Persepsi dan komunikasi ini amat erat
dan penting sekali diketahui guna memahami ilmu prilaku. Komunikasi terjadi
jika seseorang ingin menyampaikan informasi kepada orang lain, dan komunikasi
tersebut dapat berjalan baik dan tepat jika penyampaian informasi tadi
menyampaikannya dengan patut, dan penerima informasi menerimanya tidak dalam
bentuk pemutarbalikan suatu fakta.
Pendekatan yang digunakan Ilmu
Komunikasi menyangkut berbagai bidang keilmuan seperti : Linguistik, sosiologi,
psikologi, antropologi, politik dan ekonomi, sehingga kajiannya sangat luas dan
kompleks meliputi aspek sosial, budaya, ekonomi dan politik. Hal ini
menyebabkan pendekatan dan wawasan komunikasi dapat berbeda baik dalam merumuskan
definisi, maupun kajian emperiknya. Pada akhirnya perbedaan ini telah
melahirkan realitas fraksi-fraksi, paradigma dan perspektif dalam kajian
komunikasi.[1]
|
Setiap orang tak bisa menghindari
komunikasi. Apapun yang kita lakukan,
kita katakan, baik secara verbal atau non verbal akan dianggap sebagai pesan
oleh orang lain. Orang lain selalu mencermati gerak-gerik kita, kata-kata kita,
arah pikiran,
dan menganggapnya sebagai simbol kondisi, sebagai representasi dari apa yang dipikirkan. Karena jelas kecuali memiliki ilmu telepati, kita tak akan tahu
secara persis apa yang orang lain pikirkan. Yang bisa kita lakukan adalah
mengamati apa yang orang lain lakukan, agar kita memperoleh sedikit gambaran,
apa yang sedang orang lain pikirkan. Dengan mempelajari komunikasi, dapat melakukan prediksi itu secara lebih
terorganisasi dan terstruktur. Kita juga bisa merekayasa pesan kita, sehingga mampu menampilkan diri di mata orang lain, sesuai dengan kehendak.
Oleh sebab itu komunikasi dalam organisasi
disetiap lembaga diawali dengan proses interaksi untuk berhubungan dari satu
pihak ke pihak lainnya di dalam organisasi tersebut, sehingga tidak menimbulkan
salah persepsi. Komunikasi dalam lembaga pendidikan yang di kelola dengan
sistem pondok pesantren yang di dalamnya terdapat beberapa anak dari berbagai
daerah dan suku berumpul menjadi satu, mulai dari dalam kota, luar kota maupun
luar pulau, dan mereka memiliki tujuan yang sama yakni untuk menimba ilmu, baik
ilmu Agama (non formal) maupun Ilmu pengetahuan umum (formal).
Karena santri (siswa) yang berdomisili
di Pondok Pesantren Darul Arafah ini berasal dari berbagai suku dan
latar belakang yang berbeda untuk itulah maka diperlukan sebuah komunikasi yang
efektif agar mencapai suatu tujuan baik
dari sang pengasuh, pengurus dan santri. Juga komunikasi antara santri dengan
santri. Dan di sinilah peran komunikasi organisasi sangat berpengaruh pada
kehidupan mereka sehari-hari, baik antara pengasuh dan santri, pengasuh dan
pengurus, pengurus dan santri juga antara santri dan santri.
Seperti yang biasa kita ketahui bahwa
kehidupan di dalam pondok pesantren kebanyakan baik dalam sikap maupun perilaku
adalah sebisa mungkin selalu sesuai dengan Al-Quran dan Hadis. Di pondok
pesantren Darul Arafah ini juga seharusnya tidak jauh dengan
keadaan yang demikian. Adanya komunikasi personal antara pengasuh, pengurus dan
santri, bagaimana sikap santri terhadap pengasuh dan keluarga pesantren, sikap santri terhadap para pengurus
atau ustadz/ ustadzah secara tradisi santri memang harus bersikap hormat dan
tunduk terhadap guru.
Hal ini menunjukkan bahwa tutur kata
dan perilaku para santri memang diatur sedemikian rupa. Antara santri dan
pengasuh terdapat sekat atau batasan dalam hal bertutur kata, perilaku, cara
duduk dan berjalan dan lain sebagainya. Apabila tidak ada sikap hormat kepada
guru maka boleh jadi ilmu yang sudah diperoleh dari guru tersebut tidak akan
manfaat.
[1] Fauziah Dangoran, Memahami
Teori Komunikasi: Dalam Syukur Kholil,
(Ed), Teori Komunikasi Massa, (Bandung:
Citapustaka Media Perintis,2011), h. 3.
0 komentar:
Posting Komentar