Pendahuluan ( Wajib Baca )
Pada saat ini era berkomunikasi kita tidak ada lagi batasan, ruang, waktu dan dalam kondisi apapun dapat melakukan komunikasi dengan teman, rekan sejawat, guru, siswa dan orang tua. Berdasarkan komunikasi itu, bayak dari rekan-rekan guru melakukan pola komunikasi yang bersifat kemunafikan, yaitu berkomunikasi dengan ramah, apabila dilihat pimpinan ( kepala sekolah atau yayasan ), namun di balik itu melakukan komunikasi hewan ( bahasa saya untuk memberikan julukan cara berkomunikasi guru yang tidak berakhlak ) degan siswa dengan rekan guru.
Dari komunikasi ini kelihatanlah bahwa akhlak guru akan berubah ( ibarat bunglon ) jika diperhatikan, disupervisi, dinilai oleh atasan. Pertanyaan yang mendasar apakah sebegininya akhlak seorang guru.
Tulisan ini saya tulis, berawal dari pengamatan saya dari beberapa rekan guru ( dilokasi saya mengajar ) berakhlak tidak terpuji dan seolah-olah tidak mencerminkan seorang guru. Melakukan olok-olokan ( ejek - mengejek ) sesama guru di jejaring sosial bahkan sampai ke dunia nyata ( dunia mengajar ), ketika saya ingatkan dengan berbagai dalil dari Qur'an dan Hadis, mereka berguman " Aduh... sudahkayak pegajian aja di FB ini bah....Allahuakbar..". Di dalam benak saya terlintas bahwa" Wajarlah siswanya berkelakuan sama dengan gurunya, sebab gurunya seperti ini... " Oleh karena itu saya mencoba mengkaji BAGAIMANA sebenarnya KHLAK seorang GURU.
Bagaimana KRITERIA GURU MENURUT PARA ULAMA
Untuk mengetahui lebih jauh, kita akan mencoba melihat apa saja kriteria guru dari para ulama pendidikan Islam terdahulu.
Imam al-Ghazali memiliki empat syarat utama bagi guru yakni cerdas, sempurna akalnya, baik akhlaqnya dan kuat fisiknya. Selain keempat syarat utama ini, al-Ghazali menambahkan delapan kriteria. Pertama, memiliki sifat kasih sayang. Kedua, tidak menuntut upah atas ilmu yang diajarkannya (terkecuali untuk menutup ongkos yang harus dia keluarkan, seperti transportasi, dsb). Ketiga, bisa mengarahkan murid-muridnya.
Keempat, menggunakan cara yang simpatik. Kelima, bisa menjadi panutan. Keenam, memahami kemampuan individu tiap murid yang bisa berbeda satu sama lain. Ketujuh, memahami perkembangan jiwa murid-muridnya. Kedelapan, tidak melakukan perbuatan yang bertentangan dengan apa yang diajarkan.
Senada dengan Imam al-Ghazali, Ibn Jamaah, seorang ulama besar dari Mesir, memiliki enam kriteria bagi guru yang baik.
- Kriteria pertama adalah menjaga akhlaq.
- Kedua, tidak menjadikan profesi guru untuk menutupi kebutuhan ekonominya.
- Ketiga, mengetahui situasi yang terjadi pada lingkungan sosial dan kemasyarakatan.
- Keempat, menunjukkan kasih sayang dan kesabaran.
- Kelima, adil dalam memperlakukan anak didik.
- Keenam, berupaya maksimal dalam menolong anak didiknya mencapai pemahaman yang benar.
Demikian halnya dengan Ibn Taimiyah. Beliau menetapkan empat syarat bagi guru. Pertama, guru merupakan penerus nabi dalam menyampaikan ilmu-ilmu kebenaran. Oleh karenanya, guru wajib senantiasa mencontoh perjalanan hidup dan akhlaq dari Rasulullah Muhammad SAW. Kedua, guru harus bisa menjadi panutan bagi murid-muridnya. Ketiga, serius dan tidak sembrono dalam mengajar. Keempat, berusaha untuk terus menambah keilmuannya.
Ibn Miskawaih bahkan menempatkan posisi guru di atas orang tua lantaran keutamaan yang (seharusnya) dimiliki seorang guru. Menurut beliau, seorang guru lebih banyak berperan dalam mendidik kejiwaan muridnya dalam rangka mencapai kebahagiaan sejati, yakni keridloan Allah SWT di dunia dan pahala di akhirat. Oleh karena itulah, seorang guru sejati adalah yang bisa senantiasa menunjukkan kepribadian yang mencontoh kepribadian nabi. Selain guru sejati, Ibn Miskawaih menetapkan pula kriteria “guru biasa.” Guru biasa ini haruslah memenuhi persyaratan: (1) bisa dipercaya; (2) pandai; (3) dicintai; (4) sejarah hidupnya tidak tercemar dalam masyarakat; (5) bisa menjadi panutan; (6) akhlaqnya lebih mulia daripada murid-muridnya.
Demikianlah kriteria yang dibuat para ulama kita. Dari kesemuanya itu, bisa kita lihat bahwa akhlaq guru menempati posisi terpenting yang tidak bisa ditawar-tawar lagi. Oleh karena itu, sudah sepatutnya apabila kita mulai memberikan perhatian serius terhadap masalah ini. Jangan sampai kita serahkan diri kita maupun anak-anak kita kepada guru yang tercela akhlaqnya. Sungguh amat sangat memalukan ketika membaca berita di media massa dengan headline “Guru Agama Berbuat Tidak Senonoh kepada Muridnya.”
Memang berat pak menjadi seorang guru. Harus betul - betul panggilan hati nurani bukan sekedar sebagai ladang mencari nafkah. Sudah seharusnya guru itu harus memberikan teladan yang baik karena segala perbuatan akan dipertanggungjawabkan di akherat kelak. Jangan sampai kita memberi contoh yang buruk maka kita akan ikut memikul dosa dosa orang (siswa) yang mengikuti perbuatan buruk kita. Wallahu'alam.
BalasHapus