
Banyak pihak yang membanggakan sekolah tempat mengajar nya ketika mendapat nilai yang tinggi dan lulus UN dengan hasil yang baik. Hal ini awalnya dapat membuat saya terlena namun sudah hampir tiga tahun saya perhatikan ( dengan ikut langsung dalam pengawasan UN yang berlangsung ) maka saya berpendapat " Saya Tidak Bangga Dengan Nilai Anak didik saya berNilai Tinggi.."

Tahun ini, dan tahun sebelum - sebelumnya ( 2 - 3 tahun)saya mengawas de sebuah sekolah di Medan, saya menjumpai :
  • Siswa di haruskan hadir di bawah jam 06.30 pagi.
  • Intruksi oknum sekolah kepada pengawas ruang ujian agar jangan terlalu ketat kepada siswanya.
  • Mohon maklum dengan kondisi siswanya.
  • Membagi jawaban di depan pengawas.
  • Ada siswa yang menjawab soal matematika dengan waktu 15 menit tanpa coretan di kertas buram. ( luar biasa )

Hal ini sangat membuat saya penasaran, saya mengadakan penyelidikan kecil - kecilan dan bersifat sederhana kepada siswa saya sendiri dengan mengadakan interogasi langsung kepada siswa dan orang tua siswa, hasilnya :
  1. Orang tua berpendapat; " ngapain pak anak saya susah - susah belajar, toh nanti dibantu jawabannya oleh gurunya".
  2. Anak didik, " gimana tadi soaalnya..susah ? " gampang pak..tadi pagi kami disuruh hadir dan dibagi jawabannya pagi - pagi dan di sembunyikan di tempat tertentu.

Hal ini yang membuat saya tersentak dan tidak membanggakan sekolah saya mengajar walaupun mendapat nilai terbaik peringkat I se Kecamatan tempat saya mengajar dan mendapat tropy dari Bapak Wali Kota Medan.

Pertanyaan yang mendasar, Kenapa ini dilakukan sekolah?
pihak sekolah melakukan hal di atas atara lain karena :
  • Membangun nama baik sekolah dimata masyarakat.
  • Menghindari tekanan dari pihak yayasan ( kalau ada ).
  • Sebagai nilai jual bagi siswa yang ingin masuk ke sekolah tersebut.
  • Mendapat pujian dari berbagai pihak.
Siapa yang di salahkan?
  1. Menurut saya orang yang paling di salahkan adalah:
  2. Kepala Sekolah yang menginstruksikan hal itu dilakukan.
  3. Guru yang melakukan dan menyebarkan jawaban.
Dan solusi apa yang harus di adakan?
Up grade sistem pengajaran guru.
Lakukan peninjauan pembelajaran di semester akhir kelas.
Banyak dilakukan pembahasan - pembahasan soal ujian akhir.
Tidak melegalkan cara apapun ( dalam hal negative ) dalam mendongkrak popularitas sekolah.

Semoga hal ini dapat menggugah para pemangku kepentingan di Institusi pendidikan, agar ( perkataan istri ....) selalu diberi ingat untuk tidak sembarangan menjalankan amanah masyarakat.

Kata Kunci/ keyword Terkait dengan artikel ini :  ujian nasional, soal ujian nasional, soal ujian nasional 2011, soal ujian nasional 2012,prediksi ujian, soal prediksi ujian nasional, ujian nasional matematika, soal prediksi uan 2011, soal prediksi uan 2012, jawaban ujian nasional, prediksi uan smp, ujian nasional bahasa indonesia, prediksi un sma, prediksi ujian nasional smp, prediksi uan 2011 smp, prediksi uan 2012 smp, prediksi soal ujian smp, soal ujian nasional bahasa indonesia, prediksi uan sma, prediksi unas, prediksi ujian nasional sma, prediksi uan smk, soal unas 2011 smp, soal unas 2012 smp, prediksi uan 2012, prediksi uan 2011, prediksi uan 2010, prediksi uan 2009, prediksi soal unas, bocoran ujian nasional, ujian nasional smp 2012, ujian nasional smp 2011, ujian nasional smp 2010, ujian nasional smp 2009, prediksi unas smp, soal prediksi unas 2012, soal prediksi unas 2011, soal prediksi unas 2010, bocoran uan 2012, bocoran uan 2011, bocoran uan 2010, prediksi soal-soal uan, prediksi unas smp 2012, prediksi unas smp 2011, prediksi unas smp 2010, soal unas 2012 smp, soal unas 2011 smp, soal unas 2010 smp, soal unas 2008, soal unas sma 2012, soal unas sma 2011, soal unas sma 2010, soal2 ujian nasional, download soal unas smp, soal unas smp 2012, soal unas smp 2011, soal unas smp 2010, soal unas smp 2009, kecurangan ujian nasional,

GURU SEJATI

Bagaimana Pendapat Anda....?
Maaf sebelumnya kepada pak BUDI SANTOSA, setelah saya berjalan - jalan di blog seprofesi, saya menemukan hal yang sangat luar biasa di sebuah desa daerah Kalimantan Tengah, tepatnya seorang guru di SMA 1 Ampah Kab. Bartim Kalimantan Tengah 73652 Hal ini sangat mengejutkan saya.
Pasalnya pak guru ini sangat berimprovisasi dalam belajar mengajar, dengan stilenya pak Budi sangat bersemangat, walaupun beliau seorang PNS ( Pegawai Negeri Sipil ) pada Dinas Pendidikan setempat, hal ini berbedah jauh dengan daerah saya..PNS disini dengan konotasi yang sama tertapi karya yang berbeda.
Semoga para guru seperti anda pak BUDI SANTOSA

Mendidik Anak Ala Positive Parenting


KOMPAS.com - Tidakkah Anda akan merasa lebih baik ketika orang yang otoritasnya lebih tinggi dari Anda, misal, orangtua atau bos bisa berbicara dengan nada yang nyaman? Tidakkah Anda akan merasa lebih bisa menerima ajaran atau masukan dari guru atau orang yang lebih tua dari Anda jika hal itu disampaikan dengan nada yang kalem? Begitu pun yang dirasa oleh anak Anda mengenai sikap orangtuanya. Dr. Adriana S. Ginanjar, Koordinator Klinik Terpadu Fakultas Psikolog Universitas Indonesia mengatakan, bahwa sikap positive parenting, bisa membantu menerapkan disiplin efektif dan interaksi menyenangkan antara orangtua dan anak.

Dalam presentasinya di Rumah Belajar Persada, Jatibening, beberapa waktu lalu, dr. Adriana menyampaikan bahwa positive parenting, yakni pola pengasuhan anak yang menekankan pada sikap positif. Menurutnya, positive parenting bisa dilakukan dengan membantu anak merasa bangga atas dirinya dengan menunjukkan sikap positif dan penuh kasih sayang. Tak lupa pula untuk memberi perhatian lebih saat anak mengikuti aturan, memberi bantuan, dan menunjukkan afeksi. Sementara dalam pembentukan disiplin, orangtua mengajarkannya dengan konsisten dengan konsekuensi yang jelas.

Langkah-langkah yang bisa dilakukan oleh orangtua untuk mengasuh anak dengan cara positive parenting menurut dr. Adriana adalah:
1. Mengenali Perkembangan Anak
Kenali kemampuan anak, baik kemampuan kognitif, keterampilan fisik, perkembangan emosi, caranya berinteraksi dengan orang lain, juga masalah-masalah khusus yang dihadapinya.

2. Meluangkan Waktu Berkualitas
Orangtua sebaiknya mau membuka diri untuk mengetahui dunia si kecil. Agar bisa mencoba melihat dunia dari kacamatanya. Cara yang bisa Anda lakukan adalah dengan menyediakan waktu khusus bagi anak, memberikan perhatian penuh saat meluangkan waktu berkualitas tersebut, isi dengan kegiatan menyenangkan, dan dilakukan dengan rutin. Dr. Adriana menyarankan untuk menciptakan waktu khusus sebelum tidur dengan membacakan dongeng sebelum tidur bagi anak yang masih balita. Atau bagi anak yang sudah remaja, cobalah sesekali membaca buku yang ia sedang baca, misal chicklit atau novel.

3. Memberi Dukungan dan Pujian
Tak hanya orang dewasa yang butuh diberikan pujian dan dukungan. Anak-anak pun seperti itu. Mereka butuh afirmasi dan apresiasi, terlebih dari orang yang mereka anggap penting. Dr. Adriana juga menekankan, saat akan memberikan pujian, pastikan tujuannya tepat dan spesifik. Kenali pula karakter anak, hal ini sangat penting, pada saat ingin menyampaikan pujian pada anak pun amat perlu untuk menyesuaikan cara Anda dengan karakternya. Ada anak yang suka dipuji langsung, tapi tidak di hadapan banyak orang, dan sebaliknya. Dukungan dan pujian merupakan cara untuk mengarahkan tapi tidak memaksa anak, plus merupakan cara untuk memberikan semangat agar bangkit kembali ketika ia sedang terjatuh.

4. Menjadi Model yang Baik
Bagaimana ia bisa percaya atas apa perkataan dan nasihat orangtuanya jika Anda tidak melakukan sendiri apa yang diperintahkan kepadanya? Ketika Anda ingin anak bisa berlaku sesuai yang diinginkan, sebaiknya Anda tidak hanya bicara tetapi mencontohkan dengan tingkah laku. Cobalah untuk membuka diri dan tidak "jaim" kepada anak, agar ia terbiasa untuk berdiskusi dan bertanya dengan Anda. Dengan memberi contoh yang baik, Anda juga sekaligus mendorongnya untuk menjadi anak teladan.

5. Memberikan Konsekuensi Logis
Dr. Adriana menyarankan agar Anda tidak terlalu mengekang anak. Ketika Anda sudah memberitahukan konsekuensi dari tindakan-tindakan tertentu dan ia tetap melakukan tindakan tersebut, asalkan masih dalam batas yang aman, biarkan ia merasakan konsekuensi tersebut. Kadang hal ini diperlukan untuk meredam rasa penasaran si kecil. Pastikan sangsi atau konsekuensi tersebut masih dalam batasan logis dan bisa dimengerti oleh si anak. Ini akan membantu si kecil belajar bertingkah laku. Cara ini tergolong cukup efektif.

6. Fokus Pada Tingkah Laku Positif
Jangan hanya melarang. Berikan pujian atau reward atas tindakan-tindakan positif yang baik dari si kecil. Saat akan memberikan reward, pastikan dalam bentuk yang tepat dan benar-benar disukai si kecil. Mencoba tawar-menawar dengan si kecil untuk melakukan sesuatu yang ia suka dengan tindakan yang Anda tahu sulit untuk ia lakukan akan menjadi motivasi baginya. Namun, jangan sampai untuk segala hal harus diberikan iming-iming. Abaikan tingkah laku negatif dari anak yang memancing konflik berulang.

7. Bersikap Tegas
Terapkan aturan secara konsisten. Tegurlah anak jika ia berbuat salah dan itu merupakan hal aturan yang sudah disepakati. Jangan lupa untuk bersikap adil pada semua anggota keluarga.

8. Tanamkan Nilai-nilai
Ajarkan nilai-nilai penting dalam kehidupan, seperti sopan santun, tolong-menolong, berbagi, saling mengasihi, dan toleransi. Caranya? Berikan contoh konkret dengan menjadi model. Cara lainnya bisa juga dengan pergi menjalankan ritual agama bersama keluarga.

9. Lakukan Diskusi dan Negosiasi
Diskusi dan negosiasi adalah hal yang wajar dilakukan. Saat seperti ini, penting untuk menghargai pendapat anak dan fleksibel dalam menerapkan aturan. Dengarkan pendapat si anak dan mencoba mencari pemecahan permasalahan bersama. Ajar anak untuk bekerja sama dan menghargai pendapat orang lain. Untuk anak yang sudah besar, bicarakan konsekuensi jika ada negosiasi seputar aturan.

10. Ciptakan Komunikasi Efektif
Yang namanya komunikasi efektif dengan lawan bicara, butuh kesepakatan. Dalam hubungan personal, tentu komunikasi akan lebih efektif jika terjadi dalam dua arah. Selain Anda harus bisa menyampaikan pesan dengan jelas dan berharap ia bisa mengerti, Anda juga harus bisa mendengarkan dengan hati. Mendengarkan dengan hati adalah berusaha menangkap apa yang dirasakan oleh si anak, dengan tidak emosi, fokus dan konsentrasi kepadanya, tidak terbagi dengan hal-hal lain.

11. Disiplin Jelas & Konsisten
Ketika membuat aturan di dalam keluarga, pastikan aturannya cukup jelas dan fleksibel, juga terdapat kesepakatan di antara keluarga. Jika orangtua ada ketidaksepakatan, pastikan tidak bertengkar di depan anak. Jika ada konsekuensi, beritahukan dan sepakai sejak awal. Hal-hal semacam ini akan membantu mendorong anak untuk mandiri.

Dr. Adriana menyimpulkan, dalam hal aturan, jika disampaikan dengan jelas dan sudah disepakati bersama, lalu dijalankan dengan konsisten, akan menjadi hal yang positif.

Public education that has a solution?


Public education that has a solution?



Just ask U.S. Sen. Kay Bailey Hutchison, the Republican's first stop as he officially announced for governor today is her alma mater, La Marque High School. Or Democrat Tom Schieffer, who opened the campaign for governor in Fort Worth elementary school he attended. Or GOP Gov. Rick Perry, who in 2002 took a press entourage to Paint Creek (graduating class, 13). The caretaker expects him back this year for homecoming.
But do not ask for details of their plans for the future of public education. Too early for that, they said. You can get some generalities and look back while you wait, though.

Perry stood proudly on the public education record. His staff CITES long list of pluses, including the level of secondary school are up, including to Africa and the United States Hispanics; increased funding, teacher pay raises; standards and strong accountability. "Priorities in education is to maintain the success is happening in the future," said Perry spokesman Mark Miner.
But business and education leaders last year expressed concern about - as one put it - the quantity and quality of high school graduates. The Intercultural Development Research Association estimates that high school lost 33 percent of the students (although the Texas Board of Education submit a high school dropout rate in the 10.5 per cent). And as a colleague Gary Scharrer has been reported, the school superintendents talk more about school finance lawsuits.
'... In ' Perry's opponent to find a lot of criticizing, but they do not reveal details about how they will be better by Texas education.
Hutchison spokesman Jeff Sadosky: "Texas has a high school dropout rate in the country. Texans can be better and Kay Bailey Hutchison will be better. As governor he has a commitment to prepare for the children of Texas high-paying jobs for their future by providing better training teachers, increased accountability and education is the best in the world. He advanced to laying the specifics of the plan the coming months. "
Schieffer: "Public education must work if we have any chance of success in the community and a successful democracy .... What we do now is not working." He spoke of early childhood education, an education system that ensures the of all ages can "plug in" and volunteer coordination efforts to better assist young people. However, he does not specifically about how he would raise additional money that may be needed, says he will take issue with the stakeholders together.
"Is the campaign a more knowledgeable about the concepts of what you want to do," said Schieffer. "The government and fleshing the concept that attempts to do through them, and through changes in the law."
To Paint Creek Independent School District supervisor Don Ballard, who worked on the tight budget as it faces a new school year, problems and solutions that are pretty easy to correct. "I'm really concerned with school finance in general - to be able to educate students with the amount of money available," said Ballard. "I think our education system is doing great. We just need more money." May the candidates agree. Or not. Such as voice administrator Ballard deserves to know.



Kata Kunci/ keyword Terkait dengan artikel ini : pendidikan, pendidikan nasional, makalah pendidikan, pendidikan agama, menteri pendidikan, menteri pendidikan nasional, pendidikan usia dini, pengertian pendidikan, tujuan pendidikan, pendidikan di indonesia, departemen pendidikan, manajemen pendidikan, pendidikan teknologi, teknologi pendidikan, masalah pendidikan, pidato tentang pendidikan, tingkat pendidikan, pendidikan lingkungan hidup, evaluasi pendidikan, pendidikan pancasila, pentingnya pendidikan, pendidikan nasional indonesia, menteri pendidikan 2010, website pendidikan, pendidikan ppt, departemen pendidikan nasional, komunikasi pendidikan, standar nasional pendidikan, standar pendidikan nasional, pendidikan seks, logo pendidikan, pendidikan internet, kata kata pendidikan, teknologi dan pendidikan, uu pendidikan, inovasi pendidikan, pendidikan luar sekolah, pendidikan menurut islam, kementerian pendidikan nasional, journal pendidikan, aliran pendidikan, pendidikan tik, pendidikan dan kebudayaan, undang-undang pendidikan, pendidikan hukum, dinas pendidikan nasional, internet dalam pendidikan, internet untuk pendidikan, pendidikan jepang, pembiayaan pendidikan, artikel pendidikan indonesia, pendidikan kimia, lembaga pendidikan islam, perkembangan pendidikan indonesia, kementrian pendidikan, info pendidikan, blog pendidikan, uu pendidikan nasional, tujuan pendidikan jasmani, dasar-dasar pendidikan, pendidikan dan pembangunan, pendidikan pesantren, www.pendidikan, manajemen pendidikan islam, reformasi pendidikan, pendidikan diindonesia, hadits tentang pendidikan, komputer dalam pendidikan, menteri pendidikan indonesia, mentri pendidikan, depdiknas.go.id, macam-macam pendidikan, dasar pendidikan nasional, pendidikan sebagai sistem, kementrian pendidikan nasional, penilaian dalam pendidikan, pendidikan kewirausahaan, nilai-nilai pendidikan, aliran-aliran pendidikan, biaya pendidikan itb, faktor-faktor pendidikan, uud pendidikan, pendidikan tradisional, pendidikan sebagai ilmu, nama menteri pendidikan, pendidikan masa kini, jenis-jenis pendidikan, departemen pendidikan indonesia, tokoh-tokoh pendidikan, artikel pendidikan jasmani, pemerataan pendidikan, pendidikan.com, unsur-unsur pendidikan, artikel pendidikan nasional, prinsip-prinsip pendidikan, prinsip pendidikan islam, contoh pantun pendidikan, teori-teori pendidikan, multimedia dalam pendidikan, artikel dunia pendidikan, lambang departemen pendidikan.

HAKIKAT PROSES BELAJAR MENGAJAR

HAKIKAT PROSES BELAJAR MENGAJAR

A. Konsep Belajar
Banyak definisi tentang belajar beberapa diantaranya :
1. Belajar sebagai suatu proses adaptasi atau penyesuaian tingkah laku yang berlangsung secara progresif.
2. Belajar berhubungan dengan perubahan tingkah laku seseorang terhadap sesuatu situasi tertentu yang disebabkan oleh pengalamannya yang berulang – ulang dalam situasi yang sama, dan perubahan tingkah laku tidak dapat dijelaskan atau dasar kecendrungan respon pembawaan, kematangan atau keadaan – keadaan sesaat seseorang.
3. Belajar adalah merupakan suatu proses usaha yang dilakukan oleh seseorang untuk memperoleh suatu perubahan yang baru sebagai hasil pengalaman sendiri dalam interaksi dengan lingkungan.
4. Belajar sebagai suatu perubahan yang relatif dalam menetapkan tingkah laku sebagai akibat atau hasil dari pengalaman yang lalu.
5. Belajar adalah suatu proses perubahan di dalam kepribadian manusia, dan perubahan tersebut ditampakan dalam bentuk peningkatan kualitas dan kuantitas tingkah laku seperti peningkatan kecakapan, pengetahuan, sikap, kebiasaan, pemahaman, keterampilan daya fakir dan hal lain kemampuannya.

Dari beberapa definisi tersebut dapat disimpulkan bahwa belajar pada hakikat adalah perubahan yang terjadi di dalam diri seseorang setelah melakukan aktivitas tertentu. Walaupun pada kenyataannyatidak semua perubahan termasuk kategori belajar. Misalnya perubahan fisik, mabuk, gila dan sebagainya.
Dalam belajar yang terpenting adalah proses bukan hasil yang diperolehnya. Artinya belajar harus diperoleh dengan usaha sendiri, adapun orang lain itu haya sebagai perantara atau penunjang dalam kegiatan belajar agar belajar itu mendapatkan hasil baik.

BELAJAR KONSEP DAN BELAJAR PROSES

Berkaitan degan jenis belajar perlu dibedakan antara belajar konsep dan belajar proses. Belajar konsep lebih menekankan hasil belajar berupa pemahaman factual dan prinsipil terhadap bahan atau isi pelajaran yang bersifat kognitif. Sedangkan belajar proses atau keterampilan dipelajari dan diorganisir secara tepat.
Apabila persoalan belajar keterampilan proses itu dikaitkan dengan CBSA ( Cara Belajar Siswa Aktif ) maka tampak beberapa kesamaan konseptual, baik belajar proses maupun keterampilan proses, keduanya mempunyai cirri – cirri :
1. Menekankan pentingnya makna belajar untuk mencapai hasil hasil belajar yang memadai.
2. Menekankan pentingnya keterlibatan siswa dalam proses pembelajaran.
3. Menekankan bahwa belajar adalah proses timbale balik yahg dapat dicapai oleh anak didik.
4. Menekankan hasil belajar secara tuntas dan utuh.

Belajar keterampilan proses seperti halnya belajar siswa aktif, bukan gagasan yang bersifat kaku. Belajar keterampilan proses tidak dapat dipertentangkan dengan belajar konsep, sehingga keduanya merupakan dua jenis yang terpisah.
Keduanya merupakan garis kontinum, yang satu menekankan perolehan atau hasil, pemahaman factual dan prinsipil, sedangkan belajar keterampilan proses tidak mungkin terjadi bila tidak ada materi atau bahan pelajaran yang dipelajari. Sebaliknya, belajar konsep tidak mungkin tanpa keterampilan proses pada siswa. Yang dapat dikemukakan adalah terdapat watak belajar yang mempunyai kadar keaktifan tinggi dan kadar keaktifan rendah. Oleh karena itu cara belajar cara belajar siswa aktif tidak selamanya berorientasi keterampilan, tetapi juga dapat mengarah pada penguasaan sejumlah konsep, teori, prinsip dan fakta pada saat proses belajar berlangsung.


B. Konsep Mengajar

Mengajar merupakan suatu proses yang kompleks. Tidak hanya sekedar menyamoaikan informasi dari guru kepada siswa. Banyak kegiatan maupun tindakan yang harus dilaksanakan, terutama bila diinginkan hasil belajar yang lebih baik pada seluruh siswa. Oleh karena itu rumusan pengertian mengajar tidaklah sederhana. Dalam arti membutuhkan rumusan yang dapat meliputi seluruh kegiatan dan tindakan dalam perbuatan mengajar itu sendiri.
Mengajar merupakan suatu aktifitas mengorganisasikan atau mengukur ( mengelola ) lingkungan sehingga tercpta suasana yang sebaik – baiknya dan menghubungkannya dengan peserta didik sehingga terjadi proses proses belajar yang menyenangkan.
Atau dengan gaya bahasa lain yang lebih umum adalah mengajar merupakan penciptaan system lingkungan yang memungkinkan terjadinya proses belajar . system lingkungan ini terdiri dari komponen – komponen yang saling mempengaruhi, yakni tujuan instruksional yang dicapai, materi yang diajarkan, guru dan siswa yang memainkan peranan serta dalam hubungan social tertentu.
Kedudukan guru dalam pengertian ini sudah tidak lagi dipandang sebagai penguasa tunggal dalam kelas atau sekolah, tetapi diangap sebagai manager learning pengelola belajar ) yang perlu senantiasa siap membantgu dan membimbing para siswa dalam menempuh perjalanan menuju kedewasaan mereka sendiri yang utuh dan menyeluruh.

C. Hakikat Proses Belajar Mengajar

Dalam seluruh proses pendidikan, kegiatan belajar mengajar merupakan kegiatan yang paling pokok. Hal ini berarti bahwa berhasil tidaknya pencapaian tujuan pendidikan banyak bergantun kepada bagaimana proses belajar mengajar dirancang dan dijalankan secara professional.
Setiap kegiatan belajar mengajar selalu melibatkan dua pelaku aktif, yaitu guru dan siswa. Guru sebagai pengajar merupakan pencipta kondisi belajar siswa yang didesain secara sengaja, sistematis dan berkesinambungan. Sedangkan anak sebagai subjek pembelajaran merupakan pihak yang menikmati kondisi belajar yang diciptakan oleh guru.
Perpaduan dari kedua unsur manusiawi ini melahirkan interaksi edukatif dengan memanfaatkan bahan ajar sebagai medium. Pada kegiatan belajar mengajar, keduanya ( guru dan murid ) saling mempengaruhi dan memberi masukan. Karena itulah kegiatan belajar mengajar harus merupakan aktivitas yang hidup, srat nilai dan senantiasa memiliki tujuan.
Rumus belajar mengajar tradisional selalu menempatkan anak didik sebagai obek pembelajaran guru sebagai subjeknya. Rumusan seperti ini membawa konsekuensi terhadap kurang bermaknanya kedudukan anak dalam proses pembelajaran, sedangkan guru menjadi factor yang sangat dominant dalam keseluruhan proses belajar mengajar.
Pendekatan baru melihat bahwa kegiatan belajar mengajar merupakan milik guru dan murid dalam kedudukannya yang setara, namun dari segi fungsi berbeda. Anak merupakan subjek pembelajaran dan menjadi inti dari setiap kegiatan pendidikan. Proses pengajaran yang mengesampingkan martabat anak bukanlah proses penddikan yang benar. Bahkan merupakan kekeliruan yang tidak bias diabaikan begitu saja. Karena itulah inti proses pengajaran tidak lain adalah kegiatan belajar anak didik dalam mencapai suatu tujuan pengajaran. Tujuan pengajaran tentu saja akan dapat tercapai bila anak didik berusaha secara aktif untuk mencapainya. Keaktifan anak didik disini bukanlah dituntut dari segi fisik, tatapi juga segi kejiwaan. Apabila hanya fisik anak yang aktif, tetapi pikiran dan mentalnya kurang aktif maka kemungkinan besar tujuan pembelajaran tidak tercapai. Sama halnya ini dengan seorang anak didik tidak belajar kalau tidak ada perubahan dalam dirinya.
Biasanya permasalahan yang dijumpai oleh para guru ketika berhadapan dengan sejumlah anak didik adalah masalah pengelolaan kelas. Apa, siapa, bagaimana, kapan dan dimana adalah serentetan pertanyaan yang perlu dijawab dalam hubungannya dengan permasalahan pengelolaan kelas. Peranan seorang guru sangat penting dalam proses berjalannya kegiatan belajar mengajar di dalam kelas, misalnya menenangkan siswa yang rebut dikelas, yang berjalan, tidak mendengarkan, hal ini semua berpulang kepada kekereatifan dari seorang guru yang dapat mengatur ( sebagai manager ) dan mengkondisikan kelas menjadi terkendali dan sesuai dengan yang diharapkan.


D. Ciri – Ciri Belajar Mengajar
Belajar dan mengajar merupakan dua aktivitas yag berlangsung secara bersamaan, simultan dan memiliki focus yang dipahami bersama. Sebagai suatu aktivitas yang terencana, belajar memiliki tujuan yang bersifat permanent, yakni terjadinya perubahan pada anak didik. Ciri – ciri perubahan dalam pengertian belajar meliputi :
1. Perubahan yang terjadi berlangsung secara sadar, sekurang – kurangnya sadar bahwa pengetahuannya bertambah.
2. Perubahan yang bersifat kontinyu dan fungsional, yaitu suatu proses yang selalu berkembang sesuai pembelajaran yang didapat.
3. Perubahan belajar bersifat positif dan aktif.
4. Perubahan dalam belajar bukan bersifatt sementara atau sesaat.
5. Perubahan dalam belajar memiliki tujuan dan terarah.
6. Perubahan dalam belajar mencakup pada seluruh aspek tingkah laku bukan bagian – bagian tertentu secara parsial.

Perubahan prilaku pada siswa dalam konteks pengajaran jelas merupakan produk dan usaha guru melalui kegiatan mengajar. Hal ini dapat dipahami karena mengajar merupakan suatu aktivitas khusus yang dilakukan guru untuk menolong dan membimbing anak didik memperoleh perubahan dan pengembangan skill ( keterampilan ), attitude ( sikap ), appreciation ( penghargaan ) dan knowledge ( pengetahuan ).
Akhirnya dapat diketahui bahwa kegiatan belajar mengajar memiliki ciri – ciri sebagai berikut :
a. Memiliki tujuan, yaitu untuk membentuk anak dalam suatu perkembangan tertentu.
b. Terdapat mekanisme, prosedur, langkah – langkah, metode dan teknik yang direncanakan dan didesain untuk mencapai tujuan yang telah ditetapkan.
c. Focus materi jelas, terukur, terarah dan terencana dengan baik.
d. Adanya aktivitas anak didik merupakan syarat mutlak bagi berlangsungnya kegiatan belajar mengajar.
e. Actor guru yang cermat dan tepat.
f. Terdapat pola aturan yang ditaati guru dan anak didik dalam proporsi masing – masing.
g. Limit waktu untuk mencapat tujuan pembelajaran.
h. Evaluasi, baik evaluasi proses maupun evaluasi produk.

Menimbang Sertifikasi Guru

Menimbang Sertifikasi Guru

Mendiknas Yang lalu ( Bambang Sudibyo ) membentuk Konsorsium Sertifikasi Guru (KSG) pada medio Agustus 2007. KSG yang beranggotakan unsur Depdiknas, Perguruan Tinggi Negeri dan Swasta, Universitas Eks IKIP dan Depag ini dimaksudkan untuk menyukseskan program sertifikasi terhadap 2,7 juta guru. Departemen Pendidikan Nasional agaknya tak ingin gagal dalam melaksanakan program sertifikasi guru di pelosok negeri ini. Maklum, program ini merupakan amanat Undang-undang No. 14 tahun 2005 tentang guru dan dosen.

More...Untuk itu, selain menerbitkan Peraturan Menteri Pendidikan Nasional (Permendiknas) No. 18 tahun 2007 yang mengatur tentang sertifikasi guru dalam jabatan dilaksanakan melalui uji kompetensi dalam bentuk penilaian portofolio. Mendiknas Bambang Sudibyo pada pertengahan Agustus 2007 juga mengeluarkan Kepmendiknas Nomor 056/P/2007 tentang pembentukan Konsorsium Guru (KSG).

Portofolio adalah bukti fisik (dokumen) yang menggambarkan pengalaman berkarya/prestasi yang dicapai dalam menjalankan tugas profesi sebagai guru dalam interval tertentu.

Bagi guru yang sudah ditetapkan dalam kuota, mereka diminta untuk mengumpulkan data-data dirinya dalam portofolio, termasuk semua dokumen yang berhubungan dengan kualifikasinya, pengalaman, pendidikan dan pelatihan.

Menurut Fasli Jalal, terdapat 10 macam komponen portofolio dalam konteks uji kompetensi. Komponen dimaksud meliputi

1. Kualifikasi akademik

2. Pendidikan dan pelatihan

3. Pengalaman mengajar

4. Perencanaan dan pelaksanaan pembelajaran

5. Penilaian dari atasan dan pengawas

6. Prestasi akademik

7. Karya pengembangan profesi

8. Keikutsertaan dalam forum ilmiah

9. Pengalaman berorganisasi dalam bidang kependidikan dan social

10. Penghargaan yang relevan dengan bidang kependidikan

Sertifikasi guru melalui komponen portofolio ternyata kurang teruji secara baik. Fenomena yang ada disekolah-sekolah, guru-guru yang dipanggil untuk sertifikasi hanya mengejar komponen-komponen portofolio yang relative mudah, sementara untuk komponen yang susah mereka tinggalkan. Sebagai contoh, menjadi peserta seminar walaupun dengan biaya sendiri yang cukup tinggi mereka ikuti. Maka seminar menjadi lahan bisnis baru yang menggiurkan. Sementara hasil seminar tidak membekas di hati peserta apalagi ditindaklajuti. Seminar hanya mengejar sertifikat bukan ilmu yang dikejar. Komponen karya pengembangan profesi adalah komponen yang tidak dijamah. Menurut Fasli Jalal dalam kegiatan workshop Kepala Sekolah SMK Se-Kota Semarang, sangat sedikit Bapak Ibu Guru peserta uji sertifikasi yang melampirkan komponen karya pengembangan profesi.

Ini suatu kemunduran, karena penilaian angka kredit dari golongan IV A ke IV B mewajibkan komponen pengembangan profesi, sehingga banyak bapak dan ibu guru yang tertahan di golongan IV A karena tidak bisa membuat karya pengembangan profesi, sementara banyak peserta uji sertifikasi guru yang lolos tanpa melampirkan komponen karya pengembangan profesi. Jadi menurut hemat penulis, komponen karya pengembangan profesi harus menjadi komponen wajib, dimana tanpa komponen itu peserta tidak dapat diluluskan. Mereka yang lolos adalah bapak dan ibu guru yang tidak hanya guru semata tetapi guru yang juga peneliti. Ini penting karena dengan menjadi peneliti, guru terus berinovasi untuk mengembangkan pembelajarannya sehingga kegiatan belajar mengajar menjadi hal yang diminati murid.

Sebagai bahan pertimbangan, kebetulan penulis lolos menjadi finalis Lomba Guru kreatif (LGK) UNIKA bekerjasama dengan MARIMAS. Pengalaman mengikuti lomba ini sangat berkesan karena beratnya tahapan-tahapan pengujian yang harus dilewati. Tahapan-tahapan itu antara lain :

1. Penelitian
Pada tahap ini peserta diharuskan mengirimkan karya penelitian yang telah dilakukan di sekolah baik berupa PTK maupun non PTK.

2. Tes Potensi akademik
Pada tahap ini peserta diuji kemampuan akademik, emosi dan pengetahuan untuk memecahkan suatu masalah melalui serangkaian tes psikologi.

3. Micro teaching
Pada tahap ini peserta diminta mengajar sesuai dengan penelitian yang dilakukan dihadapan dewan juri dan dihadapan murid sebuah sekolah jika lolos 10 besar.

4. Uji Publik
Pada tahap ini peserta harus dapat mempertahankan hasil penelitiannya dihadapan undangan dan peserta lain.

Penilaian dalam LGK lebih valid dan akuntable dibanding uji sertifikasi guru. Karena kenyataan di lapangan, mereka yang lolos uji sertifikasi guru tidak menjadi bangga karena hampir semua yang diundang lolos uji sertifikasi, sementara ribuan peserta LGK yang mendaftar hanya ratusan yang lolos tahap I, puluhan yang lolos tahap II, 10 orang yang lolos tahap III dan hanya 1 orang yang jadi pemenang.

Jadi alangkah lebih baik jika uji sertifikasi guru melalui komponen portofolio ditinjau ulang dengan mewajibkan komponen karya pengembangan profesi menjadi komponen utama.


Di Tulis Oleh Rekan Guru Jianjur Yudi Supriadi

MERANCANG PENDIDIKAN MORAL & BUDI PEKERTI DALAM ATMOSFER PENDIDIKAN FORMAL

MERANCANG PENDIDIKAN MORAL & BUDI PEKERTI DALAM ATMOSFER PENDIDIKAN FORMAL

Manusia Indonesia menempati posisi sentral dan strategis dalam pelaksanaan pembangunan nasional, sehingga diperlukan adanya pengembangan sumber daya manusia (SDM) secara optimal. Pengembangan SDM dapat dilakukan melalui pendidikan mulai dari dalam keluarga, hingga lingkungan sekolah dan masyarakat.

Salah satu SDM yang dimaksud bisa berupa generasi muda (young generation) sebagai estafet pembaharu merupakan kader pembangunan yang sifatnya masih potensial, perlu dibina dan dikembangkan secara terarah dan berkelanjutan melalui lembaga pendidikan sekolah. Beberapa fungsi pentingnya pendidikan sekolah antara lain untuk : 1) perkembangan pribadi dan pembentukan kepribadian, 2) transmisi cultural, 3) integrasi social, 4) inovasi, dan 5) pra seleksi dan pra alokasi tenaga kerja ( Bachtiar Rifai). Dalam hal ini jelas bahwa tugas pendidikan sekolah adalah untuk mengembangkan segi-segi kognitif, afektif dan psikomotorik yang dapat dikembangkan melalui pendidikan moral. Dengan memperhatikan fungsi pendidikan sekolah di atas, maka setidaknya terdapat 3 alasan penting yang melandasi pelaksanaan pendidikan moral di sekolah, antara lain : 1). Perlunya karakter yang baik untuk menjadi bagian yang utuh dalam diri manusia yang meliputi pikiran yang kuat, hati dan kemauan yang berkualitas, seperti : memiliki kejujuran, empati, perhatian, disiplin diri, ketekunan, dan dorongan moral yang kuat untuk bisa bekerja dengan rasa cinta sebagai ciri kematangan hidup manusia. 2). Sekolah merupakan tempat yang lebih baik dan lebih kondusif untuk melaksanakan proses belajar mengajar. 3).Pendidikan moral sangat esensial untuk mengembangkan sumber daya manusia (SDM) yang berkualitas dan membangun masyarakat yang bermoral (Lickona, 1996 , P.1993).

Pelaksanaan pendidikan moral ini sangat penting, karena hampir seluruh masyarakat di dunia, khususnya di Indonesia, kini sedang mengalami patologi social yang amat kronis. Bahkan sebagian besar pelajar dan masyarakat kita tercerabut dari peradaban eastenisasi (ketimuran) yang beradab, santun dan beragama. Akan tetapi hal ini kiranya tidak terlalu aneh dalam masyarakat dan lapisan social di Indonesia yang hedonis dan menelan peradaban barat tanpa seleksi yang matang. Di samping itu system [pendidikan Indonesia lebih berorientasi pada pengisian kognisi yang eqivalen dengan peningkatan IQ (intelengence Quetiont) yang walaupun juga di dalamnya terintegrasi pendidikan EQ (Emotional Quetiont). Sedangkan warisan terbaik bangsa kita adalah tradisi spritualitas yang tinggi kemudian tergadai dan lebih banyak digemari oleh orang lain di luar negeri kita, yaitu SQ (Spiritual Quetiont). Oleh sebab itu, perlu kiranya dalam pengembangan pendidikan moral ini eksistensi SQ harus terintegrasi dalam target peningkatan IQ dan EQ siswa.

Akibat dari hanyutnya SQ pada pribadi masyarakat dan siswa pada umumnya menimbulkan efek-efek social yang buruk. Bermacam-macam masalah sosial dan masalah-masalahh moral yang timbul di Indonesia seperti : 1). meningkatnya pembrontakan remaja atau dekadensi etika/sopan santun pelajar, 2). meningkatnya kertidakjujuran, seperti suka bolos, nyontek, tawuran dari sekolah dan suka mencuri, 3). berkurangnya rasa hormat terhadap orang tua, guru, dan terhadap figur-figur yang berwenang, 4). meningkatnya kelompok teman sebaya yang bersifat kejam dan bengis, 5) munculnya kejahatan yang memiliki sikap fanatik dan penuh kebencian, 6). berbahsa tidak sopan, 7). merosotnya etika kerja, 8). meningkatnya sifat-sifat mementingkan diri sendiri dan kurangnya rasa tanggung jawab sebagai warga negara, 9). timbulnya gelombang perilaku yang merusak diri sendiri seperti perilaku seksual premature, penyalahgunaan mirasantika/narkoba dan perilaku bunuh diri, 10). timbulnya ketidaktahuan sopan santun termasuk mengabaikan pengetahuan moral sebagai dasar hidup, seperti adanya kecenderungan untuk memeras tidak menghormati peraturan-peraturan, dan perilaku yang membahayakan terhadap diri sendiri atau orang lain, tanpa berpikir bahwa hal itu salah (Koyan, 2000, P.74).

Untuk merespon gejala kemerosotan moral tersebut, maka peningkatan dan intensitas pelaksanan pendidikan moral di sekolah merupakan tugas yang sangat penting dan sangat mendesak bagi kita, dan perlu dilaksanakan secara komprehensif dan dengan menggunakan strategi serta model pendekatan secara terpadu, yaitu dengan melibatkan semua unsur yang terkait dalam proses pembelajaran atau pendidikan seperti : guru-guru, kepala sekolah orang tua murid dan tokoh-tokoh masyarakat. Tujuan pendidikan moral tidak semata-mata untuk menyiapkan peserta didik untuk menelan mentah konsep-konsep pendidikan moral, tetapi yang lebih penting adalah terbentuknya karakter yang baik, yaitu pribadi yang memiliki pengetahuan moral, peranan perasaan moral dan tindakan atau perilaku moral (Lickona, 1992. P. 53 )

Pada sisi lain, dewasa ini pelaksanan pendidikan moral di sekolah diberikan melalui pembelajaran pancasila dan kewarganegaraan (PPKn) dan Pendidikan agama akan tetapi masih tampak kurang pada keterpaduan dalam model dan strategi pembelajarannya Di samping penyajian materi pendidikan moral di sekolah, tampaknya lebih berorientasi pada penguasaan materi yang tercantum dalam kurikulum atau buku teks, dan kurang mengaitkan dengan isu-isu moral esensial yang sedang terjadi dalam masyarakat, sehingga peserta didik kurang mampu memecahkan masalah-masalah moral yang terjadi dalam masyarakat Bagi para siswa,adalah lebih banyak untuk menghadapi ulangan atau ujian, dan terlepas dari isu-isu moral esensial kehidupan mereka sehari-hari. Materi pelajaran PPKn dirasakah sebagai beban, dihafalkan dan dipahami, tidak menghayati atau dirasakan secara tidak diamalkan dalam perilaku kehidupan hari-hari.

Dalam upaya untuk meningkatkan kematangan moral dan pembentukann karakter siswa. Secara optimal ,maka penyajian materi pendidikan moral kepada para siswa hendaknya dilaksanakan secara terpadu kepada semua pelajaran dan dengan mengunakan strategi dan model pembelajaran seccara terpadu, yaitu dengan melibatkan semua guru, kepala sekolah ,orang tua murid, tokoh-tokoh masyarakat sekitar. Dengan demikian timbul pertanyaan,bahan kajian apa sajakah yang diperlukan untuk merancang model pembelajaran pendidikan moral dengan mengunakan pendekatan terpadu ?

Untuk mengembangkan strategi dan model pembelajaran pendidikan moral dengan menggunakan pendekatan terpadu ,diperlukan adanya analisis kebutuhan (needs assessment) siswa dalam belajar pendidikan moral. Dalam kaitan ini diperlukan adanya serangkaian kegiatan, antara lain : (1) mengidentifikasikan isu-isu sentral yang bermuatan moral dalam masyarakat untuk dijadikan bahan kajian dalam proses pembelajaran di kelas dengan menggunakan metode klarifikasi nilai (2) mengidentifikasi dan menganalisis kebutuhan siswa dalam pembelajaran pendidikan moral agar tercapai kematangan moral yang komprehensif yaitu kematangan dalam pengetahuan moral perasaan moral,dan tindakan moral, (3) mengidentifikasi dan menganalisis masalah-masalah dan kendala-kendala instruksional yang dihadapi oleh para guru di sekolah dan para orang tua murid di tua murid dirumah dalam usaha membina perkembangan moral siswa,serta berupaya memformulasikan alternatif pemecahannya, (4) mengidentifikasi dan mengklarifikasi nilai-nilai moral yang inti dan universal yang dapat digunakan sebagai bahan kajian dalam proses pendidikan moral, (5) mengidentifikasi sumber-sumber lain yang relevan dengan kebutuhan belajar pendidikan moral.

Dengan memperhatikan kegiatan yang perlu dilakukan dalam proses aplikasi pendidikan moral tersebut, kaitannya dengan kurikulum yang senantiasa berubah sesuai dengan akselerasi politik dalam negeri, maka sebaiknya pendidikan moral juga dilakukan penngkajian ulang untuk mengikuti competetion velocities dalam persaingan global. Bagaimanapun negeri ini memerlukan generasi yang cerdas, bijak dan bermoral sehingga bisa menyeimbangkan pembangunan dalam keselarasan keimanan dan kemajuan jaman. Pertanyaannya adalah siapkah lingkungan sekolah (formal-informal), masyarakat dan keluarga untuk membangun komitmen bersama mendukung keinginan tersebut ? Karena nasib bangsa Indonesia ini terletak dan tergantung pada moralitas generasi mudanya.

Ditulis
Oleh :Lewa Karma




Kata Kunci/ keyword Terkait dengan artikel ini : pendidikan, pendidikan nasional, makalah pendidikan, pendidikan agama, menteri pendidikan, menteri pendidikan nasional, pendidikan usia dini, pengertian pendidikan, tujuan pendidikan, pendidikan di indonesia, departemen pendidikan, manajemen pendidikan, pendidikan teknologi, teknologi pendidikan, masalah pendidikan, pidato tentang pendidikan, tingkat pendidikan, pendidikan lingkungan hidup, evaluasi pendidikan, pendidikan pancasila, pentingnya pendidikan, pendidikan nasional indonesia, menteri pendidikan 2010, website pendidikan, pendidikan ppt, departemen pendidikan nasional, komunikasi pendidikan, standar nasional pendidikan, standar pendidikan nasional, pendidikan seks, logo pendidikan, pendidikan internet, kata kata pendidikan, teknologi dan pendidikan, uu pendidikan, inovasi pendidikan, pendidikan luar sekolah, pendidikan menurut islam, kementerian pendidikan nasional, journal pendidikan, aliran pendidikan, pendidikan tik, pendidikan dan kebudayaan, undang-undang pendidikan, pendidikan hukum, dinas pendidikan nasional, internet dalam pendidikan, internet untuk pendidikan, pendidikan jepang, pembiayaan pendidikan, artikel pendidikan indonesia, pendidikan kimia, lembaga pendidikan islam, perkembangan pendidikan indonesia, kementrian pendidikan, info pendidikan, blog pendidikan, uu pendidikan nasional, tujuan pendidikan jasmani, dasar-dasar pendidikan, pendidikan dan pembangunan, pendidikan pesantren, www.pendidikan, manajemen pendidikan islam, reformasi pendidikan, pendidikan diindonesia, hadits tentang pendidikan, komputer dalam pendidikan, menteri pendidikan indonesia, mentri pendidikan, depdiknas.go.id, macam-macam pendidikan, dasar pendidikan nasional, pendidikan sebagai sistem, kementrian pendidikan nasional, penilaian dalam pendidikan, pendidikan kewirausahaan, nilai-nilai pendidikan, aliran-aliran pendidikan, biaya pendidikan itb, faktor-faktor pendidikan, uud pendidikan, pendidikan tradisional, pendidikan sebagai ilmu, nama menteri pendidikan, pendidikan masa kini, jenis-jenis pendidikan, departemen pendidikan indonesia, tokoh-tokoh pendidikan, artikel pendidikan jasmani, pemerataan pendidikan, pendidikan.com, unsur-unsur pendidikan, artikel pendidikan nasional, prinsip-prinsip pendidikan, prinsip pendidikan islam, contoh pantun pendidikan, teori-teori pendidikan, multimedia dalam pendidikan, artikel dunia pendidikan, lambang departemen pendidikan.

Pengembangan Profesionalisme Guru di Abad Pengetahuan

Pengembangan Profesionalisme Guru di Abad Pengetahuan
Oleh : Dra. Ani M.Hasan,M.Pd

Abstract
This 21st age is a knowledge age so it underlies all aspects of living. In this age, education demands a modern and professional educational management with educational characteristics. Education decrease is not the resultant of less professional teacher and lacking of learning activity. Professionalism is more than a knowledge of technology and management but it is a attitude, professionalism development need a technician not only in term of high skill but also appropriate behavior. Basiclly, a professional teacher is depended upon his or her attitude and maturity comprising of willingness and ability both phisically and intellectually. Profesionalism are the responbility of LPTK as teacher agency, institutions managing teacher (Depdiknas or private foundation), PGRI and community.

Kita telah memasuki abad 21 yang dikenal dengan abad pengetahuan. Para peramal masa depan (futurist) mengatakan sebagai abad pengetahuan karena pengetahuan akan menjadi landasan utama segala aspek kehidupan (Trilling dan Hood, 1999). Abad pengetahuan merupakan suatu era dengan tuntutan yang lebih rumit dan menantang. Suatu era dengan spesifikasi tertentu yang sangat besar pengaruhnya terhadap dunia pendidikan dan lapangan kerja. Perubahan-perubahan yang terjadi selain karena perkembangan teknologi yang sangat pesat, juga diakibatkan oleh perkembangan yang luar biasa dalam ilmu pengetahuan, psikologi, dan transformasi nilai-nilai budaya. Dampaknya adalah perubahan cara pandang manusia terhadap manusia, cara pandang terhadap pendidikan, perubahan peran orang tua/guru/dosen, serta perubahan pola hubungan antar mereka.

Trilling dan Hood (1999) mengemukakan bahwa perhatian utama pendidikan di abad 21 adalah untuk mempersiapkan hidup dan kerja bagi masyarakat.Tibalah saatnya menoleh sejenak ke arah pandangan dengan sudut yang luas mengenai peran-peran utama yang akan semakin dimainkan oleh pembelajaran dan pendidikan dalam masyarakat yang berbasis pengetahuan.

Kemerosotan pendidikan kita sudah terasakan selama bertahun-tahun, untuk kesekian kalinya kurikulum dituding sebagai penyebabnya. Hal ini tercermin dengan adanya upaya mengubah kurikulum mulai kurikulum 1975 diganti dengan kurikulum 1984, kemudian diganti lagi dengan kurikulum 1994. Nasanius (1998) mengungkapkan bahwa kemerosotan pendidikan bukan diakibatkan oleh kurikulum tetapi oleh kurangnya kemampuan profesionalisme guru dan keengganan belajar siswa. Profesionalisme sebagai penunjang kelancaran guru dalam melaksanakan tugasnya, sangat dipengaruhi oleh dua faktor besar yaitu faktor internal yang meliputi minat dan bakat dan faktor eksternal yaitu berkaitan dengan lingkungan sekitar, sarana prasarana, serta berbagai latihan yang dilakukan guru.(Sumargi, 1996) Profesionalisme guru dan tenaga kependidikan masih belum memadai utamanya dalam hal bidang keilmuannya. Misalnya guru Biologi dapat mengajar Kimia atau Fisika. Ataupun guru IPS dapat mengajar Bahasa Indonesia. Memang jumlah tenaga pendidik secara kuantitatif sudah cukup banyak, tetapi mutu dan profesionalisme belum sesuai dengan harapan. Banyak diantaranya yang tidak berkualitas dan menyampaikan materi yang keliru sehingga mereka tidak atau kurang mampu menyajikan dan menyelenggarakan pendidikan yang benar-benar berkualitas (Dahrin, 2000).

Banyak faktor yang menyebabkan kurang profesionalismenya seorang guru, sehingga pemerintah berupaya agar guru yang tampil di abad pengetahuan adalah guru yang benar-benar profesional yang mampu mengantisipasi tantangan-tantangan dalam dunia pendidikan.

Pendidikan di Abad Pengetahuan
Para ahli mengatakan bahwa abad 21 merupakan abad pengetahuan karena pengetahuan menjadi landasan utama segala aspek kehidupan. Menurut Naisbit (1995) ada 10 kecenderungan besar yang akan terjadi pada pendidikan di abad 21 yaitu; (1) dari masyarakat industri ke masyarakat informasi, (2) dari teknologi yang dipaksakan ke teknologi tinggi, (3) dari ekonomi nasional ke ekonomi dunia, (4) dari perencanaan jangka pendek ke perencanaan jangka panjang, (5) dari sentralisasi ke desentralisasi, (6) dari bantuan institusional ke bantuan diri, (7) dari demokrasi perwakilan ke demokrasi partisipatoris, (8) dari hierarki-hierarki ke penjaringan, (9) dari utara ke selatan, dan (10) dari atau/atau ke pilihan majemuk.

Berbagai implikasi kecenderungan di atas berdampak terhadap dunia pendidikan yang meliputi aspek kurikulum, manajemen pendidikan, tenaga kependidikan, strategi dan metode pendidikan. Selanjutnya Naisbitt (1995) mengemukakan ada 8 kecenderungan besar di Asia yang ikut mempengaruhi dunia yaitu; (1) dari negara bangsa ke jaringan, (2) dari tuntutan eksport ke tuntutan konsumen, (3) dari pengaruh Barat ke cara Asia, (4) dari kontol pemerintah ke tuntutan pasar, (5) dari desa ke metropolitan, (6) dari padat karya ke teknologi canggih, (7) dari dominasi kaum pria ke munculnya kaum wanita, (8) dari Barat ke Timur. Kedelapan kecenderungan itu akan mempengaruhi tata nilai dalam berbagai aspek, pola dan gaya hidup masyarakat baik di desa maupun di kota. Pada gilirannya semua itu akan mempengaruhi pola-pola pendidikan yang lebih disukai dengan tuntutan kecenderungan tersebut. Dalam hubungan dengan ini pendidikan ditantang untuk mampu menyiapkan sumber daya manusia yang mampu menghadapi tantangan kecenderungan itu tanpa kehilangan nilai-nilai kepribadian dan budaya bangsanya.

Dengan memperhatikan pendapat Naisbitt di atas, Surya (1998) mengungkapkan bahwa pendidikan di Indonesia di abad 21 mempunyai karakteristik sebagai berikut: (1) Pendidikan nasional mempunyai tiga fungsi dasar yaitu; (a) untuk mencerdaskan kehidupan bangsa, (b) untuk mempersiapkan tenaga kerja terampil dan ahli yang diperlukan dalam proses industrialisasi, (c) membina dan mengembangkan penguasaan berbagai cabang keahlian ilmu pengetahuan dan teknologi; (2) Sebagai negara kepulauan yang berbeda-beda suku, agama dan bahasa, pendidikan tidak hanya sebagai proses transfer pengetahuan saja, akan tetapi mempunyai fungsi pelestarian kehidupan bangsa dalam suasana persatuan dan kesatuan nasional; (3) Dengan makin meningkatnya hasil pembangunan, mobilitas penduduk akan mempengaruhi corak pendidikan nasional; (4) Perubahan karakteristik keluarga baik fungsi maupun struktur, akan banyak menuntut akan pentingnya kerja sama berbagai lingkungan pendidikan dan dalam keluarga sebagai intinya.

Nilai-nilai keluarga hendaknya tetap dilestarikan dalam berbagai lingkungan pendidikan; (5) Asas belajar sepanjang hayat harus menjadi landasan utama dalam mewujudkan pendidikan untuk mengimbangi tantangan perkembangan jaman; (6) Penggunaan berbagai inovasi Iptek terutama media elektronik, informatika, dan komunikasi dalam berbagai kegiatan pendidikan, (7) Penyediaan perpustakaan dan sumber-sumber belajar sangat diperlukan dalam menunjang upaya pendidikan dalam pendidikan; (8) Publikasi dan penelitian dalam bidang pendidikan dan bidang lain yang terkait, merupakan suatu kebutuhan nyata bagi pendidikan di abad pengetahuan.

Pendidikan di abad pengetahuan menuntut adanya manajemen pendidikan yang modern dan profesional dengan bernuansa pendidikan. Lembaga-lembaga pendidikan diharapkan mampu mewujudkan peranannya secara efektif dengan keunggulan dalam kepemimpinan, staf, proses belajar mengajar, pengembangan staf, kurikulum, tujuan dan harapan, iklim sekolah, penilaian diri, komunikasi, dan keterlibatan orang tua/masyarakat. Tidak kalah pentingnya adalah sosok penampilan guru yang ditandai dengan keunggulan dalam nasionalisme dan jiwa juang, keimanan dan ketakwaan, penguasaan iptek, etos kerja dan disiplin, profesionalisme, kerjasama dan belajar dengan berbagai disiplin, wawasan masa depan, kepastian karir, dan kesejahteraan lahir batin. Pendidikan mempunyai peranan yang amat strategis untuk mempersiapkan generasi muda yang memiliki keberdayaan dan kecerdasan emosional yang tinggi dan menguasai megaskills yang mantap. Untuk itu, lembaga penidikan dalam berbagai jenis dan jenjang memerlukan pencerahan dan pemberdayaan dalam berbagai aspeknya.

Menurut Makagiansar (1996) memasuki abad 21 pendidikan akan mengalami pergeseran perubahan paradigma yang meliputi pergeseran paradigma: (1) dari belajar terminal ke belajar sepanjang hayat, (2) dari belajar berfokus penguasaan pengetahuan ke belajar holistik, (3) dari citra hubungan guru-murid yang bersifat konfrontatif ke citra hubungan kemitraan, (4) dari pengajar yang menekankan pengetahuan skolastik (akademik) ke penekanan keseimbangan fokus pendidikan nilai, (5) dari kampanye melawan buta aksara ke kampanye melawan buat teknologi, budaya, dan komputer, (6) dari penampilan guru yang terisolasi ke penampilan dalam tim kerja, (7) dari konsentrasi eksklusif pada kompetisi ke orientasi kerja sama. Dengan memperhatikan pendapat ahli tersebut nampak bahwa pendidikan dihadapkan pada tantangan untuk menghasilkan sumber daya manusia yang berkualitas dalam menghadapi berbagai tantangan dan tuntutan yang bersifat kompetitif.

Gambaran Pembelajaran di Abad Pengetahuan
Praktek pembelajaran yang terjadi sekarang masih didominasi oleh pola atau paradigma yang banyak dijumpai di abad industri. Pada abad pengetahuan paradigma yang digunakan jauh berbeda dengan pada abad industri. Galbreath (1999) mengemukakan bahwa pendekatan pembelajaran yang digunakan pada abad pengetahuan adalah pendekatan campuran yaitu perpaduan antara pendekatan belajar dari guru, belajar dari siswa lain, dan belajar pada diri sendiri. Praktek pembelajaran di abad industri dan abad pengetahuan dapat dilihat pada Tabel berikut;

Abad Industri

1. Guru sebagai pengarah
2. Guru sbgai smber pengetahuan
3. Belajar diarahkan oleh kuri- kulum.
4. Belajar dijadualkan secara ketat dgn waktu yang terbatas
5. Terutama didasarkan pd fakta
6. Bersifat teoritik, prinsip- prinsip dan survei
7. Pengulangan dan latihan
8. Aturan dan prosedur
9. Kompetitif
10. Berfokus pada kelas
11. Hasilnya ditentukan sblmnya
12. Mengikuti norma
13. Komputer sbg subyek belajar
14. Presentasi dgn media statis
15. Komunikasi sebatas ruang kls
16. Tes diukur dengan norma

Abad Pengetahuan

1. Guru sebagai fasilitator, pembimbing, konsultan
2. Guru sebagai kawan belajar
3. Belajar diarahkan oleh siswa kulum.
4. Belajar secara terbuka, ketat dgn waktu yang terbatas fleksibel sesuai keperluan
5. Terutama berdasarkan proyek dan masalah
6. Dunia nyata, dan refleksi prinsip dan survei
7. Penyelidikan dan perancangan
8. Penemuan dan penciptaan
9. Colaboratif
10. Berfokus pada masyarakat
11. Hasilnya terbuka
12. Keanekaragaman yang kreatif
13. Komputer sebagai peralatan semua jenis belajar
14. Interaksi multi media yang dinamis
15. Komunikasi tidak terbatas ke seluruh dunia
16. Unjuk kerja diukur oleh pakar, penasehat, kawan sebaya dan diri sendiri.


Berdasarkan Tabel dapat diambil beberapa kesimpulan bahwa;
1. Pada abad industri banyak dijumpai belajar melalui fakta, drill dan praktek, dan menggunakan aturan dan prosedur-prosedur. Sedangkan di abad pengetahuan menginginkan paradigma belajar melalui proyek-proyek dan permasalahan-permasalahan, inkuiri dan desain, menemukan dan penciptaan.
2 Betapa sulitnya mencapai reformasi yang sistemik, karena bila paradigma lama masih dominan, dampak reformasi cenderung akan ditelan oleh pengaruh paradigma lama.
3. Meskipun telah dinyatakan sebagai polaritas, perbedaan praktik pembelajaran Abad Pengetahuan dan Abad Industri dianggap sebagai suatu kontinum. Meskipun sekarang dimungkinkan memandang banyak contoh praktek di Abad Industri yang "murni" dan jauh lebih sedikit contoh lingkungan pembelajaran di Abad Pengetahuan yang "murni", besar kemungkinannya menemukan metode persilangan perpaduan antara metode di Abad Pengetahuan dan metode di Abad Industri. Perlu diingat dalam melakukan reformasi pembelajaran, metode lama tidak sepenuhnya hilang, namun hanya digunakan kurang lebih jarang dibanding metode-metode baru.
4. Praktek pembelajaran di Abad Pengetahuan lebih sesuai dengan teori belajar modern. Melalui penggunaan prinsip-prinsip belajar berorientasi pada proyek dan permasalahan sampai aktivitas kolaboratif dan difokuskan pada masyarakat, belajar kontekstual yang didasarkan pada dunia nyata dalam konteks ke peningkatan perhatian pada tindakan-tindakan atas dorongan pembelajar sendiri.
5. Pada Abad Pengetahuan nampaknya praktek pembelajaran tergantung pada piranti-piranti pengetahuan modern yakni komputer dan telekomunikasi, namun sebagian besar karakteristik Abad Pengetahuan bisa dicapai tanpa memanfaatkan piranti modern. Meskipun teknologi informasi dan telekomunikasi merupakan katalis yang penting yang membawa kita pada metode belajar Abad Pengetahuan, perlu diingat bahwa yang membedakan metode tersebut adalah pelaksanaan hasilnya bukan alatnya. Kita dapat melengkapi peralatan lembaga pendidikan kita dengan teknologi canggih tanpa mengubah pelaksanaan dan hasilnya.

Akhirnya yang paling penting, paradigma baru pembelajaran ini memberikan peluang dan tantangan yang besar bagi perkembangan profesional, baik pada preservice dan inservice guru-guru kita. Di banyak hal, paradigma ini menggam-barkan redefinisi profesi pengajaran dan peran-peran yang dimainkan guru dalam proses pembelajaran. Meskipun kebutuhan untuk merawat, mengasuh, menyayangi dan mengembangkan anak-anak kita secara maksimal itu akan selalu tetap berada dalam genggaman pengajaran, tuntutan-tuntutan baru Abad Pengetahuan menghasilkan sederet prinsip pembelajaran baru dan perilaku yang harus dipraktikkan. Berdasarkan gambaran pembelajan di abad pengetahuan di atas, nampalah bahwa pentingnya pengembangan profesi guru dalam menghadapi berbagai tantangan ini.

Pengembangan Profesionalisme Guru
Menurut para ahli, profesionalisme menekankan kepada penguasaan ilmu pengetahuan atau kemampuan manajemen beserta strategi penerapannya. Maister (1997) mengemukakan bahwa profesionalisme bukan sekadar pengetahuan teknologi dan manajemen tetapi lebih merupakan sikap, pengembangan profesionalisme lebih dari seorang teknisi bukan hanya memiliki keterampilan yang tinggi tetapi memiliki suatu tingkah laku yang dipersyaratkan.

Memperhatikan kualitas guru di Indonesia memang jauh berbeda dengan dengan guru-guru yang ada di Amerika Serikat atau Inggris. Di Amerika Serikat pengembangan profesional guru harus memenuhi standar sebagaimana yang dikemukakan Stiles dan Horsley (1998) dan NRC (1996) bahwa ada empat standar standar pengembangan profesi guru yaitu; (1) Standar pengembangan profesi A adalah pengembangan profesi untuk para guru sains memerlukan pembelajaran isi sains yang diperlukan melalui perspektif-perspektif dan metode-metode inquiri. Para guru dalam sketsa ini melalui sebuah proses observasi fenomena alam, membuat penjelasan-penjelasan dan menguji penjelasan-penjelasan tersebut berdasarkan fenomena alam; (2) Standar pengembangan profesi B adalah pengembangan profesi untuk guru sains memerlukan pengintegrasian pengetahuan sains, pembelajaran, pendidikan, dan siswa, juga menerapkan pengetahuan tersebut ke pengajaran sains. Pada guru yang efektif tidak hanya tahu sains namun mereka juga tahu bagaimana mengajarkannya. Guru yang efektif dapat memahami bagaimana siswa mempelajari konsep-konsep yang penting, konsep-konsep apa yang mampu dipahami siswa pada tahap-tahap pengembangan, profesi yang berbeda, dan pengalaman, contoh dan representasi apa yang bisa membantu siswa belajar; (3) Standar pengembangan profesi C adalah pengembangan profesi untuk para guru sains memerlukan pembentukan pemahaman dan kemampuan untuk pembelajaran sepanjang masa. Guru yang baik biasanya tahu bahwa dengan memilih profesi guru, mereka telah berkomitmen untuk belajar sepanjang masa. Pengetahuan baru selalu dihasilkan sehingga guru berkesempatan terus untuk belajar; (4) Standar pengembangan profesi D adalah program-program profesi untuk guru sains harus koheren (berkaitan) dan terpadu. Standar ini dimaksudkan untuk menangkal kecenderungan kesempatan-kesempatan pengembangan profesi terfragmentasi dan tidak berkelanjutan.

Apabila guru di Indonesia telah memenuhi standar profesional guru sebagaimana yang berlaku di Amerika Serikat maka kualitas Sumber Daya Manusia Indonesia semakin baik. Selain memiliki standar profesional guru sebagaimana uraian di atas, di Amerika Serikat sebagaimana diuraikan dalam jurnal Educational Leadership 1993 (dalam Supriadi 1998) dijelaskan bahwa untuk menjadi profesional seorang guru dituntut untuk memiliki lima hal: (1) Guru mempunyai komitmen pada siswa dan proses belajarnya, (2) Guru menguasai secara mendalam bahan/mata pelajaran yang diajarkannya serta cara mengajarnya kepada siswa, (3) Guru bertanggung jawab memantau hasil belajar siswa melalui berbagai cara evaluasi, (4) Guru mampu berfikir sistematis tentang apa yang dilakukannya dan belajar dari pengalamannya, (5) Guru seyogyanya merupakan bagian dari masyarakat belajar dalam lingkungan profesinya.

Arifin (2000) mengemukakan guru Indonesia yang profesional dipersyaratkan mempunyai; (1) dasar ilmu yang kuat sebagai pengejawantahan terhadap masyarakat teknologi dan masyarakat ilmu pengetahuan di abad 21; (2) penguasaan kiat-kiat profesi berdasarkan riset dan praksis pendidikan yaitu ilmu pendidikan sebagai ilmu praksis bukan hanya merupakan konsep-konsep belaka. Pendidikan merupakan proses yang terjadi di lapangan dan bersifat ilmiah, serta riset pendidikan hendaknya diarahkan pada praksis pendidikan masyarakat Indonesia; (3) pengembangan kemampuan profesional berkesinambungan, profesi guru merupakan profesi yang berkembang terus menerus dan berkesinambungan antara LPTK dengan praktek pendidikan. Kekerdilan profesi guru dan ilmu pendidikan disebabkan terputusnya program pre-service dan in-service karena pertimbangan birokratis yang kaku atau manajemen pendidikan yang lemah.

Dengan adanya persyaratan profesionalisme guru ini, perlu adanya paradigma baru untuk melahirkan profil guru Indonesia yang profesional di abad 21 yaitu; (1) memiliki kepribadian yang matang dan berkembang; (2) penguasaan ilmu yang kuat; (3) keterampilan untuk membangkitkan peserta didik kepada sains dan teknologi; dan (4) pengembangan profesi secara berkesinambungan. Keempat aspek tersebut merupakan satu kesatuan utuh yang tidak dapat dipisahkan dan ditambah dengan usaha lain yang ikut mempengaruhi perkembangan profesi guru yang profesional.

Dimensi lain dari pola pembinaan profesi guru adalah (1) hubungan erat antara perguruan tinggi dengan pembinaan SLTA; (2) meningkatkan bentuk rekrutmen calon guru; (3) program penataran yang dikaitkan dengan praktik lapangan; (4) meningkatkan mutu pendidikan calon pendidik; (5) pelaksanaan supervisi; (6) peningkatan mutu manajemen pendidikan berdasarkan Total Quality Management (TQM); (7) melibatkan peran serta masyarakat berdasarkan konsep linc and match; (8) pemberdayaan buku teks dan alat-alat pendidikan penunjang; (9) pengakuan masyarakat terhadap profesi guru; (10) perlunya pengukuhan program Akta Mengajar melalui peraturan perundangan; dan (11) kompetisi profesional yang positif dengan pemberian kesejahteraan yang layak.

Apabila syarat-syarat profesionalisme guru di atas itu terpenuhi akan mengubah peran guru yang tadinya pasif menjadi guru yang kreatif dan dinamis. Hal ini sejalan dengan pendapat Semiawan (1991) bahwa pemenuhan persyaratan guru profesional akan mengubah peran guru yang semula sebagai orator yang verbalistis menjadi berkekuatan dinamis dalam menciptakan suatu suasana dan lingkungan belajar yang invitation learning environment. Dalam rangka peningkatan mutu pendidikan, guru memiliki multi fungsi yaitu sebagai fasilitator, motivator, informator, komunikator, transformator, change agent, inovator, konselor, evaluator, dan administrator (Soewondo, 1972 dalam Arifin 2000).

Pengembangan profesionalisme guru menjadi perhatian secara global, karena guru memiliki tugas dan peran bukan hanya memberikan informasi-informasi ilmu pengetahuan dan teknologi, melainkan juga membentuk sikap dan jiwa yang mampu bertahan dalam era hiperkompetisi. Tugas guru adalah membantu peserta didik agar mampu melakukan adaptasi terhadap berbagai tantangan kehidupan serta desakan yang berkembang dalam dirinya. Pemberdayaan peserta didik ini meliputi aspek-aspek kepribadian terutama aspek intelektual, sosial, emosional, dan keterampilan. Tugas mulia itu menjadi berat karena bukan saja guru harus mempersiapkan generasi muda memasuki abad pengetahuan, melainkan harus mempersiapkan diri agar tetap eksis, baik sebagai individu maupun sebagai profesional.

Faktor-faktor Penyebab Rendahnya Profesionalisme Guru Kondisi pendidikan nasional kita memang tidak secerah di negara-negara maju. Baik institusi maupun isinya masih memerlukan perhatian ekstra pemerintah maupun masyarakat. Dalam pendidikan formal, selain ada kemajemukan peserta, institusi yang cukup mapan, dan kepercayaan masyarakat yang kuat, juga merupakan tempat bertemunya bibit-bibit unggul yang sedang tumbuh dan perlu penyemaian yang baik. Pekerjaan penyemaian yang baik itu adalah pekerjaan seorang guru. Jadi guru memiliki peran utama dalam sistem pendidikan nasional khususnya dan kehidupan kita umumnya.

Guru sangat mungkin dalam menjalankan profesinya bertentangan dengan hati nuraninya, karena ia paham bagaimana harus menjalankan profesinya namun karena tidak sesuai dengan kehendak pemberi petunjuk atau komando maka cara-cara para guru tidak dapat diwujudkan dalam tindakan nyata. Guru selalu diinterpensi. Tidak adanya kemandirian atau otonomi itulah yang mematikan profesi guru dari sebagai pendidik menjadi pemberi instruksi atau penatar. Bahkan sebagai penatarpun guru tidak memiliki otonomi sama sekali. Selain itu, ruang gerak guru selalu dikontrol melalui keharusan membuat satuan pelajaran (SP). Padahal, seorang guru yang telah memiliki pengalaman mengajar di atas lima tahun sebetulnya telah menemukan pola belajarnya sendiri. Dengan dituntutnya guru setiap kali mengajar membuat SP maka waktu dan energi guru banyak terbuang. Waktu dan energi yang terbuang ini dapat dimanfaatkan untuk mengembangkan dirinya.

Akadum (1999) menyatakan dunia guru masih terselingkung dua masalah yang memiliki mutual korelasi yang pemecahannya memerlukan kearifan dan kebijaksanaan beberapa pihak terutama pengambil kebijakan; (1) profesi keguruan kurang menjamin kesejahteraan karena rendah gajinya. Rendahnya gaji berimplikasi pada kinerjanya; (2) profesionalisme guru masih rendah.

Selain faktor di atas faktor lain yang menyebabkan rendahnya profesionalisme guru disebabkan oleh antara lain; (1) masih banyak guru yang tidak menekuni profesinya secara utuh. Hal ini disebabkan oleh banyak guru yang bekerja di luar jam kerjanya untuk memenuhi kebutuhan hidup sehari-hari sehingga waktu untuk membaca dan menulis untuk meningkatkan diri tidak ada; (2) belum adanya standar profesional guru sebagaimana tuntutan di negara-negara maju; (3) kemungkinan disebabkan oleh adanya perguruan tinggi swasta sebagai pencetak guru yang lulusannya asal jadi tanpa mempehitungkan outputnya kelak di lapangan sehingga menyebabkan banyak guru yang tidak patuh terhadap etika profesi keguruan; (4) kurangnya motivasi guru dalam meningkatkan kualitas diri karena guru tidak dituntut untuk meneliti sebagaimana yang diberlakukan pada dosen di perguruan tinggi.

Akadum (1999) juga mengemukakan bahwa ada lima penyebab rendahnya profesionalisme guru; (1) masih banyak guru yang tidak menekuni profesinya secara total, (2) rentan dan rendahnya kepatuhan guru terhadap norma dan etika profesi keguruan, (3) pengakuan terhadap ilmu pendidikan dan keguruan masih setengah hati dari pengambilan kebijakan dan pihak-pihak terlibat. Hal ini terbukti dari masih belum mantapnya kelembagaan pencetak tenaga keguruan dan kependidikan, (4) masih belum smooth-nya perbedaan pendapat tentang proporsi materi ajar yang diberikan kepada calon guru, (5) masih belum berfungsi PGRI sebagai organisasi profesi yang berupaya secara makssimal meningkatkan profesionalisme anggotanya. Kecenderungan PGRI bersifat politis memang tidak bisa disalahkan, terutama untuk menjadi pressure group agar dapat meningkatkan kesejahteraan anggotanya. Namun demikian di masa mendatang PGRI sepantasnya mulai mengupayakan profesionalisme para anggo-tanya. Dengan melihat adanya faktor-fak tor yang menyebabkan rendahnya profesionalisme guru, pemerintah berupaya untuk mencari alternatif untuk meningkatkan profesi guru.

Upaya Meningkatkan Profesionalisme Guru
Pemerintah telah berupaya untuk meningkatkan profesionalisme guru diantaranya meningkatkan kualifikasi dan persyaratan jenjang pendidikan yang lebih tinggi bagi tenaga pengajar mulai tingkat persekolahan sampai perguruan tinggi. Program penyetaaan Diploma II bagi guru-guru SD, Diploma III bagi guru-guru SLTP dan Strata I (sarjana) bagi guru-guru SLTA. Meskipun demikian penyetaraan ini tidak bermakna banyak, kalau guru tersebut secara entropi kurang memiliki daya untuk melakukan perubahan.

Selain diadakannya penyetaraan guru-guru, upaya lain yang dilakukan pemerintah adalah program sertifikasi. Program sertifikasi telah dilakukan oleh Direktorat Pembinaan Perguruan Tinggi Agama Islam (Dit Binrua) melalui proyek Peningkatan Mutu Pendidikan Dasar (ADB Loan 1442-INO) yang telah melatih 805 guru MI dan 2.646 guru MTs dari 15 Kabupaten dalam 6 wilayah propinsi yaitu Lampung, Jawa Barat, Jawa Tengah, Jawa Timur, NTB dan Kalimantan Selatan (Pantiwati, 2001).

Selain sertifikasi upaya lain yang telah dilakukan di Indonesia untuk meningkatkan profesionalisme guru, misalnya PKG (Pusat Kegiatan Guru, dan KKG (Kelompok Kerja Guru) yang memungkinkan para guru untuk berbagi pengalaman dalam memecahkan masalah-masalah yang mereka hadapi dalam kegiatan mengajarnya (Supriadi, 1998).

Profesionalisasi harus dipandang sebagai proses yang terus menerus. Dalam proses ini, pendidikan prajabatan, pendidikan dalam jabatan termasuk penataran, pembinaan dari organisasi profesi dan tempat kerja, penghargaan masyarakat terhadap profesi keguruan, penegakan kode etik profesi, sertifikasi, peningkatan kualitas calon guru, imbalan, dll secara bersama-sama menentukan pengembangan profesionalisme seseorang termasuk guru.

Dengan demikian usaha meningkatkan profesionalisme guru merupakan tanggung jawab bersama antara LPTK sebagai penghasil guru, instansi yang membina guru (dalam hal ini Depdiknas atau yayasan swasta), PGRI dan masyarakat.

Dari beberapa upaya yang telah dilakukan pemerintah di atas, faktor yang paling penting agar guru-guru dapat meningkatkan kualifikasi dirinya yaitu dengan menyetarakan banyaknya jam kerja dengan gaji guru. Program apapun yang akan diterapkan pemerintah tetapi jika gaji guru rendah, jelaslah untuk memenuhi kebutuhan hidupnya guru akan mencari pekerjaan tambahan untuk mencukupi kebutuhannya. Tidak heran kalau guru-guru di negara maju kualitasnya tinggi atau dikatakan profesional, karena penghargaan terhadap jasa guru sangat tinggi. Dalam Journal PAT (2001) dijelaskan bahwa di Inggris dan Wales untuk meningkatkan profesionalisme guru pemerintah mulai memperhatikan pembayaran gaji guru diseimbangkan dengan beban kerjanya. Di Amerika Serikat hal ini sudah lama berlaku sehingga tidak heran kalau pendidikan di Amerika Serikat menjadi pola anutan negara-negara ketiga. Di Indonesia telah mengalami hal ini tetapi ketika jaman kolonial Belanda. Setelah memasuki jaman orde baru semua ber ubah sehingga kini dampaknya terasa, profesi guru menduduki urutan terbawah dari urutan profesi lainnya seperti dokter, jaksa, dll.

Kesimpulan dan Saran
Memperhatikan peran guru dan tugas guru sebagai salah satu faktor determinan bagi keberhasilan pendidikan, maka keberadaan dan peningkatan profesi guru menjadi wacana yang sangat penting. Pendidikan di abad pengetahuan menuntut adanya manajemen pendidikan modern dan profesional dengan bernuansa pendidikan.

Kemerosotan pendidikan bukan diakibatkan oleh kurikulum tetapi oleh kurangnya kemampuan profesionalisme guru dan keengganan belajar siswa. Profesionalisme menekankan kepada penguasaan ilmu pengetahuan atau kemampuan manajemen beserta strategi penerapannya. Profesionalisme bukan sekadar pengetahuan teknologi dan manajemen tetapi lebih merupakan sikap, pengembangan profesionalisme lebih dari seorang teknisi bukan hanya memiliki keterampilan yang tinggi tetapi memiliki suatu tingkah laku yang dipersyaratkan.

Guru yang profesional pada dasarnya ditentukan oleh attitudenya yang berarti pada tataran kematangan yang mempersyaratkan willingness dan ability, baik secara intelektual maupun pada kondisi yang prima. Profesionalisasi harus dipandang sebagai proses yang terus menerus. Usaha meningkatkan profesionalisme guru merupakan tanggung jawab bersama antara LPTK sebagai pencetak guru, instansi yang membina guru (dalam hal ini Depdiknas atau yayasan swasta), PGRI dan masyarakat.


Kurikulum yang Tidak Efektif

Kurikulum yang Tidak Efektif
Oleh :Eka Febrian Sutanto
Mahasiswa di Bandung
From Pendidikan Network


Sekolah dalam bahasa aslinya, yakni skhole, scola, scolae, atau schola berarti 'waktu luang' atau 'waktu senggang'. Waktu senggang ini digunakan oleh orangtua Yunani untuk menitipkan anaknya kepada orang yang dianggap pintar agar memperoleh pengetahuan dan pendidikan tentang filsafat, alam, dan lain sebagainya. Anak-anak pada jaman itu menganggap sekolah sebagai suatu kegiatan yang mengasyikkan dan menyenangkan karena mereka dapat mempelajari berbagai hal yang ingin mereka ketahui.

Kenyataan yang ada sekarang ini sangat bertolak belakang dengan hal di atas. Kebanyakan anak maupun remaja sekarang justru menganggap sekolah sebagai beban. Mengapa hal ini terjadi? Menurut pengalaman saya sebagai pelajar, institusi pendidikan seperti sekolah tidak mengajarkan hal-hal yang saya anggap menarik untuk saya pelajari, melainkan mengajarkan segala pelajaran yang ditentukan oleh kurikulum yang berlaku. Seakan-akan seluruh ajaran yang diajarkan sekolah terkurung oleh sistem kurikulum yang ada saat ini.

Hal ini tentu saja membawa berbagai efek buruk. Anak-anak yang ingin mengejar prestasi harus berusaha keras menguasai beban kurikulum yang didapat, bahkan sampai harus mengikuti berbagai les tambahan. Anak-anak remaja yang pasrah akan keadaan, seringkali berbuat hal yang buruk di luar jam sekolah seperti berkelahi/tawuran. Ini terjadi karena keengganan mereka untuk mempelajari hal-hal yang tidak mereka sukai. Bukan itu saja, dari pengalaman saya, tidak semua pelajaran yang saya dapat di sekolah dasar maupun menengah berguna bagi saya di perguruan tinggi, dan kemungkinan besar tidak semua pelajaran yang saya dapat di perguruan tinggi berguna bagi saya di lapangan pekerjaan. Kurikulum yang sangat tidak efektif, dan sangat banyak membuang waktu dan pikiran mengakibatkan Indonesia kekurangan sumber daya manusia yang handal.
Bagaimana memperbaikinya?

Analogikan seperti ini, seorang guru ekonomi mungkin tidak dapat menjelaskan rumus Newton yang paling sederhana. Begitu pula seorang guru fisika, mungkin tidak mengerti dan hafal apa yang disebut sebagai Hukum Gossen dalam ekonomi. Padahal mereka sama-sama mempelajari hal tersebut ketika masih di sekolah menengah. Jadi jika saya bercita-cita untuk menjadi seorang ilmuwan fisika, haruskah saya mempelajari ekonomi sekolah menengah? Begitu pula sebaliknya, jika saya ingin menjadi ahli ekonomi, saya seharusnya tidak terlalu mendalami fisika.

Sistem pembelajaran saat ini masih menganut 'mempelajari semakin dalam hal yang semakin sempit'. Jadi semakin tinggi pendidikan kita, semakin kecil lingkup yang kita pelajari namun semakin dalam. Dan jika kita ubah sistem itu menjadi mempelajari lingkup yang kecil sejak dini, maka pada saat lulus seorang murid memiliki spesialisasi yang hebat dalam lingkup yang ia pelajari, dengan tidak menyia-nyiakan kemampuannya. Jika sejak dini seorang murid diberikan pelajaran yang cocok dengan bakat dan kemampuannya dan dengan tidak membebankan pelajaran lain yang tidak sesuai dengan kemampuannya, maka sudah pasti murid tersebut akan merasa nyaman dan tidak terbeban.

Mungkin pada awalnya kita harus mencontoh sistem kurikulum yang diadakan di beberapa negara maju. Di beberapa sekolah di negara-negara maju seperti Australia, Kanada, dan Amerika Serikat murid-murid sekolah menengah dapat memilih pelajaran yang ingin dia pelajari. Sehingga pada saat lulus dari sekolah menegah tersebut, mereka tidak mengerti hal yang luas tapi dangkal seperti di Indonesia, namun hal yang khusus tapi dalam.

Jika seorang anak memiliki bakat dalam bidang fisika, biarlah ia mendalami fisika. Jika ia memiliki bakat dalam bidang ekonomi, biarlah ia mendalami ekonomi. Jika ia memiliki bakat dalam bidang olahraga, biarlah ia mendalami olahraga. Biarlah bakatnya yang menuntun arah ke mana mereka akan pergi. Jangan kurung dia dan membebani dia dalam kurikulum yang ada sekarang ini...






Kata Kunci/ keyword Terkait dengan artikel ini : kurikulum pendidikan, kurikulum pendidikan islam, kurikulum pendidikan anak usia dini, kurikulum tingkat satuan pendidikan, pengembangan kurikulum pendidikan, kurikulum pendidikan indonesia, makalah kurikulum pendidikan, kurikulum pendidikan nasional, kurikulum pendidikan di indonesia, pengertian kurikulum pendidikan, artikel kurikulum pendidikan, kurikulum pendidikan karakter, kurikulum pendidikan tinggi, perubahan kurikulum pendidikan, kurikulum pendidikan matematika, fungsi kurikulum pendidikan, desain kurikulum pendidikan, perkembangan kurikulum pendidikan indonesia, perkembangan kurikulum pendidikan di indonesia, pusat kurikulum pendidikan nasional, macam-macam kurikulum pendidikan.

Keyakinan dan Sikap Guru di Dalam Kelas

Sesuatu untuk berpikir tentang adalah keyakinan dan sikap yang seorang guru telah.

Pada intinya adalah kepercayaan guru dan nilai-nilai. Hal ini pada gilirannya mempengaruhi sikap dan niat dari guru yang pada akhirnya mempengaruhi keputusan-keputusan dan tindakan yang membuat guru di kelas.

Jika semua atribut-atribut ini pada dasarnya adalah suara, maka resep untuk pembelajaran di kelas akan jauh lebih baik.

Kami selalu melihat pada berita tentang beberapa angin sampai guru yang dipecat atau di penjara selama apa yang telah mereka lakukan di dalam kelas atau melewati garis dengan mahasiswa. Ini, saya percaya, semua batang kembali ke nilai-nilai inti guru.

Jika Anda sebagai guru bisa jujur dengan diri sendiri dan bersedia menerima kritik diri dan kritik dari Anda atasan Anda dapat mengambil langkah-langkah yang diperlukan untuk menjadi guru terbaik Anda bisa.

Aku masih tertawa di sesuatu guru berkata sekali. "Semua guru menghisap ketika mulai mengajar pertama. Semoga dengan pengalaman mereka akan mengisap kurang dan kurang."

Tapi melihat nilai-nilai inti Anda sendiri Anda harus berpikir tentang bagaimana keyakinan dan sikap mempengaruhi tindakan guru di kelas?

Meskipun artikel ini datang dari sudut pandang dan diarahkan dan ESL Guru. Saya berpikir bahwa hal itu dapat lebih luas untuk melihat guru dari setiap materi pelajaran.

Berikut adalah beberapa pertanyaan yang aku sedang memikirkan sebagai guru bahasa Inggris.

Mengapa rencana guru banyak mahasiswa untuk kegiatan komunikasi siswa pada saat pelajaran?

Para siswa mendapatkan peluang untuk berbicara satu sama lain.
Siswa belajar dengan melakukan sesuatu sendiri
Jenis kegiatan mempromosikan penggunaan lebih fasih bahasa Inggris
Siswa mengenal Siswa lain yang lebih baik
Siswa mendapatkan lebih banyak waktu berbicara secara individual bukan bahwa seluruh kelas bersama-sama melakukan sesuatu
Mahasiswa mendapatkan latihan mendengarkan seseorang guru lain yang

Mengapa guru tape rekaman percakapan penggunaan native speaker?

mahasiswa perlu berlatih mendengarkan keterampilan mendengarkan.
mahasiswa perlu latihan mendengarkan suara-suara yang berbeda dan aksen

Mengapa bermain game guru di mana siswa berpindah-pindah kelas.

Siswa membutuhkan perubahan kecepatan dan mood selama pelajaran.
Games menambahkan dimensi yang berbeda dan berbagai pelajaran
Sulit bagi siswa untuk duduk untuk jangka waktu yang panjang
kegiatan fisik membangunkan kekuatan mental otak.

Jika Anda akan mengajar Anda akan dalam proses terus-menerus belajar sendiri, mencoba ide-ide baru dan menambah trik tas Anda di kelas.

Komunitas Blog Guru Sosial Media