TELAH DIBUKA UJIAN KEJAR PAKET A, B DAN C SELURUH INDONESIA, RESMI. INFORMASINYA DI SINI
Diberdayakan oleh Blogger.

Kumpulan Video Pembelajaran

Home » , , , » SCHOOL BASED QUALITY MANAGEMENT

SCHOOL BASED QUALITY MANAGEMENT

** Milis Nasional Indonesia ppi-india **REPUBLIKA
Sabtu, 20 Maret 2004
Menyoal Manajemen Berbasis Sekolah
Oleh :KusmantoGuru SMUN Wonosari-Klaten
Strategi dalam peningkatan mutu pendidikan, salah satunya dicoba dengan pendekatan baru yakni manajemen mutu pendidikan berbasis sekolah (school based quality management). Konsep yang diluncurkan oleh Depdiknas 1-2 tahun yang lalu ini berpijak dari teori effective school dengan memfokuskan diri pada perbaikan proses pendidikan.Manajemen berbasis sekolah sendiri merupakan upaya adaptasi dari paradigma pendidikan baru yang bersifat desentralisasi. Memberikan hak otonom pada sekolah untuk mengembangkan prakarsa yang positif bagi dirinya sendiri. MBS (Manajemen Berbasis Sekolah) -- menurut Dr JC Tukiman Taruna, seorang pakar pendidikan -- dalam implementasinya secara ideal mensyarakan beberapa hal, yakni: a) Peningkatan Kualitas Manajemen sekolah yang terlihat melalui transparansi keuangan, perencanaan partisipatif, dan tanggung-gugat (akuntabilitas). b) Peningkatan pembelajaran melalui PAKEM (pembelajaran yang aktif, kreatif, efektif dan menyenangkan). c) Peningkatan peran serta masyarakat melalui sering/banyaknya kepedulian masyarakat terhadap sekolah.Untuk meningkatkan dimensi keberhasilan MBS ada beberapa indikator yang diprasyaratkan, di antaranya adalah: 1) lingkungan sekolah yang aman dan tertib. 2) Sekolah memiliki misi dan target mutu yang ingin dicapai. 3) Sekolah memiliki kepemimpinan yang kuat. 4) Adanya harapan yang tinggi dari personel sekolah untuk berprestasi. 5) Adanya pengembangan staf sekolah yang terus menerus sesuai tuntutan iptek. 6) Adanya pelaksanaan evaluasi yang terus menerus terhadap berbagai aspek akademik, administratif, dan pemanfaatan hasilnya untuk penyempurnaan dan perbaikan mutu. 7) Adanya komunikasi dan dukungan intensif dari orang tua murid dan masyarakat.Pendekatan MBS dipilih dalam rangka meningkatkan mutu pendidikan, yang memungkinkan pengalihan kewenangan pengambilan keputusan penting dari pusat dan kanwil/kandep ke level sekolah. Di samping itu manajemen ini memberikan kewenangan kontrol lebih luas bagi kepala sekolah, guru, siswa, dan orang tua terhadap proses pendidikan di sekolah, melalui pemberian tanggung jawab untuk membuat keputusan anggaran, personel, dan pelaksanaan kurikulum. Dengan keterlibatan guru, orang tua, dan anggota masyarakat yang lain dalam pengambilan keputusan penting ini, menajemen ini dapat menciptakan lingkungan pembelajaran yang lebih efektif bagi siswa (Wirawan, 2001).Tujuan MBS sendiri diarahkan pada upaya mengefektifkan manajemen sekolah dengan harapan: 1) Individu yang kompeten terlibat dalam pengambilan keputusan. 2) Anggota komunitas sekolah punya hak suara. 3) Fokus pada pertanggungjawaban (akuntabilitas). 4) Kreativitas pada perencanaan program. 5) Adanya pengaturan ulang SDM. 6) Alokasi anggaran lebih realistis.Drs Sugiaryo, MPd, dan Sulis Agung Nugroho -- pakar pendidikan dan pengembang inisiatif kurikulum berbasis kompetensi (KBK) -- dalam sebuah esai akademik, dalam jurnal Joglo Vol VI No 1, 2003, memberikan analisa mengapa MBS disebut sebagai sebuah pembaruan dalam manajemen pendidikan. MBS memiliki tujuan yang orientatif, di antaranya: 1) MBS sebagai media perubahan kultur dalam sekolah. 2) MBS sebagai media pemenuhan kebutuhan internal dan eksternal di sekolah. 3) Fokus MBS ada pada pemberi dan penerima jasa. 4) MBS merupakan antisipasi perubahan untuk menghadapi masa yang akan datang.Namun tujuan MBS di atas tidak akan berhasil tanpa diiringi oleh langkah-langkah strategis. MBS hanya akan menjadi wacana semata. Untuk merealisasikan MBS memerlukan prasyarat kondisional yakni:Pertama, perlu ada agenda strategis untuk pengembangan profesi dan diklat bagi guru dan komponen sekolah lainnya tentang pengajaran, pengelolaan sekolah, dan pemecahan masalah.Kedua, perlu ada keterbukaan informasi tentang kinerja sekolah guna pemenuhan kebutuhan orang tua dan masyarakat serta sumber daya sekolah guna membantu komponen sekolah membuat keputusan yang jitu.Ketiga, perlu sistem ganjaran (reward) sebagai pengakuan atas usaha partisipatif dalam pengembangan dan peningkatan mutu/kinerja sekolah. Keempat, ada kepemimpinan kepala sekolah yang cakap dan tersedianya pedoman mekanisme untuk mengarahkan pelaksanaan kurikulum dan upaya instruksional lainnya.Kelima, dirumuskannya dan diwujudkannya visi, misi, tujuan, strategi, sasaran, serta kegiatan pada sekolah tersebut.Namun berbagai nilai/konsep ideal dalam pelaksanaan MBS sendiri tidak akan berhasil optimal, manakala kendala struktural dan kultural belum bisa diselesaikan melalui agenda tindakan oleh berbagai komponen pendukung proses pembelajaran.Kendala struktural adalah belum kuatnya goodwill dari pemegang otoritas pendidikan di tingkat pusat/daerah/sekolah untuk mengembangkan iklim demokratisasi dalam interaksi pendidikan dan birokrasi sekolah. Selama ini ada realitas bahwa 'sekolah" menjadi sarang beragam praktik korupsi di dunia pendidikan. Dan kepala sekolah yang memegang otoritas dan "kuasa" atas kebijakan internal sekolah, merupakan kepanjangan tangan institusi/birokrasi pendidikan di atasnya. Sehingga tidak menjadi "bagian" dari relasi bottom up dengan komponen stakeholder sekolah yang lain.Kendala kultural, yakni masih kuatnya budaya sekolah yang patronatif dan ewuh pakewuh yang membuat proses pengambilan keputusan penting di sekolah bukan ditentukan oleh komponen vital/penting sekolah. Namun oleh pemegang "kuasa" birokrasi pendidikan.Untuk menyelesaikan problem struktural dan kultural di atas, maka yang diperlukan adalah penguatan peran dan fungsi "institusi" komunikasi multi-stakeholder sekolah dalam mengontrol dan membantu kebutuhan sekolah.Keberhasilan MBS sendiri tergantung dukungan dari masyarakat dan kepemimpinan kepala sekolah yang profesional, berwibawa, dan akuntabel. Dukungan masyarakat dalam operasionalisasi MBS bisa dilakukan melalui optimalisasi fungsi Komite Sekolah dan Dewan Pendidikan. Komite Sekolah sebagai institusi non-birokrasi yang berfungsi dalam mengartikulasikan aspirasi, mengkoordinasikan rancang-tindak isu kebijakan dan monitoring dalam kinerja. Namun sayangnya keberadaan Komite Sekolah atau Dewan Pendidikan belum optimal, karena masih kuatnya kepentingan politik birokrasi pendidikan dalam berbagai intervensi dalam pengambilan kebijakan mengenai sekolah dan proses belajar-mengajar di sekolah.Dalam merealisasikan MBS, Komite Sekolah diharapkan bisa memiliki inisiatif kontinyu, dalam mendorong profesionalisme kepemimpinan kepala sekolah. Mau atau tidak mau, komponen vital keberhasilan MBS adalah adanya optimalisasi kepemimpinan kepala sekolah yang profesional, modernis, visionaris, dan orientasi edukatif. Komite Sekolah setidaknya bisa mengawasi kinerja kepala sekolah untuk bisa berperan optimal dalam menjalankan fungsi kepemimpinan MBS.Karakter ideal kepemimpinan kepala sekolah sesuai dengan misi/visi MBS sendiri adalah kepala sekolah setidaknya memiliki paradigma peningkatan mutu pendidikan di tempat dia mengabdi. Kepala sekolah haruslah profesional -- yang memahami tentang rencana strategi peningkatan mutu sekolah, merumuskan program mutu pembelajaran, serta memiliki analisa SWOT (strengths, weaknesses, opportunities, threats) yang aktual tentang lingkungan sekolah dan interaksi belajar-mengajar di sekolah.Beberapa waktu yang lalu, sempat terbetik isu tentang perlunya kepala sekolah dipilih langsung oleh komunitas sekolah -- sebagai metode untuk menentukan "sosok" kepala sekolah yang berkualitas. Upaya pemilihan langsung kepala sekolah adalah untuk mengurangi ketergantungan dan praktik korupsi yang berhubungan dengam birokrasi pendidikan. Dalam pemilihan kepala sekolah langsung, diperlukan seleksi yang sifatnya administratif maupun intelektual. Kepala sekolah diwajibkan memiliki "renstra" (rencana strategis) pengembangan mutu sekolah. Namun sayangnya ide/wacana pemilihan kepala sekolah secara langsung, terbentur oleh mekanisme hierarkhi "jabatan karier" dalam birokrasi pendidikan, dan belum ada upaya "radikal" untuk mengubahnya.Saat ini diperlukan kerja sama antar-berbagai pihak yang peduli terhadap dunia pendidikan di level mikro (sekolah), untuk bisa mendukung kepemimpinan sekolah yang berkualitas, dalam proses yang bertahap

0 komentar:

Posting Komentar

Komunitas Blog Guru Sosial Media