Dalam suatu riwayat dikemukakan bahwa ayat ini turun  berkenaan dengan "perdamaian di Hudaibiah", yaitu ketika Rasulullah SAW dicegat  oleh kaum Quraisy untuk memasuki Baitullah. Adapun isi perdamaian tersebut  antara lain agar kaum Muslimin menunaikan umrahnya pada tahun berikutnya. Ketika  Rasulullah SAW beserta shahabatnya memeprsiapkan diri untuk melaksanakan umrah  tersebut sesuai dengan perjanjian, para shahabat khawatir kalau-kalau  orang-orang Quraisy tidak menepati janjinya, bahkan memerangi dan menghalangi  mereka masuk di Masjidil Haram, padahal kaum Muslimin enggan berperang pada  bulan haram. Turunnya "Waqatilu fi sabilillahil ladzina (S. 2: 190) sampai (S. 2: 193)" membenarkan berperang untuk membalas  serangan musuh. 
(Diriwayatkan oleh al-Wahidi dari al-Kalbi, dari Abi  Shaleh yang bersumber dari Ibnu Abbas.)AYAT 194 :
Dalam suatu riwayat dikemukakan peristiwa sebagai berikut:  Pada bulan Dzulqaidah Nabi SAW dengan para shahabatnya berangkat ke Mekah untuk  menunaikan umrah dengan membawa qurban. Setibanya di Hudaibiah, dicegat oleh  kaum Musyrikin, dan dibuatlah perjanjian yang isinya antara lain agar kaum  Muslimin menunaikan umrahnya pada tahun berikutnya. Pada bulan Dzulqaidah tahun  berikutnya berangkatlah Nabi SAW beserta shahabatnya ke Mekah, dan tinggal di  sana selama tiga malam. Kaum musyrikin merasa bangga dapat menggagalkan maksud  Nabi SAW untuk umrah pada tahun yang lalu. Allah SWT membalasnya dengan  meluluskan maksud umrah pada bulan yang sama pada tahun berikutnya. Turunnya  ayat tersebut di atas (S. 2: 194) berkenaan dengan peristiwa tersebut.  
(Diriwayatkan oleh Ibnu Jarir yang bersumber dari Qatadah.)




0 komentar:
Posting Komentar